duta buleleng

Seluruh duta seni budaya dari kabupaten/kota telah memberikan penampilan terbaiknya secara maksimal di ajang parade lagu daerah Bali dalam pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-36 tahun ini di panggung terbuka Ardha Candra (arts centre) Bali, Denpasar selama tiga hari berturut-turut, mulai Sabtu (5/7) hingga Senin (7/7). Lantas, seperti apa kreativitas dan apresiasi publiknya?

DALAM parade lagu daerah Bali kali ini tampil sebagai tim pengamat, di antaranya I Gusti Ayu Ngurah Heny Janawati, Ni Wayan Ardini, Komang Darmayuda, dan Agung Bagus Mantra. Bertujuan, sebagai upaya penilaian dan sekaligus evaluasi kinerja dari proses pembinaan terhadap kreativitas para duta seni budaya tersebut secara menyeluruh. Demi peningkatkan pelestarian dan pengembangan seni budaya di bidang musik Bali di masa mendatang.

Pada akhirnya proses regenerasi seniman (artis/musisi) sebagai pelaku utama pun nantinya dapat berkembang secara berimbang dan komprehensif di setiap kabupaten/kota. Selain itu, mampu mengeksplorasi kreativitas ke-seniman-annya juga dapat berkembang semakin lebih kreatif dan inovatif, serta kompetitif dalam mengadopsi keunggulan kearifan lokal khas Bali di setiap kabupaten/kota dengan dinamika kemajuan teknologi serba canggihnya secara tepat guna dan berdaya saing global, sehingga mampu menghadapi desakan arus negatif dari gejolak realitas peradaban zaman kekinian dalam kelembagaan birokrasi desa pakraman.  

Pada hari pertama, Sabtu (5/7), giliran duta seni budaya dari Badung, Gianyar dan Karangasem menunjukan kemampuan dari kreativitas kreatif dan inovatifnya mengeksplorasi potensi dan bakat generasi mudanya di bidang seni musik khas Bali. Selanjutnya, di hari kedua, Minggu (6/7) giliran unjuk kebolehan dari duta seni budaya Denpasar, Tabanan, dan Jembrana. Sedangkan, hari ketiga atau terakhir, Senin (7/7) giliran menyapa para pencinta seni budaya yang senantiasa hadir dalam pelaksanaan PKB tahun ini dari duta seni budaya Bangli, Buleleng dan Klungkung.

Dalam aksi panggungnya, setiap duta seni tampil dengan kolaborasi musik yang memadukan gamelan pentatonik seperti suling, gangsa, ceng-ceng, kendang, jegog, dan lainnya dengan instrument musik modern (band) diatonis seperti gitar, bas, keyboard, drum digital ataupun manual. Selain itu, juga menggunakan sejumlah properti sebagai pendukung penampilan koreografi di antaranya kekayonan, kipas, gubug, jerami, kembang api, selendang, dan lainnya. Sedangkan,  untuk pilihan lagu mereka dijatah membawakan dua lagu anak-anak dan tiga lagu dewasa. Di antaranya Kelangen, Ngajegan Pariwisata Bali, Swadarmaning Manggala, Cupak Gerantang, Janger, dan lainnya.

Unjuk kebolehan orkestrasi kolaboratif dari para duta seni budaya ini belum sepenuhnya dapat mengangkat identitas kearifan lokal khas daerahnya, bahkan paduan vokal dan harmonisasi musikalnya terkesan masih sekadarnya dan belum ada kebaruan secara spektakuler dan belum mampu menyajikan garapan dengan eksplorasi berbeda dari biasanya. Bahkan, masih terkesan monoton karena belum meregenerasi dari dukungan personilnya. Meskipun, sejatinya dari segi jumlah personil baik penyanyi maupun penabuh atau pemusik dalam tampilan secara global terkesan cukup kolosal. Begitu juga dari paduan busana dan tatarias terkesan agak glamour dalam balutan tradisi dan gaya atau tren modernitas kekinian.

Secara global atau menyeluruh, garapan orkestrasi kolaborasi dalam paduan vokalis maupun harmonisasi musikalitas seakan belum mampu menyentuh ekspektasi kriteria ideal dan harapan para pengamat tentang keragaman terhadap kemajuan lagu daerah Bali sesuai kearifan lokal khas daerah sebagai identitas atau jati diri setiap kabupaten/kota. Tapi, tentunya kita tetap patut bersyukur, karena semangat para penggarap masih relatif cukup tinggi untuk dapat tampil di ajang parade lagu daerah Bali dalam pelaksanaan PKB tahun ini.

