Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer saat Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Bea dan Cukai serta Dirjen Perhubungan Laut dalam Pansus RUU Kelautan tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 pada Rabu, 22 Mei 2024.

Jakarta (Metorbali.com)-

Bicara soal reklamasi, Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer menekankan perihal pembangunan di daerah pesisir pantai maupun laut yang sudah sepatutnya memusatkan kebermanfaatan untuk kepentingan masyarakat umum dan bukan untuk kepentingan pribadi.

“Bahayanya, membangun lahan di laut dengan mengurug laut lebih murah ketimbang di lahan pada umumnya,” kata Demer dalam Rapat Pansus RUU Kelautan RDP dengan Dirjen Bea Cukai & Dirjen Perhubungan Laut saat Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Bea dan Cukai serta Dirjen Perhubungan Laut dalam Pansus RUU Kelautan tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 pada Rabu, 22 Mei 2024.

Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali mangaku setuju ketika reklamasi diperbolehkan untuk kepentingan umum. Namun dia menolak tegas jika reklamasi untuk kepentingan pribadi dan bisnis yang terang-terangan merusak lingkungan.

“Begitu untuk kepentingan pribadi dibolehkan, reklamasi ini bahaya sekali. Banyak sekali yang ingin reklamasi. Karena mengurug laut lebih murah ketimbang beli tanah di lahan biasa. Kalau saya tahu di Bali begitu. Kalau dibiarkan akan banyak begitu, di Jakarta juga banyak. Belum lagi di kota-kota pesisir yang sudah mulai berkembang. Pasti akan lebih banyak mengurug laut,” beber wakil rakyat yang sudah empat periode mengabdi di DPR RI ini.

Melihat manfaat dan risiko yang mungkin terjadi akibat reklamasi kawasan laut atau pantai, kata Demer, diperlukan analisa dan perencanaan yang mendalam oleh pemerintah, terutama berkaitan dengan faktor keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat sekitar. Demer yang kembali terpilih untuk kelima kalinya di DPR RI hasil Pileg 2024 ini dengan tegas mengingatkan jangan sampai poyek reklamasi merugikan masyarakat umum.

“Seperti yang terjadi di Bali, berkaitan dengan upacara-upacara adat yang perlu dilakukan di pantai. Jika lahan di sekitar diperbolehkan untuk menjadi hak milik pribadi (kepentingan pribadi) mau dibawa kemana masyarakat yang harus sembahyang ke pantai untuk urusan ngaben dan sebagainya. Dan saya pikir kita perlu mengingat kembali apa tujuan kita sebenarnya membahas Undang-Undang ini,” beber politisi Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng itu. (wid)