Denpasar, (Metrobali.com)-

Keterlibatan Prabowo dalam pelanggaran HAM adalah fakta sejarah yang tidak bisa dihapus. Wiranto (W), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Agung Gumelar (AG) sebagai anggota dewan kehormatan perwira pada saat peristiwa itu memecat Prabowo, sekarang mendukung yang bersangkutan (dengan alasan personal dengan motif kekuasaan).

Sederet jenderal purnawirawan Polri mendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka. Ada para mantan Kapolri hingga mantan Wakapolri.

Prabowo-Gibran menemui para relawan di Indonesia Arena, GBK, Rabu (25/10/2023). Kegiatan itu dilakukan sebelum Prabowo dan Gibran resmi mendaftar sebagai capres dan cawapres ke KPU.

Dalam kegiatan itu, terlihat sejumlah jenderal purnawirawan yang hadir. Mereka yang hadir yaitu mantan Kapolri Jenderal (Purn) Sutarman, mantan Wakapolri Komjen (Purn) Komjen Ari Dono Sukmanto, mantan Kabaharkam Komjen (Purn) Condro Kirono, mantan Sestama Lemhannas Komjen (Purn) M Iriawan.

Pengamat politik dan kebijakan publik I Gde Sudibya, Rabu 3 Januari 2024 mengatakan bahwa publik mempertanyakan konsistensi integritasnya sebagai mantan perwira tinggi, yang semestinya dijadikan panutan bagi prajurit TNI.

“Dalam dunia persilatan, barangkali mereka pantas disebut sebagai pendekar mabuk. Publik mempertanyakan dimana spirit dan sikap Sapta Marganya?,” katanya.

Dikatakan, keteladan dari Pak Dirman, pendiri TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang kemudian menjadi TNI, dengan motonya: TKR dengan rakyat, laksana air dengan ikan, menyatu dan saling menghidupi.

Menurutnya, Jendral Sudirman yang berlatar belakang guru, berjuang bergerlya bersama rakyat di Jawa Tengah, tidak lagi bisa berjalan karena menderita sakit paru-paru, ditandu oleh anggota pasukannya yang setia, menyebut beberapa: Supardjo Rustam, Tjokropranolo, Wijogo Atmodarminto.

Dikatakan, Goa Semar, “ring madyaning” Gunung Dieng, di atas kota Wonosobo, menjadi saksi perjalanan Pak Dirman, guru sekolah karena panggilan sejarah mengabdi buat negeri kemudian menjadi tentara rakyat. Keteladan prajurit yang abadi, nyaris sirna dewasa ini.

Menurutnya, terlalu tampak, mereka yang semestinya menjadi teladan bagi prajurit, seperti Pak Dirman, Supardjo Rustam (Mendagri), Tjokropranolo, Wijogo Atmodarminto (Gubernur DKI Jaya), ternyata nyaris “tunduk takluk” pada libido kekuasaan.

“Para perwira yang mendukung Pranowo nyaris berseberangan dengan kekuatan rakyat yang bersetia dengan semangat: proklamasi, konstitusi dan reformasi. Meminjam judul sebuah cerpen, fenomena politik sekarang: Rubuhnya Bangun Moralitas dan Etika Kami,” kata Gde Sudibya. (Adi Putra)