Refleksi Ciwa Ratri, Makna Kodrati Kesadaran Jiwa
Ilustrasi
Penulis : Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu, penulis buku Agama Hindu dan Kebudayaan Bali.
Senin, 27 Januari. 2025 raina Ciwa Ratri. Merujuk karya sastra Ciwa Ratri Kalpa oleh Mpu Tanakung, “penanggal ping 14 nuju Tilem ke Pitu, malam tergelap dari satu tahun, dalam relasi mikro – makro kosmos.
Malam “tersulit” dalam membangun relasi dengan Tuhan Ciwa, tetapi bagi mereka yang pada malam tergelap ini, karena “upawasa” nya yang ketat, mampu membangun relasi dengan Tuhan, implisit dalam karya sastra ini, mereka akan menjadi terlatih, pasca Ciwa Ratri, membiasakan diri dalam penunggalan “bayu, sabda, idep”, disiplin diri dalam laku: Dharana, Dimana, Samadhi, dalam “menghidupkan” kekuatan kodrati dari kesadaran akan Jiwa.
“Upawasa” pengendalian diri secara lebih ketat, yang kemudian diharapkan menjadi kebiasaan, ciri karakter diri, menjadi sangat penting dalam fenomena kehidupan: pelipat gandaan keinginan, pemujaan terhadap: benda, kekuasaan dan “dasa muka” atribut luar lainnya. Sang Diri yang ditundukkan oleh keinginan, “budak” keserakahan, membuat mendung, alam gelap dalam diri, yang membuat sang jati diri Jiwa, Atman, “terkubur” oleh Ahamkara.
Makna kodrati kesadaran jiwa, merujuk ke beberapa pengetahuan sastra rokhani ;
Pertama, pengetahuan tentang “lapisan” diri: mano maya kosa, wijnana maya kosa, ananda maya kosa, memberikan penggambaran terhadap pendakian rokhani insan manusia menuju kesadaran Tuhan. Pendakian diri ini, memerlukan disiplin diri yang kuat, “manut sesana”.
Kedua, rokhaniwan ternama Svami Vivekananda, merumuskan kesadaran rokhani dalam ungkapan singkat : SAT (Ada, baca Tuhan), CHIT (Kesadaran akan Tuhan), ANANDA (Samudra Kebahagiaan). Hanya mereka yang paham tentang Tuhan, mempunyai kesadaran tentang Nya, yang bisa mencapai kebahagiaan otentik.
Ketiga, tetua Bali mengajarkan: “ayua rumenge katantara”, jangan terlalu menyimak apa yang tampak di permukaan, karena sementara, maya sifatnya. Di tengah kediaman terus bekerja, kerja bermakna untuk kemulyaan kehidupan. Dalam ungkapan bersayap “Meneng Akena”.