Foto: Anggota DPD RI Perwakilan Bali Dr. Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, S.E., M.Si., memberikan kuliah umum pada Jumat, 11 Oktober 2024 di Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Dalam upaya memperluas wawasan mahasiswa terkait penerapan ilmu pemasaran dan kewirausahaan dalam bidang politik, Universitas Mahasaraswati Denpasar menggelar kuliah umum dengan tema “Implementasi Ilmu Pemasaran dan Jiwa Kewirausahaan pada Kesuksesan Politik” yang diselenggarakan pada Jumat, 11 Oktober 2024 di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Acara ini menghadirkan Dr. Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, S.E., M.Si., yang merupakan Anggota DPD RI /MPR RI Perwakilan Bali, sebagai pembicara utama dengan diikuti para mahasiswa Magister Manajemen Mahasaraswati Denpasar serta para dosen. Kuliah Umum dipandu Dr. Nengah Dauh Wijana sebagai moderator.

Rai Mantra menyampaikan materi “Marketing Strategist dalam Publik, Implementasi Ilmu Pemasaran dan Kewirausahaan dalam Politik: Reintegrasi, Reinteraksi, Adaptasi”. Dalam paparannya Rai Mantra mengungkapkan bahwa dalam dunia politik modern, pemasaran politik menjadi kunci untuk memenangkan hati pemilih.

Reintegrasi antara ilmu pemasaran dan ilmu politik bukan hanya inovatif, tetapi juga esensial dalam memahami dinamika pasar politik. Konsep strategi pemasaran politik yang efektif mengharuskan kita untuk mempertimbangkan elemen-elemen seperti pasar politik, produk politik, positioning, dan komunikasi politik.

Rai Mantra lantas memberikan contoh-contoh implementasi dan praktik pemasaran politik yang dia terapkan saat maju sebagai Calon Anggota DPD RI Perwakilan Bali pada Pemilu DPD RI 2024 hingga akhirnya terpilih dan telah dilantik sebagai Anggota DPD RI periode 2024-2029. Dalam kontestasi tersebut Rai Mantra juga mengimplementasikan emotional marketing yang berkaitan dengan ikatan emosional untuk memengaruhi keputusan dan preferensi pemilih, yang diantaranya mencakup sifat atau karakter kandidat dan track recordnya.

Mantan Walikota Denpasar dua periode itu juga telah membentuk personal brandingnya sendiri dalam proses perjalanan yang panjang. Dalam upaya meraih kemenangan sebagai Anggota DPD RI, Rai Mantra mengutamakan sejumlah nilai-nilai yang juga menguatkan positioning dan branding dirinya.

Pertama yakni berintegritas: menjaga independensi dan menjauhi konflik kepentingan. Kedua, mengutamakan kebersamaan dengan cara membangun dan menjaga rasa kebersamaan dengan konstituen. Ketiga, menjaga dirinya acceptable & respectfull, tetap diterima berbagai kalangan dan menghargai lawan politik.

Terkait materi yang disampaikan dalam kuliah umum tersebut, Rai Mantra memberikan apresiasi kepada program studi di Universitas Mahasaraswati atas pemilihan tema yang relevan, yang berhasil menghubungkan antara ilmu akademik dan realitas di lapangan. Ia menekankan pentingnya sintesis antara dua disiplin ilmu pemasaran dan politik, yang dinilai memberikan kontribusi signifikan terhadap pengetahuan, serta memberikan motivasi bagi para mahasiswa yang berencana melanjutkan studi.

“Jadi kita menghubungkan antara dua disiplin ilmu di dalam satu realita yang ada. Syukurnya itu bisa bersintesa sekali ya. Jadi saya rasa ini sangat memberikan satu konstribusi kepada pengetahuan dan juga adik-adik kita yang mungkin ingin melanjutkan studinya,” katanya.

Rai Mantra juga menekankan pentingnya keberanian dalam menghadapi tantangan, terutama dalam konteks fenomenologi. Ia menyarankan siapa saja yang memiliki perasaan atau pemahaman yang sama dengannya untuk mencoba, namun tetap mengingat bahwa semua hal memerlukan proses dan waktu.

“Yang kedua, karena ini fenomenologi, ya mungkin ada yang punya feel sama seperti saya, silahkan dicoba saja, asal ada keberanian saja, tapi semua ada proses waktu tentunya,” kata mantan Walikota Denpasar dua periode itu.

Rai Mantra menjelaskan bahwa dalam dunia politik, diperlukan waktu untuk beradaptasi, terutama dengan adanya perpaduan antara evolusi industri melalui digitalisasi, demokrasi, dan kapitalisasi. Ia mengutip konsep dari Tom Nichols tentang “the death of expertise,” yang menunjukkan bahwa secara teoretis, keahlian tradisional telah tergeser.

Menurutnya, media digital memberikan peluang bagi siapa saja untuk muncul ke permukaan, baik secara praktis maupun etis. Fenomena ini didukung oleh sistem-sistem yang ada di era saat ini, di mana pragmatisme semakin menonjol.

