Bangli (Metrobali.com) –

Sektor pariwisata diyakini tetap akan menjadi ‘the leading sector’ dan penyelamat bagi perekonomian Bali. Hanya saja, sektor ini tidak boleh dibiarkan terlalu dominan. Bali harus kembali pada strategi lama sekaligus melestarikan warisan leluhur, dengan memberi perhatian lebih kepada dua sektor lain, yaitu pertanian dan industri kerajinan.

“Selama pandemi ini, barangkali tanpa kita sadari, banyak perubahan yang terjadi: preferensi berubah, behaviour (perilaku) berubah, demand (tuntutan) pun berubah. Di saat demand berubah, supply mau tidak mau ikut berubah” kata Putu Astiti Saraswati, Owner and CEO Toya Devasya Hotspring Waterpark dan Toya Yatra Tour and Travel, Senin (27/7/2021).

Menurutnya, tingkat kepedulian (awareness) dan tuntutan (demand) dari kebanyakan wisatawan terhadap ‘health’ and ‘hygiene’, keterlibatan pebisnis pada kegiatan usaha yang memiliki social impact, perhatian terhadap lingkungan dan kecepatan pelayanan melalui digitalisasi akan semakin tinggi.

Sejalan dengan itu, maka Putu Astiti Saraswati turut mengusung Konsep Pariwisata Berkelanjutan dan Pengembangan Wisata Wellness dan Kesehatan seperti yang menjadi peta jalan kepariwisataan Bali, serta kecepatan layanan melalui konsep digitalisasi.

Sebenarnya banyak peluang yang bisa membuat pariwisata Bali bertahan, dalam kurun waktu yang pendek ini kita harus bersabar dan jeli memanfaatkannya. Untuk itu saya sependapat dengan pelaku wisata yang mengatakan bahwa mau tidak mau, yang menjadi harapan besar kini adalah wisatawan lokal dan wisatawan domestik nasional. Orang Bali, harus mau berwisata di daerahnya sendiri, paling tidak untuk menggerakkan ekonomi dalam skala terbatas.

Sementara itu, Indonesia memiliki pasar pariwisata domestik yang besar. Dengan penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa, maka pasar domestik merupakan potensi pariwisata bagi Bali yang sangat menjanjikan. Tetapi, keterlibatan Pemerintah tetap memainkan peran yang besar, terutama kesiapan infrastruktur penunjang pariwisata, seperti internet dan sarana digital lainnya, aksesibilitas, kemudahan penerbangan dan transportasi, dan infrastruktur lainnya.

Bahkan, sebelum pemberlakuan PPKM Darurat, wisatawan domestik secara fakta telah menjadi ‘backbone’ pariwisata Bali. Program work from Bali sangat efektif dalam mengangkat pariwisata Bali, namun harus tertunda karena terjadi peningkatan paparan Covid-19 dan diberlakukannya PPKM Darurat.

“Dengan berbagai perubahan yang harus diakomodasi sebagai akibat dari pandemi Covid 19, dengan kesiapan kita semua untuk berubah dan menyesuaikan diri terhadap tuntutan perilaku pariwisata. saat ini dan paska Covid 19, saya optimis pariwisata Bali kedepan akan menggeliat,” pungkas Putu Astiti Saraswati. (hd)