Foto: Anggota Komisi XI DPR RI Dapil Bali I Gusti Agung Rai Wirajaya S.E.,M.M.,(nomor 2 dari kiri) diwawancarai wartawan usai Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema “Digitalisasi Pasar Tradisional Modern di Kota Denpasar” pada Jumat, 6 Oktober 2023 yang digelar di Graha Sastra Lokha Ballroom, Hotel Neo Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota Komisi XI DPR RI Dapil Bali I Gusti Agung Rai Wirajaya S.E.,M.M., yang akrab disapa ARW selama ini sering turun ke pasar-pasar tradisional atau pasar rakyat guna mendorong digitalisasi pasar tradisional atau pasar rakyat di seluruh Bali khususnya juga di Kota Denpasar.

Di sisi lain Rai Wirajaya juga terus mendorong optimalisasi penggunaan digitalisasi transaksi pembayaran dengan QRIS (QR Code Indonesia Standard) dari Bank Indonesia (BI) di pasar-pasar tradisional di seluruh Bali. Pihaknya lantas mengaku bersyukur penggunaan QRIS semakin banyak di pasar tradisional.

Hal itu disampaikan Rai Wirajaya saat memberikan materi Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema “Digitalisasi Pasar Tradisional Modern di Kota Denpasar” pada Jumat, 6 Oktober 2023 di Graha Sastra Lokha Ballroom, Hotel Neo Denpasar yang digelar bersama Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali.

“Kita bersyukur Bali jadi juara satu penggunaan QRIS. Perkembangan QRIS sangat fantastis, BI gencar gandeng banyak pihak sosialisasikan QRIS. BI juga siapkan dukungan internet di pasar-pasar tradisional untuk memaksimalkan QRIS. Kalau ada pasar tradisional belum ada internet bisa disupport,” beber Anggota Fraksi PDI Perjuangan Dapil Bali ini seraya mengingatkan tetap mengedepankan kehati-hatian dalam transaksi dengan QRIS.

“Pisahkan penggunaan HP yang ada rekening bank dan QRIS dengan HP yang digunakan untuk media sosial,” pesan wakil rakyat yang dikenal totalitas mendukung program-program mitra kerjanya di Komisi XI DPR RI seperti BI.

Rai Wirajaya yang sudah empat periode mengabdi di DPR RI memperjuangkan kepentingan Bali ini mengungkapkan layanan QRIS ke depan bisa tarik dan setor tunai seperti ATM. QRIS juga sudah bisa digunakan di luar negeri, jadi tidak perlu repot-repot membawa mata uang negara lain.

“QRIS juga bisa digunakan untuk melatih anak-anak sekolah menabung, sehingga kita tahu bagaimana penggunaan uangnya,” kata politisi senior PDI Perjuangan asal Peguyangan, Denpasar ini.

Melalui FGD ini Rai Wirajaya bersama BI Bali juga terus mendorong dan mendukung upaya penguatan digitalisasi pada pasar tradisional atau pasar rakyat di seluruh Bali untuk meningkatkan omzet penjualan para pedagang atau pelaku UMKM di pasar rakyat agar makin cuan dan mencegah “kepunahan pasar rakyat” di tengah gempuran digitalisasi, e-commerce dan jualan online di media sosial.

Selain Rai Wirajaya, turut hadir sebagai pembicara Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja yang diwakili Deputi Kepala BI Bali Agus Sistyo Widjajati, Direktur Utama (Dirut) Perumda Pasar Sewakadarma Kota Denpasar Ida Bagus Kompyang Wiranata, S.E., serta akademisi bidang hukum Dr. Dewi Bunga, S.H., M.H.,CLA. Turut hadir pula tokoh perempuan milenial Denpasar yang juga pengurus Yayasan Agung Rahayu Wirabumi Anak Agung Istri Paramita Dewi, S.M.

FGD yang dihadiri Kepala Pasar Daerah se-Kota Denpasar ini sebagai upaya untuk mendapatkan masukan dan saran dalam meningkatkan peran digitalisasi pada pasar tradisional atau pasar rakyat di Kota Denpasar.

Sementara Direktur Utama (Dirut) Perumda Pasar Sewakadarma Ida Bagus Kompyang Wiranata, S.E., mengungkapkan pengelola pasar juga menghadapi kendala dalam mendorong para pedagang di pasar rakyat menggunakan QRIS khususnya bagi para pedagang berusia lanjut yang gagap teknologi alias gaptek.

“Dengan adanya pembayaran digital seperti QRIS mempermudah pedagang di pasar rakyat. Tapi masih ada kendala pedagang yang usia lanjut yang gaptek, tidak mampu ikuti digitalisasi,” katanya juga mengakui di tengah upaya mengoptimalkan digitalisasi pasar ada beberapa kendala seperti masalah internet.

