Jumpa Pers di Kubu Kopi

Pengacara Hartono (HA), Nyoman Gede Antaguna bersama rekan saat memberikan keterangan pers di Kubu Kopi, Jumat (19/5).

 Denpasar, (Metrobali.com) –

 Pengacara Hartono (HA), Nyoman Gede Antaguna dkk menyatakan,  bahwa operasi tangkap tangan (OTT) kliennya yang dilakukan Siber Pungli Polda Bali 28 Februari 2016  mulai dari sidik dan lidiknya hampir memakan waktu cukup lama  (tiga bulan) dinilai tidak lazim. Penyelesaian kasus ini  sengaja dilakukan aparat hokum untuk mengkriminalisasi kliennya Hartono.

‘’ Ini di luar kelaziman. Biasanya, begitu ditangkap, pelimpahan BAP tidak  sampai satu minggu sudah disidangkan. Hal ini bisa  jadi, bahwa  polisi kesulitan memenuhi bukti kerugian Negara itu. Sehingga kasusnya masih berjalan sekarang,’’ kata  Nyoman Gede Antaguna saat memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartwan di Kubu Kopi, Jumat (19/5).

Dikatakan, karena pertimbangan bahwa kliennya  tidak diproses sesuia dengan aturan maka pihaknya mempraperadilkan pihak kepolisian yang melakukan penangkapan dan penahanan. Hari ini (Jumat/195) adalah  proses persidangan praperadilan yang kedua proses praperadilan. Dan, hari ini (red- Jumat (19/5) adalah jawaban dari pihak Pidkum Polda Bali.

Lebih lanjut dikatakan, karena proses hukum tak lazim itu, maka pihak pengacara Hartono lalu membuat gugatan dengan judul kriminalisasi yang dipaksakan, karena kami menangkap pesan seperti itu. ‘’ Artinya ini kita tahu euphoria selama pungli ini luar biasa, atas perintah presiden Jokowidodo langsung turunanya Menkopolhukam kemudian membuka hotline untuk mendengar pengaduan masyarakat,’’ katanya.

Dikatakan, dalam kasus Hartono ini polisi tidak melakukan penyidikan diawal dulu secara paripurna, karena sebenarnya masa kontrak itu sudah berakhir di akhir tahun 2016. Pada saat 2017 bulan Februari para pihak ini diberikan waktu untuk membayar sampai bulan April 2017 dan diberikan tenggang waktu pelunasan pada bulan Januari-April.

‘’Ditenggang waku itulah kepala saker yang bertanggung jawab penuh terhadap unit yang dia kelola kemudian memberitahukan kepada calon penyewa. Konsep itulah yang dikatakan pemaksaan,’’ katanya seraya menambahkan padahal masa sewa sudah berakhir pada tahun 2016.

Dikatakan, para calon yang sudah diberikan keluasaan untuk menempati unit ruko tersebut diberikan waktu pembayaran dari bulan Januari-April 2017. Kepala saker mempunyai kewajiban untuk memelihara hubungan dengan calon penyewa dan dia memberitahukan pada para calon penyewa ini bahwa jangan sampai lewat bulan April.

Dijelaskan, mereka ini tidak mengikuti harga market yang akan mengalami kenaikan sampai 100% dari harga sebelumnya, dari 34 menjadi 70jt.  ‘’Jadi waktu itu baru mendapatkan pemberitahuan kepada kepala saker ada rencana untuk menaikan 100%.  Info inilah yang diberitahukan kepaada pemilik ruko, mungkin ada yang tidak puas, kemudian ada pengaduan,’’ katanya.

Sementara itu, Staf Bina Marga Irfan mengatakan, Pak Hartono yang mempunyai wewenang dan PPK  dia diberikan wewenang penuh untuk wisma itu. ‘’Karena kontrak juga ruko itu habis, pak hartono mendengar dari menteri keuangan yang mengatur sewa menyewa meginformasikan kepada pak hartono kalau nanti awal Januari 2017 akan ada kenaikan 100%.

Tangkap Tangan

Sebelumnya, metrobali.com memberitakan, Tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus menangkap pejabat tinggi di Kementerian Pekerjaan Umum Wilayah III Denpasar. Kabid Humas Polda Bali, Ajun Komisaris Besar Hengky Widjaja menjelaskan, pejabat tersebut berinisial HA alias HO. “‎Yang bersangkutan ini pekerjaan PNS sebagai Kepala Wisma Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Wilayah III Denpasar,” jelas Hengky di Mapolda Bali, Rabu 1 Maret 2017.

Operasi Tangkap Tangan (OTT) ini bermula dari laporan masyarakat yang dirugikan oleh pelaku dalam hal sewa menyewa enam unit kios yang berdiri di atas lahan milik Bina Marga yang terletak di kawasan Kuta. Menurutnya, pelaku menaikkan harga sewa dua kali lipat dari harga normal sesuai ketentuan yang berlaku.

‎”Menurut aturan, ‎untuk harga sewa pertahunnya Rp34.760.000, namun oleh yang bersangkutan dipungut dua kali lipat harganya yaitu Rp70 juta. Artinya ada selisih sekitar Rp35.420.000 perorang atau perkios dikalikan enam kios,” katanya.

Saat ditangkap, HA tak bisa berkutik. Dari tangannya polisi berhasil mengamankan barang bukti uang senilai Rp211.460.000 yang merupakan harga sewa normal enam unit kios yang disewakan tersebut. Sementara sisanya masuk ke rekening pribadi HA. Selain mengamankan uang, polisi juga menyita handphone pelaku yang dijadikan dasar transaksi percepatan pembayaran harga sewa kios.

‎”Menurut korban harusnya perpanjangan bulan April, sementara pelaku sudah meminta akhir Februari. Menurut aturan harga tiap tahun berubah, sementara untuk tahun ini belum ada (perubahan harga),” paparnya.

Hingga kini, HA masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Mapolda Bali. Polisi tengah mendalami apakah perbuatan pelaku murni inisiatifnya sendiri atau atas perintah orang lain. “Pelaku sampai sekarang diamankan di Polda Bali dan masih dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sekarang sedang dilakukan gelar perkara di Ditreskrimsus. Rencana pengenaan pasal adalah undang-undang tindak pidana korupsi. Untuk sementara yang diamankan baru satu itu, nanti kita kembangkan apakah dia bertindak atas kepentingan pribadi atau ada perintah, atau tindakannya itu apakah diketahui oleh orang lain atau tidak, misalnya oleh pimpinannya atau seperti apa,” demikian Hengky. ‎SUT-JAK-MB