Lumajang, (Metrobali.com)-

Wakil Gubernur Bali Prof. Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati berkesempatan ngaturang ayah nopeng (menarikan topeng) Sidakarya di Pura Mandara Giri Semeru Agung Senduro Lumajang Jawa Timur, serangkaian puncak karya pujawali yang jatuh pada hari Senin, Soma Kliwon Wariga (3/7).

Menurut Wagub yang akrab disapa Cok Ace, Tarian Topeng Dalem Sidakarya adalah tarian sakral yang wajib ditarikan pada setiap upacara, bahkan dari asal usul, Topeng Dalem Sidakarya datangnya dari Jawa Timur, dalam hal ini Lumajang. Selain itu sebagian besar masyarakat Hindu Bali juga berasal dari Jawa Timur, khususnya kawasan Gunung Semeru.
“Ini menunjukkan betapa eratnya persaudaraan kita (Bali dan Jawa Timur, red). Sehingga saya harapkan agar integrasi dan kebersamaan umat Hindu di Bali dan Jawa Timur terus terbangun. Oleh sebab itu, kami upayakan selalu untuk dapat tangkil dan ngaturayah setiap satu tahun sekali, secara bergilir per-Kabupaten,” ungkap Wagub Cok Ace.

Topeng Dalem Sidakarya memiliki makna mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Topeng Sidakarya pun menjadi lambang bahwa pekerjaan atau karya yang digelar sudah selesai dengan baik.

Tari topeng ditampilkan sebagai tari persembahan (wewalen) sebelum acara pemujaan bersama yang dipimpin sulinggih dan romo dukun pandita yang bertujuan agar upacara yang berlangsung dapat terselenggara dengan baik dan selamat serta terhindar dari segala bahaya.

Pada akhir tari ini secara simbolis penari menghamburkan uang kepeng dan beras kuning (sekarura) sebagai lambang pemberian berkat kesempurnaan dan kemakmuran kepada alam semesta dan seisinya.

Selain Topeng Dalem Sidakarya, rentetan karya juga lengkap mempersembahkan wewalian berupa wayang kulit, rejang dewa, rejang renteng, rejang jajar pari, tari baris dan tari legong kejawen.

Puncak karya dipuput oleh tiga (3) sulinggih yakni Ida Pedanda Baturiti, Ida Pedanda Selat Duda, Ida Pedanda Gunung Sari dan banten Jawa dipuput oleh Romo Dukun Pandita Gatot Arco Wardoyo, Romo Dukun Pandita Sukadi dan Romo Dukun Pandita Sutris.

Hadir pula dalam kesempatan tersebut Bupati Karangasem I Gede Dana, Kapolres Lumajang, Dandim Lumajang, serta Para Penglisir Puri Ubud. Untuk melengkapi persembahan, rangkaian karya pujawali juga dilengkapi dengan caru manca kelud atau yang juga disebut sebagai caru panca rupa yang juga digunakan saat upacara “Ngelinggihang” (meletakan) Dewa ring Parahyangan Agung dan Alit, upacara pamungkah, pakiyisan agung/ alit, mapadudusan agung/alit/madya.

Serangkaian pujawali, Ida Betara akan nyejer hingga 14 Juli 2022 dan dalam kurun waktu ini setiap harinya akan dilaksanakan prosesi nganyarin. Umat Hindu yang ingin nangkil dan melaksanakan persembahyangan bisa memanfaatkan waktu tersebut. (Hms Bali)