Rektor UGM Prof Pratikno

Yogyakarta (Metrobali.com)-

Pemerintahan mendatang dinilai wajib untuk mengarusutamakan pembangunan sektor kelautan dan perikanan untuk memindahkan titik berat yang selama ini masih lebih berfokus ke daratan dibandingkan dengan lautan.

“Kita mesti mengarusutamakan maritim dalam berbagai bidang,” kata Rektor UGM Prof Pratikno dalam pembukaan Kongres Maritim Indonesia bertajuk “Mengukuhkan Kembali Kedaulatan Maritim” di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (23/9).

Pratikno mengutarakan harapannya agar tidak lebih dari dua bulan mendatang, terdapat tanda-tanda pergeseran paradigma dan pemikiran ke arah kemaritiman untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

Rektor UGM mencontohkan, program Tol Laut yang kerap digaungkan Presiden Terpilih Joko Widodo, sebenarnya dapat dilakukan tidak hanya kebijakan fiskal.

Namun, lanjutnya, hal tersebut sebenarnya dapat dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan bahwa impor dari laut hanya bisa masuk melewati 2-3 pelabuhan yang ada di setiap ujung-ujung dari beragam kawasan Indonesia.

Dengan demikian, menurut dia, arus logistik akan semakin lancar sehingga program Tol Laut dapat dimulai tanpa anggaran sedikitpun dan hanya komitmen untuk menjalankan kebijakan tersebut.

Sementara itu, perwakilan dari Tim Transisi Jokowi-JK, Jaleswari Pramodhawardani mengatakan bahwa Presiden Terpilih Jokowi bermaksud mengembalikan RI ke khittah karena sebagian besar ruang di Indonesia terdiri atas lautan.

Menurut Jaleswari Pramodhawardani, wadah kemaritiman dinilai merupakan hal yang penting bagi pemerintahan mendatang guna merespons kondisi global dunia yang akan bergeser dari kawasan Barat ke Asia-Pasifik.

Untuk itu, ujar dia, pergeseran itu dinilai penting sehingga Indonesia bisa mengambil posisi penting menjadi Poros Maririm Dunia atau yang kerap disebut Doktrin Jokowi.

Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan KKP Achmad Poernomo mengingatkan berdasarkan sejarah, negara-negara besar selalu menguasai lautan.

Achmad Poernomo juga mengingatkan bahwa sejak diakuinya Deklarasi Juanda secara internasional pada tahun 1982, Indonesia diakui sebagai negara kepulauan sehingga kapal-kapal asing tidak lagi bisa seenaknya memasuki kawasan perairan RI.

“Selama ini pembangunan terlalu berorientasi ke darat tidak ke laut. Ketika KKP lahir hanya punya UU Perikanan tahun 1982 padahal paling tidak kita butuh tiga yaitu UU Perikanan, UU Pesisir dan UU Kelautan,” ucapnya.

Sedangkan Direktur Tata Ruang Laut KKP Subandono Diposaptono mengatakan, saat ini dengan mengarusutamakan kemaritiman dapat dikatakan sebagai penggulangan siklus yang dimulai dari kerajaan Sriwijaya (sekitar abad VII) dan Majapahit (sekitar abad XIV).

Subandono Diposaptono juga mengemukakan bahwa penegasan kembali kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan tugas historis.

Namun sayangnya, ujar dia, hal tersebut masih terhambat sejumlah persoalan seperti kekurangan sumber daya manusia, payung hukum dan penataan ruang lautnya belum ada. “Tata ruang laut nasional penting untuk landasan pembangunan Poros Maritim Dunia,” tukas Subandono.