Refleksi Raina Purnama Kepitu : MERAWAT KEWARASAN DI ZAMAN EDAN
Dalam mebhakti raina Purnama Kepitu hari ini, Rabu, 27 Desember 2023, menyimak fenomena sosial yang berlangsung, Kita bisa merujuk Ramalan Jayabaya, “Jongko Joyoboyo”, yang jika dialih-bahasakan ke bahasa Indonesia, “sekarang zaman edan, siapa yang tidak edan, tidak kebagiaan. Tetapi sebaik-baiknya orang edan, lebih baik orang ELING LAN WASPODO (sadar diri dan mampu mengembangkan kewaspadaan kehidupan).
Sadar diri dan waspada menjadi begitu penting, dalam fenomena sosial, dimana begitu banyak orang sebatas menjadi Bedinda (bahasa Belanda menjadi budak), kekuasaan dan atau keserakahan, keinginan yang tanpa batas.
Dalam reakitas sosial yang berlangsung, dimana begitu banyak orang yang berambisi ingin memuaskan libido kekuasaannya, menghalalkan semua cara, tanpa rasa takut dan juga rasa malu. Kita merujuk satu sloka dalam Upanisad yang menyatakan, jika keserakahan menguasai manusia, maka kecerdasan akan runtuh. Keruntuhan kecerdasan, menstimulasi wacana publik yang dangkal, membodohi, sebatas “kaleng-kaleng” dan di sana-sini menggambarkan (maaf) ketololan dalam tata pikir, narasi dan juga laku. Ketololan yang “dielu-elukan”, dicarikan rasionalisasi pembenaran, yang sudah tentu tidak benar. Benar-benar Kita berada di Zaman Edan, yang dipertontokan, dirayakan dalam fenomena sosial “suryak siu”.
bersambung.
Merawat kewarasan berpikir, menumbuhkembangkan kecerdasan, dan juga kebeningan hati, untuk lebih mampu mengelola krisis kehidupan di Zaman Edan, memerlukan sebut saja tips kehidupan sebagai instrumen pencerahan diri, menyebut beberapa “sastra” kehidupan, pertama, terus mengasah diri, mengembangkan viveka (kecerdasan pembeda) dalam “hukum besi” Rwa Bhineda (kedualistikan kehidupan), yang penuh jebakan, terutama akibat sebagian manusia runtuh karakternya sebagai akibat dari sebatas “budak” dari angkara murka keinginannya. Kedua, proses melihat diri ke dalam (nyiksik bulu, bhs.Bali), jujur terhadap diri, sebagai “tangga-tangga penting” diri menuju SADAR DIRI, Jagra Winungu (mengingatkan diri untuk sadar diri) dan juga Bhadra Winungu ( mengingatkan diri untuk tetap berada di “jalur” keselamatan diri). Ketiga, dari keteladanan Mahatma Gandhi tentang politik berbasiskan etika dan moral , Kita bisa belajar tentang arti penting dari: pengendalian diri (self control), mandiri dalam berkehidupan (self help), bersahaja dalam kehudupan (self suficiency), sehingga menjadi tidak terlalu mudah memasuki “kubangan” perbudakan diri, dan kemudian menjadi budak “dasa muka” kekuasaan.
Jro Gde Sudibya, Ketua FPD (Forum Penyadaran Dharma).