Pura Bale Agung, Desa Pakraman Tajun, ring ajeng Pelinggih Padma Tiga.

 

Sabtu. 12 April 2025, raina Purnama Kedasa Sidhi, raina yang bermakna penuh kelimpahan, penuh berkah, bagi mereka yang teguh dalam menjalankan “yasa kerthi”, berdisiplin dalam kehidupan. “Manggeh sing sesana”, memegang teguh etika profesi, punya kecerdasan holistik: Fisik (disiplin), Intelektual (kemampuan kognitif dalam relasi sebab akibat), Emosional (empati), Spiritual (spirit hidup dan kehidupan).
Menjaga tradisi, semestinya diletakkan dalam konteks pengembangan kecerdasan holistik tsb.
Kecerdasan Fisik, menstimulasi disiplin diri dan berkontribusi terhadap disiplin sosial. Tanpa disiplin diri dan disiplin sosial yang menjadi nilai kehidupan, nyaris tidak mungkin memenangkan persaingan dalam kehidupan yang keras.
Kecerdasan intelektual yang lazim diukur dengan IQ, gambaran Kecerdasan kognitif manusia dalam melihat relasi hubungan sebab-akibat, telah lama penting dan menjadi semakin penting di era Kecerdasan Buatan.
Kecerdasan Emosional, yang melahirkan empati ke sesama manusia, modal utama dalam membangun hubungan sosial yang hangat bersahabat, termasuk dalam hubungan sesama warga negara.
Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan yang berangkat dari kesadaran diri, pengetahuan tentang diri sejati, pancaran dari Atman dalam diri, terjawantahkan dalam keluhuran akal budi.
Dalam konteks Manusia Utuh ini, membuat Tradisi bukankah beban, tetapi khazanah kekayaan budaya yang semestinya dilestarikan, tetapi tetap terbuka jiwa besar, kecerdasan untuk melakukan penyesuaian, koreksi sejalan dengan perubahan: Desa (Ruang), Kala (Waktu), Patra (Manusia dan Lingkungannya).

Bukankah kemampuan manusia dan masyarakat dewasa ini, -survival of the fittest-, tidak lagi ditentukan oleh kemampuan fisik, tetapi ditentukan oleh kemampuan dan kecerdasan merespons perubahan -the abality to respons changes-

Jro Gde Sudibya, intelektual Bali, bermukim di Desa Tajun, di “Kaja Kangin ” Bukit Sinunggal, Den Bukit, Bali Utara.