ADA wacana menarik yang terlontar dalam diskusi ‘Membedah SK Reklamasi Jilid II’ yang diselenggarakan atas kerjasama Asosiasi Jurnalis Independent (AJI) Denpasar dan Denpasar Lawyers Club di Grand Bali Beach Hotel Rabu (18/9) yang nyaris luput dari perhatian media yang meliput kegiatan tersebut. Dihadapan forum diskusi, salah seorang pembicara, yang tak lain adalah guru besar Universitas Udayana, Prof. Ibrahim melontarkan wacana Bali Merdeka.
 =========================
Wacana Bali merdeka yang dilontarkan prof Ibrahim ini masih terkait pro kontra Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali Nomor 1727/01.B/HK/2013 tentang ijin studi kelayakan pemanfaatan dan pengembangan perairan Teluk Benoa yang saat ini tengan menyita perhatian sebahagian public Bali. Dalam forum tersebut, Prof. Ibrahim memaparkan bahwa perairan teluk Benoa adalah masuk kawasan konservasi, sebagaimana diatur dalam Perpres nomor 145 dan Perpres nomor 122.
Dikatakan, wilayah perairan Teluk Benoa tidak bisa diapa-apakan sebelum dua aturan tersebut dicabut atau direvisi oleh Presiden. “Kalau anda mau mereklamasi Teluk Benoa, please cabut Perpres 145 dan 122 sebebagai pelaksanaan Undang-undang nomor 26 dan 27. Presiden yang mencabut. Presiden baru mencabut, Bali merdeka. Ini ndak main-main. Sangat serius,’ ujar Prof. Ibrahim  
Sayangnya, statement tentang Bali merdeka tersebut tidak dijelaskan secara detail oleh Prof. Ibrahim. Ia lebih banyak mengkritisi secara persepsi akademis lahirnya SK Gubernur Bali Nomor 1727/01.B/HK/2013 tentang ijin studi kelayakan pemanfaatan dan pengembangan perairan Teluk Benoa.
Menariknya, ternyata ada peserta diskusi yang menyatakan keberatan atas statement guru besar Unud tersebut. Pernyataan Ibrahim tersebut menurut dia sangat dapat dipersepsikan sebagai uapaya provokasi public, Bali untuk merdeka. Peserta yang menyatakan keberatan atas statement prof Ibrahim tersebut adalah Gung De yang kebetulan adalah juga politisi partai Golkar dan hingga saat ini masih menjadi anggota DPR. Keduanya, baik professor Ibrahim maupun Gung De sempat beradu argumentasi tentang pernyataan Bali Merdeka yang dilontarkan Professor Ibrahim.  
‘Ada beberapa hal yang membuat saya miris tadi, mohon maaf, terutama dengan Professor Ibrahim. Bapak ke mari (hadiri diskusi-red) mewakili Rektor Unud. Saya alumni Unud pak. Mungkin statement bapak tadi, di mana ketika Pepres 145 dan 122 (Gung De menyebut Pepres 26-red), dicabut, titik-titik Bali itu pak. Sebagai alumni Unud, Bali merdeka itu saya jujur bilang seperti provokatif pak,’ ujar Gung De.
Pernyataan Gung de ini sontak disambut tepuk tangan beberapa peserta diskusi. Bahkan dari arena diskusi tersebut juga terdengar ada peserta diskusi berteriak, meminta Profesor Ibrahim mencabut pernyataannya.
Pada sesi berikutnya, Professor Ibrahim mendapat kesempatan untuk menjawab pertanyaan sekaligus counter statement yang dilontarkan Gung De. Saat itu juga Prof Ibrahim menegaskan bahwa statement dia tentang Bali merdeka itu adalah karena dirinya selama ini mendapat SMS dari beberapa tokoh masyarakat yang menyatakan bahwa jika Presiden mencabut atau merevisi Pepres 145 dan 122 tentang Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi, dan Teluk Benoa direklamasi, lebih baik Bali dan Lombok merdeka saja.
‘Kalau mau reklamasi Teluk Benoa atau apapun namanya, cabut dulu Pepres 145 dan 122, biar halal. Jadi halalkan dulu baru dilaksanakan. Ini kan masih haram dilaksanakan. Tetapi kalau Presiden mau, ya silahkan. Nah, kenapa saya bilang Bali merdeka, banyak sekali tokoh yang SMS ke saya, ada yang neror saya; prof, Lombok dan Bali merdeka saja kalau ini direklamasi. Ini masih saya terima dari beberapa mantan wakil bupati, mantan anggota DPR, mantan anggota DPD sms saya. Ya saya agak memprovokasi bapak, artinya supaya kita tanggap, o..ternyata kita masih perlu belajar kembali,’ ujar Ibrahim. RED-MB