Foto: Susana diskusi terbuka yang diinisiasi Pusat Studi Undiknas (PSU) Denpasar bersama Forum Forum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) Kabupaten Badung merumuskan konsep menjadikan Badung sebagai model ekonomi sirkular di Bali dan Nasional.

Badung (Metrobali.com)-

Pusat Studi Undiknas (PSU) Denpasar, yang dikenal sebagai lembaga think thank visioner di Pulau Dewata bersama Forum Forum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) Kabupaten Badung menjadi inisiator merumuskan konsep besar, sebuah model ekonomi sirkular untuk menjadikan Badung sebagai model ekonomi sirkular di Bali dan Nasional dengan melibatkan multi stakeholder atau sinergi kolaborasi pentahelix, yang bukan hanya akan mengubah Badung, tetapi juga menjadi teladan bagi Bali dan seluruh Nusantara.

Di sebuah sudut yang tenang di AROUNA Café, Kerobokan, Badung  pada Jumat, 16 Agustus 2024, FGD atau diskusi terbuka digelar dengan penuh semangat. Para pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat, akademisi, pengusaha, pemerintah, komunitas, hingga media berkumpul dalam sebuah perbincangan yang menggugah, dengan satu tujuan mulia yakni membangun ekosistem ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Diskusi terbuka ini menghadirkan para narasumber dari Pusat Studi Undiknas (PSU) Denpasar yakni Kepala Pusat Studi Undiknas (PSU) Denpasar Dr. Gung Tini Gorda, dan Kepala Pusat Kajian Ilmu Sosial Undiknas dengan Dr. I Nyoman Sedana. Narasumber lainnya Armytanti Hanum Kasmito selaku Regional Public Affairs Manager Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia, Ketua Forum Forum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) Kabupaten Badung Gede Suarsa, TPS 3R Desa Adat Seminyak, KBMHD Undiknas dan pihak terkait lainnya.

Diskusi terbuka juga menghadirkan kisah-kisah best practice mengenai pengelolaan sampah seperti program Eco Campus KBMHD Undiknas di Desa Kenderan Kabupaten Gianyar hingga best practice program pemerintah dari DLHK Kabupaten Badung, Dinas PUPR Kabupaten Badung serta bect practice dari pengelola TPS 3R Desa Adat Seminyak hingga masukan dari Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (P3E Bali Nusra).

Ekonomi sirkular merupakan pendekatan sistem ekonomi melingkar dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai tambah dari suatu bahan mentah, komponen, dan produk sehingga mampu mereduksi jumlah bahan sisa yang tidak digunakan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Tidak hanya mengenai sampah dan limbah yang dimanfaatkan untuk menjadi sumber ekonomi. Penerapan ekonomi sirkular juga harus dimulai dari hulu, yaitu produsen membuat produk dari bahan yang bisa digunakan kembali.

Kepala Pusat Studi Undiknas (PSU) Denpasar Dr. Gung Tini Gorda,  dengan penuh keyakinan memaparkan diskusi terbuka ini langkah pertama untuk menyatukan kekuatan Pentahelix, sinergi dari lima elemen masyarakat sebagai kunci untuk mempercepat transformasi menuju ekonomi sirkular atau ekonomi hijau di Bali yang bisa dimulai dari Kabupaten Badung. Sinergi pentahelix telah berhasil diimplementasikan Pusat Studi Undiknas dalam mengembangkan Desa Wisata Kenderan di Kabupaten Gianyar dan kini spirit yang sama dihadirkan dan diimplementasikan di Badung.

Pusat Studi Undiknas sudah mengkoordinir dan telah membuatkan suatu pakta integritas sehingga pentahelix untuk menjadikan Badung sebagai role mode ekonomi sirkular ini bisa diimplementasikan dengan terukur, termasuk menyangkut program dan rencana aksi siapa yang berbuat apa. “Jadi tujuan dari Pusat Studi Undiknas adalah bagaimana keterlibatan pentahelix itu benar-benar dapat mempercepat apa yang menjadi tujuan dari sirkular ekonomi, yakni bagaimana mewujudkan ekonomi yang berkesinambungan untuk menuju ekonomi hijau di Bali,” ujar Gung Tini Gorda.

