Raina Tilem Kelima, Revitalisasi Ethos Kerja di Dunia Pertanian
Hari ini, Rabu, 23 November 2022, Buda Pon Tolu, sasih Kelima, raina Tilem Kelima, di perdesaan Bali Pegunungan merupakan bhakti “penutup”, karena besok tanggal apisan sasih Kenem, para petani fokus dalam mengelola kebunnya selama lima bulan terus-menerus sampai raina bulan “bersih” Purnama Kedasa.
Tilem Kelima hari ini, puja wali ageng ring Pura Batu Ngadeg Besakih,pemujaan Tuhan Wisnu Cri Narayana.
KTT G20 baru saja usai, konferensi yang begitu “meriah”, telah melahirkan Deklarasi Bali, yang antara lain memberikan peringatan bahwa dunia sedang dihadapkan pada krisis: pupuk, pangan dan juga iklim.
Krisis yang begitu nyata, krisis pupuk dengan kenaikan harganya, krisis pangan dengan kenaikan harganya dan melahirkan krisis pangan dengan risiko kelaparan di banyak belahan dunia. Krisis iklim amat sangat nyata, al.bencana hidrologi dengan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Contohnya banjir bandang yang menerjang Bali di pertengahan Oktober lalu.
Dalam ketidakpastian iklim dengan risiko produksi pertanian yang tinggi, revitalisasi ethos kerja di dunia pertanian menjadi semakin penting.
Revitalisasi ethos kerja pertanian, pada sejumlah nilai dan spirit kerja, pertama, kecintaan akan profesi sebagai petani terus ditumbuhkembangkan, passion sebagai petani semakin “dimekarkan”, untuk menjawab tantangan kehidupan di depan mata.Profesi sebagai petani bukanlah profesi kelas dua, bisa memberikan kebanggaan dan kepuasan batin, seperti yang telah dilakoni oleh tetua Bali sebelumya. Kedua, penggunaan teknologi budi daya, pasca panen dan pemasaran adalah sebuah keniscayaan, tetapi tetap dengan prinsip: motif mencari keuntungan diletakkan dalam “pakem” harmoni dengan alam, tidak melewati ambang batas alam dalam pengelolaannya. Ketiga, pengambil kebijakan publik, yang kebijakannya berinteraksi dengan kelestarian dan penyelamatan alam, cukup rendah hati dalam merumuskan kebijakannya, tidak semena-mena pada alam untuk kepentingan jangka pendek bagi segelintir orang. Dan merugikan alam beserta kelestariannya dan masyarakat penyangganya dalam jangka menengah dan panjang.
Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kebudayaan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.