Ratusan Ton Susu Dibuang, Angka Stunting 31 persen, Ironi Bernegara
Aksi buang ratusan Ton Susu
Denpasar, (Metrobali.com)-
Ratusan ton susu dari peternakan rakyat di Jawa Timur dan Jawa Tengah dibuang setiap hari ke jalan, karena industri pengolahan susu tidak membelinya. Pemerintah membiarkannya, tidak memberikan perlindungan kepada peternak kecil. Industri pengolahan susu bebas bekerja dengan mekanisme pasar dengan motif utama mencari laba.
“Mencari laba dengan mengorbankan rakyat kecil, dan pemerintahan membiarkan, sudah tentu ini bentuk nyata dari ironi bernegara,” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi pembangunan, Selasa 12 Nopember 2024.
Menurutnya, padahal dalam realitas sosial ekonomi, angka stunting di negeri ini, 31 persen, angka yang sangat besar, secara statistik dari 3 orang anak Balita 1 stunting.
“Bentuk ironi yang lain, susu melimpah dibuang ke jalan, ada jutaan Balita sangat memerlukannya. Pemerintah Gagal dalam melakukan distribusi sumber daya gizi yang sangat diperlukan warga,” katanya.
Sebagai pengamat ekonomi, lanjut Gde Sudibya, terus terang kita rada bingung, dalam wacana makan siang gratis dengan pendanaan Rp.450 T per tahun, kapasitas produksi susu nasional hanya 20 persen.
Dikatakan, proyek tersebut belum berjalan. Rencana tahun depan dengan dana Rp.78 T. Tetapi sekarang nyatanya, produksi susu peternakan rakyat melimpah ruah dibuang ke jalan. Ada apa dengan manajemen data pertanian negeri ini?
Dikatakan, menjadi lebih ironi, belum ada aturan pemerintah berbentuk PP atau Peraturan Presiden yang memberi perlindungan bagi peternak, produsen susu perah. Hal yang sama, nyaris berlangsung pada kegiatan pertanian lainnya.
“Dari kasus peternakan sapi perah oleh rakyat, memberikan bukti semakin nyata, bahwa pertanian, petani menjadi anak tiri dalam perumusan kebijakan. Beda jauh, “jauh panggang dari api”, antara isi kampanye politik dengan realitasnya.
,” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi pembangunan.
Sebelumnya diberitakan, Dewan Persusuan Nasional mengungkapkan nasib malang para peternak sapi perah rakyat, yang mana para peternak itu terpaksa membuang susu segar yang dihasilkan karena tidak diserap atau dibeli oleh Industri Pengolah Susu (IPS). Tercatat, ada lebih dari 200 ton susu segar per hari yang terpaksa harus dibuang.
Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana menilai Industri Pengolah susu (IPS) yang tidak bersedia menyerap susu segar yang dihasilkan para peternak adalah sebagai suatu tindakan yang sangat tidak manusiawi, dan merupakan pengingkaran kepada komitmen yang pernah disampaikan oleh IPS, untuk menyerap dan membeli susu segar yang diproduksi oleh peternak sapi perah rakyat.
“Tindakan menolak membeli susu segar peternak sapi perah rakyat, merupakan tindakan yang menambah penderitaan peternak sapi perah rakyat yang saat ini sudah termarjinalisasi, serta tidak pernah memperoleh nilai tambah dari susu segar yang dihasilkan,” kata Teguh dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (11/11/2024).
Teguh mengatakan, tindakan tidak menyerap susu segar dari peternak sapi perah adalah akibat dari tidak adanya peraturan perundang-undangan yang melindungi usaha peternak sapi perah rakyat, dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang dihasilkan. (Sutiawan)