Meskipun, sebagian besar dari duta seni budaya dari kabupaten/kota ini belum mampu mengeksplorasi identitas daerahnya dengan maksimal, tapi patut dicatat bersama bahwa penyajian musikalitas dari duta seni budaya Buleleng cukup mewakili pakem ideal parade lagu daerah Bali yang semestinya. Meskipun, tampilan instrument dan personilnya sangat minimalis, tapi garapan musikal dan paduan vokalnya terkesan kolosal. Aransemen musikalnya sangat rancak dan tidak tempelan, melainkan betul-betul menyatu dengan perpaduan antara gamelan pentatonis seperti suling, reong, kendang, gangsa, dengan instrument musik diatonis seperti drum digital, bas, gitar dan keyboard.  

Komang Darmayuda, dan Ni Wayan Ardini sepakat bahwa penampilan duta seni budaya dari setiap kabupaten/kota dalam parade lagu daerah Bali selama pelaksanaan PKB tahun ini belum menunjukkan kemajuan yang diharapkan. Dari segi olahan vokal para personil masih stagnan belum ada pendatang baru yang menonjol. Begitu juga, dari aransemen musikalitas perpaduan antara gamelan pentatonik dengan diatonis masih relatif normatif dan belum menyentuh kebaruan. Artinya, secara global belum adanya upaya fenomenal dan keberanian para penggarap untuk tampil berbeda hingga mampu menunjukkan ciri khas ataupun identitas tersendiri sebagai jati diri daerahnya, kabupaten/kota.

Padahal, sesungguhnya proses parade ini bertujuan untuk menciptakan keragaman lagu daerah Bali dengan identitas kearifan lokal khas daerah yang kental sebagai ikon ke-daerah-an. Sehingga, kebangkitan lagu daerah Bali di masa depan semakin kompetitif dan mampu bersaing secara global. “Saya sayangkan sekali penggarap masih belum mampu menyentuh esensi utama dari semangat parade lagu daerah Bali dalam pelaksanaan PKB tahun ini,” sesal Darmayuda, yang diamini Ardini.

Baginya, hanya duta seni budaya dari Buleleng dari segi musikalitas yang menunjukkan parade lagu daerah Bali sesungguhnya dalam pelaksanaan PKB tahun ini. Garapan aransemen musiknya utuh dan menyatu, sehingga tidak sekadar tempelan. Sentuhan vokal juga cukup bagus dan relatif aman. Mungkin, perlu ditambah dengan adanya pengembangan seperti backing vokal (paduan suara) sebagai pelengkap. Dari segi koreografi juga perlu sentuhan lebih serius sesuai konteks lagu yang dibawakan tentunya. Artinya, tidak terkesan terlalu berlebihan. Paduan tatarias busana sudah bagus, tapi akan lebih baik jika mampu secara tersendiri mengangkat keunggulan yang menjadi ciri khas daerahnya.

“Saya harap ke depan parade lagu daerah Bali dalam pelaksanaan PKB selanjutnya mampu menyajikan perpaduan aransemen musikalitas dan vokalitas yang dapat menjadi identitas setiap kabupaten/kota, sehingga tercipta keragaman sebagai penguat utama dari upaya meningkatkan pelestarian dan pengembangan seni budaya di bidang musik Bali yang berdaya saing global,” harap Darmayuda.

Senada dengan itu, Agung Bagus Mantra, juga menegaskan bahwa semestinya parade lagu daerah Bali ini mampu membangkitkan semangat kreativitas yang kreatif dan inovatif yang kompetitif. Sehingga, mampu menciptakan identitas kearifan lokal khas daerah yang unggul sebagai jati diri ke-daerah-an. Dari garapan eksploratif baik aransemen musikalitas maupun vokalitas tentunya akan lebih bervariatif. “Kesan kompetisi harus dapat diubah dari pikiran para penggarap. Dan, harus mengedepankan semangat kreativitas yang eksploratif secara bebas tapi tetap dalam etika dan estetika berkesenian yang kompetitif,” sarannya, yang diamini Janawati.

Langkah terpenting dan patut diperhatikan adalah kepanitian PKB ke depan dituntut harus mampu menetapkan kriteria yang lebih jelas terutama dalam upaya meningkatkan proses regenerasi secara berimbang serta mampu merepresentasikan semangat penggarap atau pembina untuk mengangkat kearifan lokal khas daerah sebagai identitas unggulan atau jati diri kabupaten/kota. Demi keragaman dalam upaya peningkatkan pelestarian dan pengembangan seni budaya Bali khususnya di bidang seni musik, sehingga denyut nadi kehidupan blantika musik Bali di masa datang dapat bersaing secara global.(wb)