Gung Tini Gorda mengatakan lebih lanjut, penandatanganan tersebut merupakan bentuk komitmen secara tertulis karena semua yang akan dilakukan secara sadar untuk melakukan kegiatan sehingga rencana aksi dan dari program kerja yang disinkronkan dari akademisi, pemerintah, pengusaha, dunia industri, komunitas masyarakat, dan media itu benar-benar dapat terintegrasi sehingga lebih gampang untuk melakukan evaluasi.

Gung Tini Gorda menambahkan, konsep kolaborasi dengan pemerintah adalah apa yang menjadi program dari pemerintah PSU berusaha untuk mengaitkan dengan apa yang sudah dilakukan di dalam lingkungan hidup, seperti bagaimana menjaga kebersihan dari sampah dan sebagainya. Selain itu juga bagaimana perda yang sudah dibentuk dioptimalkan untuk membereskan masalah sampah dari sumbernya yakni di rumah tangga.

Dr. I Nyoman Sedana, Kepala Pusat Kajian Ilmu Sosial Undiknas selaku moderator diskusi juga menyoroti pentingnya pendekatan ekonomi sirkular dalam menangani masalah besar Bali yakni sampah. Sebab ketika kita berbicara tentang Bali, kita tak bisa lepas dari masalah sampah. “Namun, di sini harus ada cara pandang kita memandang sampah sebagai berkah, sesuatu yang memiliki nilai ekonomi jika dikelola dengan bijak,” tegasnya.

Di tengah diskusi, Armytanti Hanum Kasmito dari Coca-Cola Europacific Partners Indonesia juga berbicara dengan semangat menegaskan dukungan Coca-Cola terhadap pengembangan konsep ekonomi sirkular untuk mendorong ekonomi yang berkelanjutan di Bali khususnya juga di Badung. Namun, tanpa komitmen dari semua pihak, dari pemerintah hingga masyarakat, semua upaya akan sia-sia. Karena itu perubahan nyata hanya bisa tercapai jika semua tangan bersatu dalam tindakan nyata.

Armytanti berharap melalui komitmen ini kedepan ada pembagian rencana kerja yang jelas. Dia kemudian mencontohkan Coca-Cola yang sudah memiliki program Bali Beach Clean Up (BBCU) dan edukasi di Desa Werdhi Bhuwana. Harapannya desa-desa ataupun area-area lainnya di Bali bisa digarap oleh industri yang lain dengan pengawasan dan supervisi dari pemerintah daerah.

Sementara itu Ketua Forum TJSP Kabupaten Badung Gede Suarsa juga mengapresiasi dukungan Pusat Studi Undiknas dan Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia dalam program ini. Dia mengatakan, TJSP Kabupaten Badung sangat berharap bisa melangkah kedepan untuk bagaimana caranya mengolah sampah berbasis sumber agar tidak menumpuk di hilir. Dengan konsep mengolah sampah berbasis sumber ini artinya sudah digarap langsung dari sumber sampah itu sendiri.

Gede Suarsa turut menambahkan pandangannya bahwa sampah, jika dikelola dari sumbernya, bisa menjadi roda penggerak ekonomi. Ini bukan sekadar ide, tetapi peluang besar yang bisa kita wujudkan bersama. “Kami yakni bahwa dengan sinergi yang kuat, Badung bisa menjadi pelopor ekonomi sirkular di Indonesia,” ujarnya.

Diskusi ini dihadiri para tokoh salah satunya mantan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Trisno Nugroho yang memberikan dukungannya yang penuh terhadap inisiatif pengembangan konsep ekonomi sirkular untuk mendorong ekonomi yang berkelanjutan di Bali khususnya juga di Badung. Baginya, konsep ekonomi sirkular adalah masa depan yang harus kita raih bersama, bukan hanya untuk Bali, tetapi untuk dunia yang lebih hijau dan lestari.

Diskusi semakin memberikan penguatan terhadap konsep ekonomi sirkular ini ketika hadir kisah-kisah best practice mengenai pengelolaan sampah seperti program Eco Campus KBMHD Undiknas di Desa Kenderan Kabupaten Gianyar hingga best practice program pemerintah dari DLHK Kabupaten Badung, Dinas PUPR Kabupaten Badung serta bect practice dari pengelola TPS 3R Desa Adat Seminyak hingga masukan dari Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (P3E Bali Nusra).

