Basuki Hadimuljono

Jakarta (Metrobali.com)-

Berbeda dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Kementerian Perumahan Rakyat digabungkan atau masuk ke dalam Kementerian Pekerjaan Umum.

Walhasil, penggabungan tersebut menghasilkan kementerian dengan nomenklatur baru, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera).

Kemenpupera juga telah menjanjikan bahwa pemerintah bakal memangkas waktu dan sejumlah proses perizinan yang dibutuhkan terkait dengan properti sebagai upaya untuk memperlancar layanan yang berhubungan dengan pembangunan perumahan di berbagai daerah.

“Salah satu fokus kita memang untuk memangkas proses perizinan dan diusahakan satu pintu dan waktunya cepat, agar lebih simpel dan semua proses harus berjalan cepat,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

Sebagaimana diketahui, Basuki menerima audiensi dari sejumlah asosiasi perumahan seperti Real Estat Indonesia (REI), Jumat (7/11).

Dalam kesempatan audiensi tersebut, pembahasan antara Menpupera dan beragam asosiasi perumahan antara lain terkait rencana pemangkasan perizinan untuk pembangunan perumahan yang selama ini menjadi keluhan para pengembang.

Basuki menegaskan, pemangkasan birokrasi perizinan diterapkan dengan melakukan evaluasi proses pengadaan barang dan jasa terlebih dahulu. Kemudian akan difokuskan pada aturan yang dinilai menghambat pelaksanaan penyediaan hunian.

“Memang banyak keluhan, ada peraturan yang kita bikin tetapi menyulitkan kita sendiri, jadi harus dipermudah jangan mempersulit,” ujarnya.

Ia juga meminta kepada pengembang untuk tetap patuh hukum dan konsisten menerapkan hunian berimbang guna membantu masyarakat berpenghasilan rendah.

Percepat perizinan Sementara itu, Ketua Umum REI Eddy Hussy mengemukakan, pihaknya meminta Menpupera guna mempercepat proses perizinan agar lebih mudah dan cepat.

Menurut Ketum REI, proses perizinan selama ini kerap menjadi beban antara lain karena lamanya waktu proses yang mesti ditempuh.

Sementara itu, Indonesia Property Watch mendesak Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat harus memilih pejabat yang tepat untuk memimpin Direktorat Jenderal Perumahan Rakyat Kemenpupera.

“Pengangkatan dirjen yang sesuai dengan kompetensi masalah perumahan harus menjadi pilihan yang strategis,” ucap Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.

Menurut dia, bila Menpupera membuat Direktorat Jenderal Perumahan Rakyat, maka posisi dirjen itu menjadi strategis karena saat ini dinilai sangat banyak permasalahan perumahan rakyat di Indonesia yang masih belum selesai.

Ia mencontohkan, ekonomi biaya tinggi dengan besarnya biaya-biaya perizinan dan utilitas menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan selama dua kali periode Kabinet Indonesia Bersatu masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Selain itu, polemik hunian berimbang dengan dilaporkannya pengembang ke kejaksaan masih belum ada ujungnya. Belum lagi penghapusan subsidi rumah tapak yang juga belum ada kepastiannya. Hal tersebut membuat pasar perumahan menjadi tanpa arah,” tukasnya.

Ali berpendapat, banyaknya pengembang yang beralih dari membangun rumah tapak menengah bawah ke segmen lebih tinggi tidak lain dikarenakan banyaknya kebijakan yang kontra produktif.

Kompleksitas perumahan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch menegaskan, permasalahan dalam sektor perumahan rakyat bukan hanya terkait dalam pembangunan fisik, tetapi memiliki banyak kompleksitas yang mesti dipahami pemerintah.

“Indonesia Property Watch kembali menegaskan bahwa masalah perumahan rakyat bukanlah masalah sepele yang dapat diselesaikan dengan pembangunan yang berorientasi fisik semata,” tuturnya seraya menambahkan, kompleksitas perumahan rakyat meliputi antara lain pemahaman masalah pasar, pembiayaan, sampai pertanahan.

Ia mengemukakan, para pelaku pasar properti sangat berharap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) tidak hanya mengurusi masalah infrastruktur.

Saat ini, harapan untuk perumahan rakyat hanya terpaku pada Kemenpupera yang masih dapat diandalkan untuk dapat mengurai permasalahan perumahan rakyat di Tanah Air.

“Tanpa mengesampingkan permasalahan infrastruktur, seharusnya pemerintah tidak mengabaikan sektor perumahan rakyat karena berbicara mengenai perumahan merupakan kewajiban pemerintah dalam penyediaannya,” tegas Ali.

Dalam sektor perumahan, ujar dia, seharusnya pemerintah tidak hanya berbicara mengenai perumahan secara umum, namun lebih berfokus kepada masalaha perumahan rakyat menengah bawah.

Ia mengingatkan bahwa kondisi harga tanah yang saat ini dinilai sangat mahal diakibatkan tren pasar yang tinggi terhadap pembelian properti selama beberapa tahun lalu.

“Harga tanah untuk masyarakat menengah bawah semakin tidak terjangkau, dan tidak ada usaha dari pemerintah selain menyerahkan ke mekanisme pasar,” ucapnya, menambahkan.

Padahal, Ali mengingatkan bahwa perumahan rakyat tidak dapat diserahkan sepenuhnya ke mekanisme pasar dan pemerintah harus mempunyai instrumen untuk mengendalikannya, salah satunya dengan bank tanah.

Untuk itu, Indonesia Property Watch menginginkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) diharapkan agar dapat lebih memahami tentang masalah perumahan rakyat.

“Seharusnya Bappenas bisa lebih berusaha untuk memahami masalah perumahan rakyat sebagai penentu arah pembangunan perumahan nasional,” katanya.

Menurut dia, Bappenas dinilai masih belum terlalu memahami persoalan perumahan rakyat antara lain karena saat ini masih belum ada “road map” (peta jalan) yang jelas mengenai arah perumahan nasional.

Dengan adanya “road map” sektor perumahan yang jelas, maka diharapkan pertanyaan “quo vadis” (mau ke mana?) sektor perumahan rakyat di Indonesia, juga dapat lebih jelas terjawab. AN-MB