Raina Tumpek Krulut, Sasih Kelima, NADI ASIH, Penumbuhan Kasih Sayang Dalam Diri
Mebhakti raina Tumpek Krulut, sasih Kelima Icaka 1946, ring Pura Lesung “Sunaring Jagat”, ring Palebahan Kangin Bukit Sinunggal. Cecihna kekuatan Tuhan Wisnu, Cri Narayana dalam menjalankan Dharma kepemimpinan.
Sabtu, 9 November 2024, raina Tumpek Krulut Sasih Kelima Icaka 1946. Pada masyarakat Bali Pegunungan, yang “manggeh”, memegang tradisi keagamaan dan kehidupan secara lebih ketat, yang diwariskan oleh raja besar Bali Cri Aji Jayapangus, raina Tumpek Krulut Sasih Kelima, pasca pujawali piodalan Sasih Kapat, pemujaan Tuhan Wisnu, Cri Narayana, yang dinilai NADI, “nemu guru”, “mepurwa daksina”, mengandung implisit pesan makna, “Kepagehan Kerthi Sasih Kapat”, memberikan “kelimpahan” diri berupa, sikap NADI ASIH, berseminya rasa kasih sayang dalam diri, kemudian terekspresikan dalam kasih sayang ke sesama, dan bahkan kasih sayang ke semua makhluk, “sarva prani itang karah”.
Makna filosofis hidup dan kehidupan yang kaya makna, yang bisa dijadikan tuntunan diri, sesana, dharma kriya, dalam melokoni kehidupan.
Kasih sayang yang bersemi dari dalam diri. “penunggalan bayu, sabda, idep”, tri kaya parisudha yang muncul dari dalam diri, memotivasi diri -self motivation-, pembumian secara filosofis dan bahkan teologis kekuatan Atman dalam Diri, menjadi SAT (ADA), CHIT (realitas tentang ADA), ANANDA (Samudra Kebahagian).
Hanya mereka yang menemukan kebahagiaan sejati -true happieness-, mampu mengembangkan ketulusan empati, yang merupakan perwujudan dari rasa kasih sayang -truly spirit of loving-.
EMPATI, penumbuhan rasa untuk memahami orang lain, mengerti duduk masalahnya, punya bela rasa, menjadi begitu penting dalam realitas sosial dewasa ini. Empati bukanlah sebuah kelemahan, tetapi sebuah kekuatan diri dari manusia yang “jagra”, punya “viveka” kecerdasan pembeda dari rwa-bhineda (kedualistikan kehidupan). Empati yang bisa melahirkan sikap tegas, sangat tegas dalam tipu muslihat kehidupan yang sering terjadi dan ditemukan secara sosial.
NADI ASIH, melahirkan kecerdasan diri dengan kekuatan empati, tanpa mesti terjebak dalam “deru campur debunya” kehidupan.
Rahayu.
Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu, pembelajar kebudayaan.