Anggota Komisi VIII DPR RI  Gusti Agung Putri Astrid
Denpasar (Metrobali.com)-
Kampus-kampus di Indonesia harus berada di garda terdepan dalam meredam radikalisme di Indonesia. Salah-satunya dengan menumbuhkan budaya multikultur secara terbuka.
“Saya ingat pesan Pak Taufik Kiemas, menerima Kebhinekaan itu bukan hal yang otomatis bisa kita terima karena kita semua tumbuh dan dibesarkan dengan identitas agama dan sukunya masing-masing,” kata Gusti Agung Putri Astrid, Sabtu, 21 Juli 2018.
Pernyataan itu disampaikan anggota Komisi VIII DPR RI itu  saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Mengembangkan Kebhinekaan untuk Meredam Radikalisme” di kampus Universitas Warmadewa, Denpasar.  Selain dia, pembicara lainnya adalah Direskrimsus Polda Bali Kombes Andi Fahira dan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Bali Nyoman Gede Antaguna.
Menurut politisi yang kerap disapa Gung Tri itu, setiap anak bangsa harus bersedia menguji dirinya apakah mampu untuk menerima perbedaan sebagai hal yang wajar. Jangan sampai, kata dia, perbedaan itu justru digunakan sebagai komoditas politik sehingga bangsa ini akan terpecah belah.
Dia mencontohkan apa yang terjadi di Pilkada Jakarta dimana identitas agama digunakan untuk kepentingan politik. Akibatnya, stabilitas nasional mengalami keguncangan seolah-olah Indonesia sudah terbelah karena identitas agama.
Sementara itu Direskrimsus Polda Bali Kombes Andi Fahira menyatakan, radikalisme merupakan ladang subur yang melatarbelakangi adanya aksi-aksi terorisme. Saat ini, aksi itu bukan hanya aksi yang terorganisir tapi juga aksi yang dilakukan sendiri-sendiri hanya karena pengaruh media sosial.
“Karena itu kami juga terus melakukan pengawasan teradap media-media sosial,” tegasnya. Tindakan tegas segera dilakukan bila ada indikasi yang mencurigakan. Seperti ketika dilakukan penangkapan pada akhir Juni 2017 dimana seorang pria di Denpasar kemudian terbukti menguasai amunisi dan senjata api.
“Itu awalnya kita lihat di media sosial dia berlebihan mengkitik pemerintah dan sering menenteng senjata,” jelasnya.
Acara seminar tu sendiri digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Warmadewa karena keprihatinan dimana radikalisme juga tumbuh di kalangan mahasiswa. “Kita ingin mensikapi dengan tepat agar radikalisme tidak punya peluang sama-sekali di kampus ini. Sebaba mahasiswa adalah harapan bagia masa depan bangsa ini,” kata Presiden BEM, Kadek Windu Darmajaya.
Editor : Whraspati Radha