Riski Sadig

Jakarta (Metrobali.com)-

Setelah setahun pemberlakuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, pelayanan kesehatan kepada masyarakat dinilai masih kurang terutama layanan di Puskesmas sebagai layanan primer.

“Layanan BPJS Kesehatan masih buruk. Banyak rumah sakit (RS) yang tidak menerima pasien, infrastruktur belum siap. Puskesmas juga belum maksimal sehingga proses rujukan belum jalan,” kata Anggota Komisi IX DPR Riski Sadig di Jakarta, Senin (26/1).

Idealnya, Riski menyebut Puskesmas mampu melayani pasien rawat inap penyakit yang sederhana sehingga tidak seluruh pasien yang membutuhkan rawat inap harus dirujuk ke RS.

Riski menyebut Kementerian Kesehatan seharusnya meningkatkan pelayanan puskesmas sehingga tidak ada lagi kasus pasien terlantar karena RS yang kekurangan kapasitas namun Puskesmas tidak sanggup menangani.

Pada raker dengan Menteri Kesehatan minggu lalu, Riski mengatakan Komisi IX telah mendesak Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan infrastruktur puskesmas seperti peningkatan kapasitas, penambahan tempat tidur, penambahan tenaga kesehatan dan penambahan peralatan.

Keterbatasan anggaran disebutnya sebagai kendala utama dari peningkatan infrastruktur layanan primer dimana saat ini anggaran Kementerian Kesehatan hanya berkisar 2,5 persen dari APBN atau sekitar Rp50 triliun.

“Dari jumlah itu, hampir 50 persennya digunalan untuk membiayai PBI (penerima bantuan iuran) BPJS dan sebagian besar lagi untuk belanja pegawai,” ujarnya.

Riski menyebut hal itu ironis karena pemerintah memperbanyak peserta BPJS Kesehatan namun tidak mampu meningkatkan infrastruktur layanan kesehatannya.

“Kita akan perjuangkan peningkatan anggaran ini di Banggar. Kita juga mengupayakan agar anggaran BPJS dan anggaran Kemenkes dapat dipisahkan,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Badan PPSDM Kementerian Kesehatan Usman Sumantri mengatakan Kementerian Kesehatan sedang melakukan intervensi bagi 120 puskesmas di daerah perbatasan.

“Untuk 2015 ada 120 puskesmas yang kita kumpulkan bupatinya untuk penugasan ini. Penempatan tenaga kesehatan nantinya tidak akan satu-satu namun dalam satu paket maksimal delapan tenaga kesehatan,” ujarnya.

Pemilihan puskesmas untuk dilakukan intervensi itu diutamakan di daerah perbatasan, tertinggal dan kepulauan karena keterbatasan anggaran.

Namun Kemenkes juga mendorong agar seluruh puskesmas dapat terakreditasi pada tahun 2019.

“Sekarang baru 30 persen dari sekitar 5.600 puskesmas yang ada. Tapi seluruh puskesmas harus terakreditasi 2019,” ujarnya.

Dengan akreditasi itu maka diharapkan terjadi peningkatan pelayanan terhadap masyarakat terutama peserta BPJS Kesehatan. AN-MB