Jro Gde Sudibya, Ketua FPD (Forum Penyadaran Dharma).

 

Rabu, 3 April 2024, raina Buda Kliwon Pahang, sasih Kedasa Icaka 1946, raina”penutup” “yasa kerthi aed upakara bakti raina Galungan lan Kuningan”.
Dalam konteks perayaan raina ini, Kita menyimak berita yang menjadi sorotan masyarakat luas: dugaan korupsi skala jumbo di sektor pertambangan timah senilai Rp.271 T, yang telah menetapkan 16 tersangka termasuk 2 selebriti yang sering menjadi pergunjingan netizen, karena pameran kekayaannya. Pada sisi lain, Kita bisa juga menyimak pandangan para akhli yang menyampaikan pendapat dan kesaksian dalam sidang perselihan Pilpres di MK.

Menyimak dinamika sosial yang sedang berlangsung, Kita bisa menyimak ajaran Hindu Panca Sraddha (Lima Landasan Keimanan): Keyakinan akan Brahman, Keyakinan akan keberadaan Atman (dalam diri), Dokrin Karma (Keyakinan akan bekerjanya hukum karma), Samsara (Keyakinan putaran roda kehidupan: lahir, mati, reinkarnasi), Moksha (kebebasan spiritual, realisasi diri dalam realitas Tuhan).

Secara teologis, Doktrin Karma adalah “Inti”, yang merupakan poros penggerak hidup, apakah bergerak terbatas sebatas : Aman – Doktrin Karma – Samsara. Atau bergerak tanpa batas -exponential work-: Brahman – Doktrin Karma – Moksha.

Hukum karma diyakini nyata, dapat disimak riset yang dilakukan oleh IIP (Insititut Ilmu Pemerintahan) pada dasarnya warsa tahun 1970’an, untuk mencari jawaban atas pertanyaan: mengapa tingkat korupsi rendah di Bali dan di Sumatra Barat. Dari riset ini ditemukan jawaban: korupsi rendah di Bali karena masyarakatnya percaya pada Hukum Karma. Sedangkan di Sumatra Barat, tradisi masyarakatnya egaliter sehingga kontrol sosial secara kultural secara otomatis berlangsung.

Dalam tradisi masyarakat Bali yang agraris dikenal ucapan: “jagung yang Kita tanam, jagung pula yang akan Kita petik”, yang memberikan pengambaran meresapnya keyakinan hukum karma secara sosiologis.

Demikian juga, salah satu bait dalam kekidungan Bali yang tertulis: “pala karma natan simpang”, Hukum karma bekerjanya akurat.
Berangkat dari sraddha pemikiran di atas, astungkara, kasus korupsi jumbo, demikian juga sidang yang berlangsung di MK di atas, menggambarkan berlangsungnya kekuatan hukum karma, untuk menjaga (rtam) keselarasan dari keseimbangan Hukum Alam Semesta.