Raina Purnama Kaulu, Besakih Kini, Memudarnya Peradaban Spiritualitas Bali
Denpasar, (Metrobali.com)
Minggu, 5 Februari 2023, raina Purnama Kuulu, bulan penuh di bulan ke Delapan, dimana ekonomisme Besakih “mengalahkan” kandungan nilai-nilai spiritualitasnya. Ekonomisme dalam pengertian kepentingan ekonomi yang lebih ditonjolkan dalam pengaturan ruang Besakih, untuk memudahkan pengunjung datang, nyaman tidak perlu berlelah-lelah, dan kemudian diharapkan banyak tamu datang, pedagang untung dan PAD Kabupaten Karangasem naik.
Besakih nyaris mirip tempat atraksi wisata, tourist attraction, tampilan luar yang sumringah, “bebungahan”: gedung bertingkat multi fungsi: tempat parkir, pertokoan, tempat pertunjukan model keong emas di Taman Mini Indonedia Indah di Jakarta, dengan lokasi di atas Pura Titi Gonggang.
Juga tempat pertokoan, berdekatan dengan Bencingah Agung, ring Ulu Pura Ulun Kulkul dan ornamen lain yang difungsikan untuk menarik para turis.
Ekonomisme Besakih akan.memudarkan peradaban spiritualitas Bali, dengan alasan:
pertama, selama ini dalam kurun waktu lebih dari 1.000 tahun pasca pemendeman Panca Datu oleh Rsi Markandya, Besakih secara deduktif menjadi rujukan keyakinan, orientasi spiritualitas yang melandasi prilaku ke seharian manusia-manusia Bali. Dengan ekonomisme ini, peran tsb.berkurang dan bahkan secara bertahap akan hilang. Kedua, masyarakat kehilangan rujukan rokhani, Titi Pengancang nama skala dari Titi Gonggang, sehingga orientasinya menjadi sangat bias dan bahkan didominasi oleh kepentingan ekonomi, motif mencari untung, sikap individualisme yang dengan sangat mudah merusak lingkungan dan merugikan kepentingan sesama. Ketiga, akibat dari butir dua, proses berkebudayaan dan produknya menjadi semakin dangkal, tidak lagi mengekspresikan nilai spiritualitas yang dalam, tidak implisit memuat “harumnya” tanah Bali, kehilangan taksu dan kehilangan keunikannya yang khas dalam pertemuan antar budaya.
Peradaban Bali yang ekonomistik sekuler, dan sebagian orang-orangnya akan menjadi menyitir ucapan seorang rokhaniwan cum sastrawan, menjadi pengikut atheis praktis, secara teori percaya pada Tuhan, tetapi dalam prilaku ke seharian Tuhan dianggap tidak ada.
Momentum berefleksi di raina Purnama Kaulu, di era peradaban “baru” Bali dewasa ini.
Jro Gde Sudibya, Ketua FPD ( Forum Penyadaran Dharma), kelompok diskusi intelektual Hindu.
Tinggalkan Balasan