I Made Adi Ananda Permana, Ketua Panitia Abdi PM KBMHD Undiknas memaparkan terkait best practice Peduli Lingkungan Pura melalui program Eco Temple. Program ini fokus untuk mendaur ulang sampah-sampah upakara sehingga memiliki nilai ekonomi. Dengan program Eco Temple ini diharapkan bisa mengurangi timbunan sampah upakara di pura.

Komang Ruditha Hartawan selaku Ketua TPS 3R Desa Adat Seminyak mengatakan bahwa ada dua hal yang membuat pariwisata itu akan bertahan, yakni kebersihan dan keamanan. Dari dua hal inilah dia mulai berpikir untuk ikut berkontribusi mempertahankan pariwisata Bali melalui pengelolaan sampah, khususnya di area pantai Seminyak.

Hartawan kemudian membandingkan kondisi pantai Seminyak pada tahun 2003 yang dikotori oleh tumpukan sampah dan gubuk-gubuk liar dimana-mana. “Berbeda halnya dengan yang sekarang, berkat kolaborasi dengan berbagai pihak, kondisi Pantai Seminyak saat ini sudah tertata dengan baik,” ujarnya.

Asisten 2 Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten Badung, I Bagus Gede Arjana, SE.,M.Si memaparkan tentang pendauran ulang sampah untuk dimanfaatkan menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi. Dia menambahkan bahwa ekonomi sirkular merupakan suatu sistem ekonomi yang diharapkan bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Bali. Konsep ini juga diharapkan bisa meminimalisir kerusakan sosial dan lingkungan. Artinya lingkungan bisa dregenerasi kembali.

Pejabat Penyuluh Lingkungan Hidup Ahli Madya Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung Nengah Sukarta mengapresiasi kegiatan forum diskusi bertajuk ‘Pengembangan Ekonomi Sirkular Untuk Mendorong Ekonomi Berkelanjutan tersebut. Dalam kesempatan tersebut Sukarta memaparkan tentang target pengembangan ekonomi sirkular akan tercapai jika terbangunnya kolaborasi antar pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat.

Sukarta menjelaskan data kabupaten Badung menunjukkan volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Badung mencapai 538 ton per hari. Dari jumlah tersebut, sampah yang masih dibuang ke TPA kurang lebih sebanyak 200 ton. Oleh karena itu, PR paling besar saat ini adalah bagaimana menyelesaikan sampah 200 ton tersebut.

SekretariS Dinas PUPR Kabupaten Badung Nyoman R Karyasa mengatakan bahwa berbicara tentang pengelolaan sampah tidak hanya membuat lingkungan kita menjadi nyaman, tetapi juga mengacu pada keindahan. Inilah yang juga menjadi concern dari Dinas PUPR Kabupaten Badung.

Selama ini Dinas PUPR Kabupaten Badung sudah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan TPS 3R Desa Adat Seminyak, terkait dengan penataan dan pengamanan Pantai Samigita, termasuk didalamnya yang salah satunya adalah terkait dengan sampah.

Claudia dari Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (P3E Bali Nusra) memaparkan pentingnya melakukan evaluasi terhadap pengolahan sampah. Diungkapkannya bahwa P3E Bali dan Nusara telah melakukan evaluasi hampir di seluruh provinsi Bali terkait pengelolaan sampah.

Dari evaluasi tersebut muncul rekomendasi dari P3E, yang utama adalah terkait masalah pemilahan sampah. Ditegaskannya bahwa P3E tidak menggunakan sistem dengan mengkaji dokumen-dokumen, tetapi langsung menuju ke data primer.

Diskusi terbuka ini tidak hanya berbicara tentang teori dan visi, tetapi juga menghasilkan 11 poin aksi nyata yang akan menjadi pijakan untuk masa depan Badung sebagai role model ekonomi sirkular. Mulai dari pembentukan tim kolaborasi, hingga proyek percontohan dan edukasi publik, semuanya dirancang untuk membawa Badung ke arah yang lebih baik, lebih hijau, dan lebih berkelanjutan.