Jakarta, (Metrobali.com)

Pandemi Covid-19 yang telah melanda dunia memberikan dampak perubahan bagi berbagai tatanan kehidupan masyarakat. Tidak terkecuali di Indonesia, salah satu Provinsi yang mengalami dampak signifikan akibat pandemi ini adalah Provinsi Bali karena selama ini bertumpu pada sektor pariwisata. Kondisi ini menjadikan pertumbuhan ekonomi menurun drastis hingga minus 9 persen. Tidak ingin kondisi ini berlarut-larut, pemerintah ambil sikap.

Salah satu cara yang diambil adalah pencanangan program Work from Bali (WFB) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemenko Bidang Kemaritiman dan ASN tujuh kementerian/lembaga di bawah koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman. Tidak hanya itu, Bali juga rencananya akan digunakan sebagai tempat penyelenggaraan 12 sidang internasional selama setahun kedepan. Di samping itu, implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 10 tahun 2021 terus digalakkan guna menindak tegas setiap bentuk pelanggaran protokol kesehatan di era pandemi.

“Tingkat okupansi hotel-hotel di Bali hanya 10 persen dalam 14 bulan, ini mengakibatkan dampak ekonomi yang signifikan,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves Odo R.M. Manuhutu di Jakarta, Kamis (20-5-2021) soal kondisi Bali terkini. Hal ini diungkapkannya untuk memperjelas alasan penerapan kebijakan WFB oleh Menko Marves Luhut B. Pandjaitan yang diungkapkan pada Selasa (18-5-2021).

Lebih jauh, Deputi Odo mengungkapkan bahwa langkah tersebut diambil untuk meningkatkan rasa percaya wisatawan domestik sehingga mampu memulihkan perekonomian lokal. Peningkatan rasa percaya publik domestik ini diharapkan dapat menciptakan dampak berganda (Multiplier effect) yang membantu memulihkan perekonomian lokal baik. “Setiap satu Rupiah yang dikeluarkan untuk perjalanan dinas ke daerah, termasuk Bali, akan memberikan multiplier effect (dampak langsung, tidak langsung maupun induksi) bagi perekonomian lokal,” tambah Deputi Odo.

Namun demikian, kebijakan WFB yang pada tahun 2000 pasca peristiwa bom Bali juga pernah dilakukan oleh Pemerintah Pusat ini, tidak diambil secara serampangan dan tanpa mempertimbangkan faktor lain. Deputi Odo menyatakan bahwa pemerintahpun telah mengalokasikan anggaran bantuan sosial (Bansos) untuk masyarakat pada masa pandemi ini sebesar Rp 100 triliun. “Jadi tidak benar bahwa pemerintah hanya memfokuskan biaya perjalanan dinas ASN untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata tanpa mempertimbangkan kebutuhan sosial masyarakat secara umum,” tegasnya.

Di sisi lain, Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi mengungkapkan bahwa ada beberapa poin yang disiapkan oleh pemerintah sebelum pemberlakuan kebijakan WFB. Pertama adalah menggenjot program vaksinasi Covid 19 di Bali. “Pak Menko (Luhut B. Pandjaitan) pada Bulan Maret lalu meminta agar program vaksinasi di Bali diintensifkan dari 1,8 juta hingga 3 juta orang per Bulan Mei untuk membentuk kekebalan imunitas sehingga provinsi ini dapat menjadi zona hijau,” jelasnya di Jakarta pada Hari Kamis (20-5-2021).

Sebagai informasi, pada Selasa (18-5-2021), Kemenko Marves melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali dengan ITDC. Dalam Mou tersebut disebutkan bahwa seluruh penyelenggaraan kegiatan di Bali dilakukan dengan standar dan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu, hampir seluruh hotel di kawasan The Nusa Dua telah memperoleh Sertifikasi Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, dan tengah menyelesaikan vaksinasi bagi hampir 10.000 pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di kawasan The Nusa Dua serta masyarakat desa penyangga.

“Untuk melindungi masyarakat di kawasan ini dari penyebaran Virus Corona, seluruh pengunjung baik untuk kebutuhan pekerjaan maupun keperluan lain wajib mengikuti persyaratan perjalanan ke Bali yang diberlakukan oleh pemerintah yaitu melakukan tes swab PCR maupun rapid antigen,” pungkas Jodi.

Editor : Sutiawan