Ilustrasi

Badung, (Metrobali.com)

Rencana pemberian THR Rp.2 juta per KK di Badung, perlu ditinjau ulang, dengan memperhatikan aturan hukum yang melandasinya. Supaya jangan sampai terjadi dugaan salah guna anggaran, dugaan korupsi di tengah masyarakat yang sedang begitu marah dengan prilaku korupsi.

Hal itu dikatakan Jro Gde Sudibya, intelektual Bali, Sabtu 15 Maret 2025 menanggapi polemik pemberian THR Rp 2 juta per KK ke warga Badung oleh pemerintah daerah.

Dikatakan, dengan terbitnya Inpres No.I/2025 tanggal 22 Januari 2025 dengan memangkas APBN untuk tujuan penghematan sebesar Rp.316,6 T, dengan fakta selama bulan Januari – Februari 2025 APBN defisit Rp.31,2 T, semestinya Pemda Badung, juga melakukan langkah yang sama dalam efisiensi anggaran.

Menurutnya, dengan APBN yang “cekak”, yang akan berimbas ke dana transfer daerah, tantangan bagi Pemda Bali, Kabupaten Badung dan daerah-daerah lainnya, melakukan rasionalisasi anggaran.

Dikatakan, politik bansos semestinya dikaji ulang, anggaran bansos dikurangi secara signifikan, diarahkan ke program: peningkatan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas masyarakat, program kesejahteraan sosial urgent: penanggulangan kemiskinan ekstrem, penanggulangan gangguan kesehatan mental, bantuan bagi siswa miskin.

Menurutnya, efisiensi ini pemerintah daerah perlu program pemberdayaan ekonomi rakyat melalui pendekatan “lebih baik memberikan Pancing dari pada Ikan”, untuk mendorong swadaya ekonomi rakyat.

“Dana bansos bisa disalurkan, kepada lembaga keuangan mikro: LPD, Bumdes, Koperasi yang mempunyai kemampuan nyata mengungkit ekonomi rakyat terutama di perdesaan,” katanya .

Menurutnya, model pengembangan swadaya ekonomi ini, cocok dengan ethos kerja masyarakat Bali yang berciri kemandirian.

Menurut I Gde Sudibya, bantuan yang meninabobokan masyarakat, menjadi tergantung, menjadi malas, perlu ditinjau ulang, terkecuali untuk kelompok sasaran yang targetnya amat jelas.

“Politisasi anggaran yang kebablasan, memboroskan anggaran negara, tidak menciptakan kesempatan kerja produktif, produktivitas ekonomi stagnan, semestinya dihentikan,” kata I Gde Sudibya.

Menurutnya, paradigma berpikir pembangunan yang keliru, yang menganggap pemerintah baca APBD menjadi faktor utama mengungkit kesejahteraan rakyat, semestinya dikoreksi dengan pengembangan swadaya ekonomi masyarakat yang semakin meluas, akan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, lebih berkualitas dari sisi pemerataan, penyelamatan lingkungan dan membangun ethos kerja mandiri.

Jurnalis : Nyoman Sutiawan