Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)

Kontroversi Proyek PIK (Pantai Indah Kapuk) Dua di Banten, beberapa catatan kritis. Proyek kontroversial ini, bentuk nyata oligarki yang begitu “powerful”, mendapat keistimewaan dari Presiden Jokowi.

Hal itu dikatakan I Gde, Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik, Minggu 17 November 2024.

Dikatakan, sebagai PSN (Proyek Strategis Nasional), diperkirakan sebagai kompensasi atas “bantuan”kelompok pengusaha oligarki ini, ikut membangun IKN.

Dampaknya, kata I Gde Sudibya kepentingan rakyat pemilik tanah di Banten dikorbankan, penentuan ganti rugi semena-mena merugikan rakyat jelata, dan penguasa setempat membiarkannya.

Menurutnya, pemagaran laut di Banten, diberitakan sekitar 23 km tanpa sepengetahuan masyarakat dan aparat setempat. Kerja nelayan dalam mencari nafkah, dalam berita di medsos sudah terganggu. Rasa keadilan, terusik, tidak saja bagi rakyat Banten, tetapi bagi anak-anak bangsa negeri ini, yang mendambakan tegaknya keadilan.

Diperkirakan Proyek ini, dari PIK II sampai dengan PIK XI, akan “melahap” tanah 100 ribu ha. Kawasan lebih luas dari Jakarta dan Singapura. Diperkirakan kalau Proyek ini tidak dihentikan akan terjadi fenomena “mengerikan” negara di dalam negara, dengan konsekuensi serius dalam bidang: ekonomi, politik dan keamanan.

Menurutnya, Proyek PIK Dua ini. punya potensi melahirkan konflik kelas: kelas bawah & menengah VS kelas elite. Punya risiko terjadinya konflik etnis yang berbahaya.

Ironinya, lanjut I Gde Sudibya, konflik kelas yang bisa dipicu oleh negara yang berlaku tidak adil buat warganya, kelompok menengah bawah. Padahal tugas pokok negara menurut konstitusi, menciptakan dan memfasilitasi tercipta dan lahirnya keadilan sosial.

Menurutnya, kasus yang menimpa warga Tangerang Banten, soal waktu saja akan menekan Bali, karena: Perpres tahun 2016 telah menetapkan Kawasan di Seputar Danau Batur, Kawasan Besakih dan Gunung Agung, sebagai KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional), diberikan kemudahan bagi investor berinvestasi, dan didukung oleh UU Cipta Kerja yang pro investor.

“UU ini memberikan kelonggaran dalam Amdal, dan pengusaha bisa menguasai tanah negara sekurang-kurangnya 30 persen.Tanpa mesti punya kepakaran tentang studi pembangunan dan lingkungan, dengan mudah bisa dibayangkan kekuatan destruktif KPSN tsb terhadap: Alam Bali, terpinggirkan masyarakat lokal secara ekonomi dan kultural,” kata I Gde, Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik. (Sutiawan).