Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer.

Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer sepakat dan mendukung rencana Pemerintah Provinsi Bali untuk menerapkan pungutan sebesar Rp. 150 ribu per wisatawan asing atau turis asing yang datang ke Bali mulai tahun 2024. Saat ini payung hukumnya tengah disiapkan melalui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing Untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali yang tengah dibahas di DPRD Bali dan akan segera ditetapkan menjadi Perda sebelum habi masa kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster pada 5 September 2023 ini.

Namun Demer mengingatkan agar pungutan wisatawan tersebut diperuntukkan sebagai mana mestinya dan tentunya untuk peningkatan kualitas layanan kepariwisataan Bali. “Jangan sampai ada pungutan, namun tidak ada perbaikan dalam hal pelayanan dan infrastuktur,” kata Anggota Fraksi Golkar DPR RI itu belum lama ini.

Demer mengatakan akan berterima kasih dan bahkan mengacungi jempol kepada Gubernur Bali jika memang ada hal baik yang dikerjakan, namun sebaliknya Demer akan mengkritisi jika ada tindakan salah yang dikerjakan oleh Gubernur Koster.

“Saya berterima kasih. Saya bilang kalau dia baik saya berterima kasih, tapi kalau ada kekurangan, saya kritisi. Itulah tanggung jawab sebagai saya warga negara, Bali khususnya. Ketika ada tindakan salah saya akan kritisi, ketika ada tindakan yang baik, saya ucapkan terima kasih dan saya acungi jempol, untuk kepentingan kita bersama,” ungkap politisi yang berjiwa kesatria ini.

Demer mengatakan lebih lanjut tidak ada permusuhan dalam membangun negara selama itu membangunnya konstruktif. Demer juga tidak mempermasalahkan adanya pungutan wisatawan tersebut.

Ia kemudian mengibaratkan memelihara pariwisata Bali sama dengan memelihara Ayam Bertelur Emas. Artinya dana pungutan wisatawan tersebut agar dimaksimalkan untuk kepentingan pariwisata, baik dari segi infrastrukturnya, pelayanannya, maupun fasilitas-fasilitas lainnya. Jangan sampai hasil pungutan tersebut digunakan untuk hal yang tidak tepat.

“Artinya pelihara ayamnya itu peliharalah pariwisata kita, baik infrastrukturnya, baik itu pelayanannya, baik itu fasilitas-fasilitas yang lainnya. Itu yang harus dipelihara. Jangan sampai nanti ketika ada memungut tapi dipakainya untuk yang lain-lain, tidak memelihara ayam bertelur emas. Jangan sampai ada pungutan, ayamnya mati,” ungkap wakil rakyat yang sudah empat periode mengabdi di DPR RI memperjuangkan kepentingan Bali ini.

Demer sekali lagi berharap hasil pungutan wisatawan tersebut dikembalikan sebagai pelayanan yaitu berupa infrastruktur pelayanan, kemudahan pelayanan dan kenyamanan untuk wisatawan yang berkunjung atau berlibur di Bali.

“Jangan sampai pungutan ada, tahu-tahu banjir, jalan berlubang, terus dimana-mana dipungutin lagi, kemudian kejahatan meningkat. Maka pungutan itu sia-sia. Dan itu saya tidak setuju,” tegas wakil rakyat yang berlatar belakang pengusaha sukses dan mantan Ketua Umum Kadin Bali itu.

“Namun, ketika pungutan itu menjadi pungutan yang membuat Ayam Bertelur Emas ini bagus, membuat pelayanan yang bagus, membuat infrastruktur yang bagus, saya acungi jempol. Dan saya ucapkan selamat kalau itu terjadi,” sambungnya.

Demer menilai setiap pungutan pada dasarnya membebani pariwisata jika peruntukannya tidak dikembalikan untuk pelayanan kepada para wisatawan. Dan jika pelayanan tidak diperbaiki maka akan menurunkan daya saing terhadap pariwisata lain. Namun sebaliknya jika pungutan tersebut digunakan untuk memperbaiki pelayanan maka itu akan menaikkan daya saing terhadap destinasi-destinasi pariwisata yang lain.

“Dia akan membebani pariwisata. Artinya apa? Akan menurunkan daya saing terhadap pariwisata yang lain, terhadap destinasi yang lain, kalau tidak diperbaiki untuk layanan. Tapi diperbaiki untuk pelayanan maka justru pungutan itu akan menaikkan daya saing terhadap tempat pariwisata yang lain,” pungkas politisi Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng ini. (wid)