“Jadi memang netizen ini atau digitalisasi media ini akan memberikan peluang bagi siapa saja, ya secara praktis maupun secara etik bisa muncul, ya itu terjadi sekarang. Ya, artinya istilahnya era itu didukung oleh sistem-sistem yang ada. Di pragmatisme itu ada. Di era-era sekarang,” katanya.

Rai Mantra kemudian menyoroti bahwa dalam politik, segala kemungkinan dapat terjadi. Dia mengutip Mark Twain, yang mengungkapkan bahwa dalam politik seseorang bisa berbohong, menipu, atau mencuri, namun tetap mendapatkan penghormatan. Rai Mantra kemudian mengajak untuk merenungkan pilihan, apakah ingin berpegang pada etika atau lebih memilih sosok politisi yang muncul dari sistem politik praktis.

“Karena dalam politik, seperti dalam politik semua bisa saja kan, jadi bisa kita, apa dibilang tadi oleh Mark Twain, dia bilang dalam politik itu bisa berbohong, bisa menipu, bisa mencuri, tapi tetap dihormati istilahnya.Mau pilih yang mana? Mau yang etik atau yang praktis,” pungkasnya.

Sementara itu, Agung Teja, selaku Kaprodi Magister Manajemen Universitas Mahasaraswati Denpasar, menjelaskan bahwa dalam belajar pemasaran, banyak orang yang cenderung fokus pada aspek keuntungan dan kerugian, serta pencapaian target penjualan. Namun, ia menekankan bahwa pemasaran dan entertainment seharusnya tidak dipandang semata-mata dari sudut pandang tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menggunakan konsep pemasaran tanpa disadari. Contohnya, saat kita melakukan berbagai tindakan atau memposisikan diri, sebenarnya kita sedang melakukan proses membranding diri.

“Oleh karena itu saya mencoba untuk mengangkat sedikit jauh berbeda, tapi tidak menyimpang, bahwa pemasaran itu begini lho, mahasiswa itu harus tahu lebih luas lagi tentang ilmu yang dia pelajari di bangku kuliah. Itu sebenarnya poinnya,” kata Agung Teja.

Agung Teja menyatakan bahwa pegawai negeri sipil (PNS) atau pekerja sosial tidak menjual barang, tetapi mereka terlibat dalam konteks sosial. Meskipun tidak disadari, mereka sudah melakukan tindakan politik yang sejatinya merupakan bentuk pemasaran, termasuk pemasaran sosial. Ia mencatat bahwa Bali sebagian besar didukung oleh sektor layanan, di mana hampir 90% mahasiswa di kampusnya bekerja di sektor tersebut, bukan di manufaktur.

PNS, sebagai contoh, menyediakan layanan kepada publik dan perlu memahami pemasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka harus mampu memberikan layanan yang berkualitas dan jujur. Sikap dan pemahaman seperti ini sangat penting untuk dimiliki oleh para profesional di berbagai bidang.

“Bali ini lebih banyak dihidupkan oleh sektor servis, bahkan mahasiswa kami juga disini hampir 90% bekerja di sektor servis, bukan di manufaktur, ada yang PNS, apa yang dijual seorang PNS, dia servis, layanan kepada publik, dan mereka harus mengerti pemasaran, bagaimana memuaskan masyarakat. Memberikan layanan yang berkualiti, yang jujur, dan lain sebagainya. Nah, sikap-sikap seperti ini, jiwa-jiwa seperti ini yang sebenarnya yang harus dipahami,” tuturnya.

Agung Teja menjelaskan bahwa selama ini banyak orang yang menganggap bahwa penjualan sama dengan pemasaran. Namun, ia menegaskan bahwa keduanya memiliki filosofi yang berbeda. Memasarkan dan menjual tidaklah sama, meskipun sering kali saling terkait dalam praktik.

“Selama ini yang mereka anggap bahwa sales penjualan itu sama dengan memasarkan gitu, padahal antara memasar dengan menjual itu gak sama. Filosofinya enggak sama,” ujarnya.

Agung Teja lantas menjelaskan bahwa alasan mengundang Rai Mantra sebagai pembicara dalam kuliah umum tersebut adalah karena beliau merupakan seorang entrepreneur yang telah menerapkan prinsip-prinsip pemasaran dalam praktiknya. Rai Mantra juga kini sukses menjabat sebagai anggota DPD RI. Agung Teja menyatakan bahwa mereka ingin mendengar pengalaman praktis yang telah dilakukan Rai Mantra dan mengkonfirmasi hal tersebut dengan teori yang ada, sehingga bisa menjadi bahan untuk sebuah karya.

“Pak Rai Mantra itu kebetulan kemarin beliau seorang entrepreneur, dia juga pasti menerapkan prinsip-prinsip pemasaran, dan pastilah sekarang sudah sukses menjadi anggota DPD RI. Sebenarnya secara praktisnya apa yang telah dilakukan. Kami ingin dengar itu aja, kemudian kami ingin komfiasi dengan teori gitu sebenarnya. Apa yang disampaikan tadi sudah akan kita konfirmasi untuk suatu karya sendiri,” bebernya. (wid)