Foto: Ketua Yayasan Perpustakaan Bung Karno sekaligus pendiri Museum Agung Bung Karno yakni Gus Marhaen saat di depan bagian kepala patung kayu Bung Karno yang rencananya setinggi 11 meter.

Denpasar (Metrobali.com)-

Pro dan kontra bergulir terhadap Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP. Adanya pro kontra ini, akhirnya pemerintah memutuskan menunda sementara pembahasan RUU HIP.

Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan tidak akan menyurati DPR RI untuk melakukan pembahasan RUU yang menjadi inisiatif DPR RI ini.

Gus Marhaen yang merupakan Ketua Yayasan Perpustakaan Bung Karno sekaligus pendiri Museum Agung Bung Karno pun angkat bicara atas pro kontra dan ditundanya pembahasan RUU HIP ini.

“Pro kontra atas RUU HIP ini memang menjadi hal yang lumrah di era demokrasi seperti saat ini. Tapi kita harus lihat kebutuhan dan kepentingan bangsa yang lebih besar ke depannya,” kata Gus Marhaen, Minggu (21/6/2020).

Hal ini disampaikan Gus Marhaen di sela-sela refleksi peringatan hari wafatnya Bung Karno 21 Juni 2020 di areal Museum Agung Pancasila yang kini tengah dibangun di atas lahan 25 are di Gang Pancasila, Renon, Denpasar.

Sebagai bahan untuk dicermati bersama, Gus Marhaen pun mengutip dasar pemikiran lahirnya RUU HIP ini dan sejumlah pasal dalam draft dokumen RUU HIP ini.

Dalam draf RUU HIP dari rapat 20 April, yang RUU itu terdiri dari 58 pasal. Pada ketentuan umum dijelaskan definisi Haluan Ideologi Pancasila.

“Haluan Ideologi Pancasila adalah pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arah bagi seluruh warga negara dan penduduk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila.”

Dalam pasal 4 draf RUU HIP ini disebutkan tujuan Haluan Ideologi Pancasila sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam​ menyusun kebijakan, perencanaan, perumusan, harmonisasi, sinkronisasi, pelaksanaan dan evaluasi terhadap program Pembangunan Nasional di berbagai bidang, baik di pusat maupun di daerah, yang berlandaskan pada nilai-nilai dasar Pancasila.

Haluan Ideologi Pancasila juga sebagai pedoman bagi setiap warga negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kita sepakat Pancasila sudah final sebagai ideologi, falsafah dan dasar negara. Dan soal RUU HIP ini, negara memang harus hadir,” kata Gus Marhaen.

Ia menegaskan Pancasila sebagai ideologi, falsafah dan dasar negara adalah kesepakatan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Begitu juga dalam konteks menghadirkan RUU HIP hingga jika nantinya disahkan menjadi UU adalah kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI yang merupakan representasi kedaulatan rakyat Indonesia.

“Kalau RUU ini jadi mekanismenha kan kesepakatan. Sama hingga saat ini seluruh republik (bangsa Indonesia) ‘sepakat ya’ tentang Pancasila, kecuali ada pihak-pihak yang tidak sepakat dengan Pancasila,” ujar Gus Marhaen.

Jadi apakah pembahasan RUU HIP ini perlu dilanjutkan? Ditanya demikian, Gus Marhaen menegaskan kalau disepakati maka pembahasan RUU HIP ini wajib dilanjutkan.

“Pandangan saya melihat realita di lapangan RUU ini dibutuhkan. Tapi kalau ada yang tidak sepakat perlu mekanisme atau cara menyikapi itu,” tegas Gus Marhaen.

Kenapa RUU HIP perlu dilanjutkan dan dibutuhkan? “Karena ada kelompok yang menginginkan itu dan ini kebutuhan bangsa Indonesia. Secara akademis bisa dipertanggungjawabkan. Persoalan ditolak juga seperti itu,” papar Gus Marhaen.

“Jadi pandangan saya apa salahnya dicoba RUU HIP ini, walaupun ini bukan barang coba-coba,” katanya.

Sementara itu, peringatan hari wafatnya Bung Karno 21 Juni 2020 ini juga punya makna tersendiri di tengah keprihatinan bangsa Indonesia menghadapi pandemi virus Corona atau Covid-19.

“Refleksi hari wafatnya Bung Karno, mari kita duduk-duduk sejenak merenung mengenang nilai-nilai perjuangan Bapak Proklamator Republik Indonesia,” kata Gus Marhaen sambil ngobrol santai dengan para wartawan dan dengan penuh semangat bercerita dokumen sejarah tentang Bung Karno dan juga Pancasila.

Presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekarno atau Bung Karno lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901 dan wafat pada Minggu 21 Juni 1970 pada usia 69 tahun di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.

“Walaupun sudah wafat tapi spirit dan roh ajaran-ajaran serta perjuangan Bung Karno terus hidup di hati masyarakat Indonesia bahkan dunia. Kenangan dan fakta-fakta sejarah tentang Bung Karno akan terus hidup dan membumi,” kata Gus Marhaen yang juga merupakan pekerja sejarah dan penggemar sejati Bung Karno.

Ia menyebutkan sebagai Bapak Bangsa, Bung Karno adalah cermin pemersatu bangsa. Baik yang suka maupun tidak suka dengan sosok Bung Karno, tetap saja mengidolakan dan mengagumi ajaran-ajaran dan pemikiran sang proklamator.

Bagi Gus Marhaen, Bung Karno adalah sosok pemimpin dan presiden RI yang tidak ada duanya di dunia hingga saat ini. Bahkan secara gamblang dan lugas Gus Marhaen juga menyebutkan bahkan Presiden Jokowi sekalipun belum ada apa-apanya dibandingkan Presiden Soekarno.

“Belum ada model tokoh pemimpin sekaliber Bung Karno. Susah mencari figur seperti Bung Karno. Yang bisa pimpin bangsa ini dengan baik adalah sosok yang terlahir model Bung Karno,” tegas Gus Marhaen.

“Apa yang sudah Soekarno kerjakan, apa yang sudah dilakukan secara revolusioner itulah sesuluh kita ke depan di dalam kita menjalani hidup, berbangsa dan bernegara,” tandas Gus Marhaen. (wid)