Refleksi Raina Anggar Kasih Tambir, Belajar dari Kepemimpinan Rsi Markandya dalam Mengelola Bali
Hari ini, 19 November 2024, raina Anggara Kasih Tambir, sasih Kelima, Icaka 1946, piodalan ring PURA PUCAK PAYOGAN, Desa LUNGSIAKAN, UBUD. PURA, yang menggambarkan perjalanan awal dari Rsi Markandya, dari UBAD, nama yang diberikan oleh Beliau (tempat yang tenang,damai, “menyembuhkan”) yang sekarang lebih populer dengan nama Ubud.
Ubud, menuju ke Barat, “laksana berenang penuh keseimbangan dan keteguhan, fokus ke titik rokhani, mencapai” Bukit Payogan, sekarang berdiri Pura Pucak Payogan, di Desa Lungsiakan. Pura mengenang kebesaran Sang Rsi, pemujaan Tuhan Wisnu, Cri Narayana.
“Ategepan” Pura, dengan Pura Bale Agung Lungsiakan yang “berwibawa”, “madu muka” dengan Petrithan di sisi Timur.
Perjalanan Sang Rsi: Ubud – Lungsiakan – Kadewatan – Tanggayuda – Melinggih Kaja – Payangan – Kertha – Bayung Gede – Penelokan – Kladian – Basukhian/Besakih, seluruh nama diberikan Sang Rsi. Bermakna, menyampaikan pesan makna yang kaya (rokhani), yang nyaris abadi, dalam pribahasa sekarang “tak lelang oleh panas, tak lapuk oleh hujan”.
Kepemimpinan yang diwariskan dalam perjalanan yang menyejarah (membuat sejarah) ini, menyebut beberapa, pertama, keberanian menghadapi tantangan kehidupan dengan segala risikonya, dengan motivasi dan idealisme utama, “menggapai” rokhani, yang “berpusat” ring “luuring” Giri Toh Langkir”.Kedua, Kepemimpinan adalah sebuah perjalanan, perjalanan belajar, sekala – niskala, sosial-spiritual, membangun solidaritas, bersama “rombongan” perjalanan, dan berinteraksi – mendidik warga di setiap: Tani, Banua, Desa yang dilewati. Ketiga, perjalanan rokhani yang membumi: menata sistem kehidupan disetiap Banua yang dilewati, melahirkan sistem pertanian Kasuwakan, yang kemudian belakangan populer dengan Subak. Meninggalkan “jejak” kepemimpinan yang bermakna “jalan tengah” “Dumalada” buat masyarakat, seimbang lahir dan batin. Ethos kerja yang membumi. Keempat, kepemimpinan adalah pilihan kehidupan, yang sengaja dipilih, dengan semua suka dan duanya, totalitas pengabdian, sebagai kesempatan “emas” mencapai seperti namanya: MARKANDYA, insan manusia yang “menang” melawan kematian,Kebebasan Rokhani, Moksha.
Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu, penulis buku: Agama Hindu dan Kebudayaan Bali.