Putu Supadma Rudana Gagas dan Kawal RUU Permuseuman, Tegaskan Harus Sejalan dengan Trisakti Bung Karno, Museum untuk Mengembangkan Peradaban Budaya Bangsa
Foto: Pengagas dan pemrakarsa Rancangan Undang-Undang Permuseuman (RUU Permuseuman) dan Ketua Asosiasi Museum Indonesia, Putu Supadma Rudana (PSR) yang juga Anggota DPR RI Dapil Bali.
Jakarta (Metrobali.com)-
Sebagai pengagas dan pemrakarsa Rancangan Undang-Undang Permuseuman (RUU Permuseuman) Ketua Asosiasi Museum Indonesia, Putu Supadma Rudana yang akrab disapa PSR yang juga Anggota DPR RI Dapil Bali menegaskan kembali sejumlah gagasannya untuk penguatan permuseuman sebagai sarana mengembangkan peradaban budaya bangsa.
“Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pengelolaan museum, seperti revitalisasi museum. Revitalisasi museum memiliki potensi untuk turut serta menjaga dan mengembangkan peradaban budaya bangsa,” kata Supadma Rudana dalam forum Bakohumas DPR RI, dengan tema ‘Menjawab Tantangan Pengelolaan Museum melalui RUU Permuseuman’, di Gedung DPR RI pada Senin, 5 Juni 2023.
Dalam acara ini, hadir Lestari Moerdijat, Pimpinan MPR RI / Anggota Komisi X DPR RI; Nunus Supardi, Budayawan / Pemerhati Museum; Inosentius Samsul, Kepala badan keahlian DPR RI; Ricko Wahyudi, Perancang peraturan perundang – undangan Madya; dan Ali Akbar itu Ketua Tim Pakar Asosiasi Museum Indonesia untuk RUU Permuseuman.
Supadma Rudana yang juga Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini mengatakan bahwa museum memiliki kesempatan untuk menjaga dan menguatkan kepribadian di bidang kebudayaan, karena koleksinya memiliki nilai-nilai agung yang secara filosofis telah terinternalisasi di dalam Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan pemersatu bangsa, dan NKRI sebagai identitas nasional Indonesia.
“Artinya, museum melalui koleksi kesajarahan yang dimilikinya telah memberikan kontribusi positif bagi 4 pilar kebangsaan Indonesia yang senantiasa kita junjung bersama. Oleh karena itu pemerintah wajib memiliki konsep dan roadmap yang jelas guna menghadirkan kembali segala kebaikan, kemuliaan dan kejayaan nusantara,” papar Supadma Rudana yang kini bertugas di Komisi VI DPR RI ini.
Wakil rakyat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali ini menambahkan bahwa tidak bisa dipungkiri jika museum memiliki potensi untuk turut serta menjaga sekaligus mengembangkan peradaban budaya bangsa. Hal ini sejalan dengan konsep “Tri Sakti” yang digaungkan Proklamator Bangsa, Bung Karno.
“Sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat perlu dan mutlak memiliki tiga hal, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.” Menurut Bung Karno, hanya dengan mengetahui ilmu pengetahuan modern dan mengerti sejarah kebudayaan Indonesia barulah konsep Trisakti dapat dipahami,” ungkap Supadma Rudana yang pernah bertugas di Komisi X DPR RI ini.
Meski demikian, Anggota Fraksi Demokrat DPR RI ini menyebut masih terdapat permasalahan yang mendera optimalisasi pengelolaan museum. Menurut dia, museum belum memiliki daya tarik yang menjadikan museum sebagai destinasi utama untuk dikunjungi dalam waktu senggang atau masa libur.
“Kurangnya perhatian Pemerintah Daerah terhadap pengelolaan museum. Hal ini dilihat dari museum belum menjadi destinasi akhir pekan yang popular bagi masyarakat, belum menjadi pos pengembangan daerah yang terlihat cemerlang bagi pemerintah daerah. Kedua contoh ini indikasi bahwa museum belum bisa menjalin hubungan dua arah yang menjamin pemahaman antar kedua belah pihak,” ungkapnya.
Selain itu, Putu mengatakan sampai saat ini kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) Permuseuman masih belum memadai karena masih terbatasnya lembaga pendidikan dan program pendidikan permuseuman. Saat ini, kata dia, hanya tiga universitas yang memiliki program Pascasarjana Museologi, yaitu Universitas Indonesia (2007-sekarang), Universitas Gadjah Mada (mulai 2008) dan Unversitas Padjajaran (2006−2013).
“Masih disadari kondisi kualitas dan kuantitas SDM yang belum memadai. Masih terbatasnya ketersediaan ahli yang sangat teknis seperti konservasi; bidang kreatif seperti desain tata pamer, edukasi, storytelling; bidang administratif dan manajemen; apalagi dalam bidang pengembangan pemasaran dan promosi Museum,” jelas Supadma Rudana yang juga Pimpinan Museum Rudana & Rudana Fine Art Gallery Rudana ini.
Ia mengatakan optimalisasi pengelolaan museum sejalan dengan Sapta Karsa atau 7 cita-cita terkait Permuseuman Indonesia, yakni adanya UU Permuseuman, pembentukan Badan Permuseuman Indonesia, perlu lembaga akreditasi dan sertifikasi, peningkatan SDM pengelola museum dan pengawalan dari politisasi yang membahayakan kepentingan museum.
Kemudian kebijakan penganggaran yang komprehensif, kelembagaan Museum secara menyeluruh; dan gerakan nasional cinta museum digaungkan kembali. “Saya berharap Sapta Karsa Permuseuman Indonesia semakin terus diselaraskan dan dimutakhirkan dalam kaitannya dengan penguatan kebudayaan bangsa dan peradaban dunia,” ucapnya.
Oleh karena itu, Putu menyarankan arah pengaturan RUU Permuseuman setidaknya perlu mengatur hal yang terkait dengan bagaimana upaya melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikan kepada masyarakat terkait dengan koleksi dan layanan museum.
“Disamping juga terkait dengan kompetensi sumber daya manusia pengelola, wadah organisasi profesi pengelola museum tempat dimana pemutakhiran etos kerja dan koordinasi pengelolaan museum dilakukan, sumber anggaran museum. Diperlukan peningkatan pengawasan dan dukungan anggaran dalam rangka peningkatan kinerja museum di Indonesia,” ujarnya.
Sementara Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan DPR harus menunjukkan perannya untuk betul membenahi permuseuman. Menurut dia, museum di Indonesia dikenal orang awam sebagai tempat penyimpanan barang saja. Padahal, saat ini sudah ada Undang-undang Kemajuan Kebudayaan.
“Museum bukan sekedar gudang, sekedar tempat menyimpan barang tapi museum harus berbicara. Anak-anak usia kecil, sekolah, dewasa dan orang tua harus mendapatkan sesuatu dari museum. Museum harusnya menjadi tempat menyimpan benda-benda yang bisa menjaid catatan kita semua untuk merangkai perjalanan peradaban dan kemanusiaan sepertinya tidak tercermin. Sedih sekali melihat masalah yang banyak terjadi di museum,” pungkasnya. (dan)