Kepala Pasar Agung yang juga Ketua Forum Pengelola Pasar Desa Kota Denpasar Nyoman Suarta mengungkapkan pihaknya sudah melakukan digitalisasi pasar rakyat sejak tahun 2017, mulai dari digitalisasi retribusi pedagang pasar. Lalu ada penggunaan QRIS. Kendalanya tidak semua masyarakat punya QRIS atau dompet digital.

“Selain itu QRIS dananya tidak bisa langsung dipakai oleh para pedagang. Malahan dikenakan pajak 0,3 persen, jadi pedagang takut menggunakan QRIS,” ungkapnya.

“Pedagang sangat senang dengan digitalisasi e-retribusi, mereka sudah terbiasa, tapi dengan QRIS mereka berpikir karena dana tidak bisa langsung dipakai. Jadi banyak pedagang menghindari penggunaan QRIS,” sambungnya lantas berharap pihak BI agar terus memberikan bimbingan teknis kepada pengelola dan para pedagang.

Pandangan juga disampaikan pengelola Pasar Pulau Kerti Agus Indrawan dimana di pasar ini sudah direvitaliasi sejak tahun 2018. “Kondisi pasar saat ini tidak baik-baik saja, perlahan ada penurunan tingkat kunjungan masyarakat ke pasar. Kalau kita mengacu pada penguatan pasar rakyat, apa yang harus dilakukan sehingga jadi pilihan kembali masyarakat berbelanja,” katanya.

Dikatakan biasanya orang ke pasar dalam kondisi tergesa-gesa, dan butuh waktu relatif cepat. Selain itu operasional pasar rakyat biasanya jam 5 pagi sampai jam 8 pagi setelah itu sepi pengunjung. Tantangan lainnya adalah pasar yang ada sekarang hampir sama menjual segala aneka kebutuhan masyarakat dan semua itu sudah ada di luar pasar.

“Lalu apakah pasar akan jadi pilihan utama masyarakat karena semua bisa didapat dimana-mana? Bisakah kita mengubah pasar sekarang jadi segmen tersendiri, dan bagaimana mengubah karakter pedagang pasar untuk ikuti trend? Kalau tidak, satu persatu pedagang pasar akan keluar. Jadi bagaimana solusi buat segmen baru agar jadi ciri khas karena kami bingung. Lama-lama pasar tidak ada yang mengunjungi, sampai kapan kondisi ini, jangan sampai pasar rakyat tinggal kenangan,” pungkasnya.

Sementara itu rasa optimis disampaikan pengelola Pasar Banjar Sari Gusti Made Selasa.

“Pasar rakyat di Bali dan wilayah lain sangat beda karena juga menjual alat-alat upakara, tidak akan tergerus zaman. Kalau digitalisasi semua, juga tidak akan ada parkir karena pemasukan parkir juga luar biasa,” ungkapnya.

Menanggapi pandangan dan keluhan yang disampaikan para pengelola pasar desa, Rai Wirajaya mengatakan memang biaya QRIS 0,3 persen tapi transaksi di bawah 100 ribu tidak dikenakan biaya, sudah dibebaskan.

Deputi Kepala BI Bali Agus Sistyo Widjajati menambahkan peran lembaga keuangan juga penting mensupport pelaku UMKM atau pedagang pasar tradisional atau pasar rakyat dan mendukung digitalisasi pasar rakyat. Kalau transaksi penjualan pedagang pasar sudah terekam dengan digitalisasi maka ada data dan bisa lebih memudahkan mengakses permodalan di perbankkan.

“Harapannya digitalisasi pasar tradisional hasilkan competitive advantage. Jangan lupa juga digitalisasi butuh pembaharuan di bidang teknologi. Prosesnya juga harus bertahap,” tegas Agus seraya menambahkan di pasar-pasar tradisional BI punya program SIAP QRIS (Sehat, Inovatif Aman Pakai QRIS).

Lebih lanjut dikatakan, walau ada keraguan pasar rakyat bisa bersaing apa tidak dalam hadapi era digitalisasi, dia mengingatkan jangan takut terhadap digitalisasi, karena kuncinya di human atau manusianya.

“Intinya pelaku di pasar tradisional harus jadi pelaku utama dalam pulihnya pertumbuhan ekonomi Bali,” katanya.

Terkait bagaimana mendatangkan orang ke pasar rakyat, dikatakan pasar rakyat di Bali jangan lepas dari budaya lokal. Artinya tidak hanya menjual produk tapi juga menjual budaya, seperti Pasar Beringharjo.

“Jadikan pasar rakyat tidak hanya tempat belanja tapi jadi tempat wisata. Walaupun ada digitalisasi, orang Indonesia masih suka kumpul, ngobrol, ngerumpi. Kolaborasi buat event di pasar, jangan menunggu orang datang,” pungkasnya. (wid)