Foto: Kaprodi Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (PPkn) Putu Ronny Angga Mahendra, S.Pd., M.Pd., yang juga Ketua Tim Hibah Kurikulum MBKM Prodi PPKn FKIP Universitas Dwijendra.

Denpasar (Metrobali.com)-

Sebanyak tiga program studi (Prodi) di Universitas Dwijendra mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan program merdeka belajar kampus merdeka (MBKM) dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Dari tiga Prodi tersebut, dua di antaranya yakni Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah (PBID) dan Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Sementara satu Prodi lagi berada di Fakultas Ilmu Komunikasi yakni Prodi Ilmu Komunikasi.

Kaprodi Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (PPkn)  Putu Ronny Angga Mahendra, S.Pd., M.Pd., yang juga Ketua Tim Hibah Kurikulum MBKM Prodi PPKn FKIP Universitas Dwijendra menjelaskan, dalam menjalankan program merdeka belajar kampus merdeka, pihaknya sudah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak.

Kerja sama di dalam Universitas Dwijendra sudah dilaksanakan dengan Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. “Karena di PPKn Dwijendra kan ada kajian-kajian materi hukum. Kalau kita ke hukum berkaitan dengan hukum acara dan  pidana perdana. Jadi teman-teman dari Fakultas Hukum lah yang juga ada praktisi di sana,” tutur Ronny kepada Metro Bali, Selasa (17/11/2020).

Sementara untuk di luar Universitas Dwijendra, kerja sama yang pihaknya lakukan bersama Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Primakara, Universitas Terbuka (UT) dan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha).

Kerja sama dengan kampus lain ini dilakukan sebagai upaya untuk mengenalkan pembelajaran sisi lain kepasa mahasiswa. Sebab dalam program ini, mahasiswa punya hak sebagai tiga semester untuk memilih pembelajaran yang diinginkan.

“Sebenarnya penekanan merdeka belajar kan kebebasan tiga semester mereka di luar prodinya, baik dengan PT yang berbeda prodi yang sama, PT yang sama prodi yang berbeda atau dengan mitra,” jelas Ronny yang dalam kesempatan ini juga bersama Ketua Tim Hibah Kurikulum MBKM PBID FKIP Universitas Dwijendra Dr. I Ketut Suar Adnyana, S. S., M.Hum.,dan Kaprodi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah Dra. Ni Made Suarningsih, M.Si.

Selain dengan kerja sama tersebut, pihaknya juga melaksanakan esistensi mengajar dengan sekolah mitra. Melalui asistensi mengejar ini, mahasiswa terjun langsung di lapangan dengan melakukan perencanaan sampai evaluasi pembelajaran. Asistensi mengajar ini diekuivalenkan dengan sistem kredit semester (SKS) yang ada di kampus.

“Karena kita punya lab ini, kita berdayakan dulu yang di internal. Nanti seiring perkembangan kan kita menjajagi juga sekolah atau satuan pendidikan yang lain,” tuturnya.

Saat ini, keberadaan mahasiswa PPkn dinilai menjadi benteng dalam menekan masuknya aliran paham radikal ke kampus. Ronny mengatakan, upaya mencegah ini pihaknya tuangkan dalam capaian pembelajaran (CPL) yang ingin dimunculkan kepada lulusannya.

Sebagai calon pendidik Pancasila dan Kewarganegaraan, pihaknya memberikan berbagai pemahaman tentang Pancasila, ideologi yang  harus dikuatkan di kampus. Nantinya hal ini juga bakal diterapkan dalam program kampus merdeka.

Misalnya ketika mahasiswa memilih untuk menjalani kuliah merdeka belajar di STMIK Primakara, mereka bisa memasukkan ideologi ke dalam teknologi. Mereka bisa membuat konten ideologi dengan membuat video atau vlog tentang Pancasila dan kegiatan-kegiatan yang non radikal.

Ronny menilai, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan memiliki ruang dari pendidikan dasar sampai menengah. Namun, pendidikan ini masih dipandang sebelah mata. Hal itu dibuktikan seringnya orang yang tak lulus tes CPNS karena tidak lulus dalam bidang Pancasila dan kewarganegaraan.

Sebelum menyusun program merdeka belajar kampus merdeka, Prodi PPKn FKIP Universitas Dwijendra  telah mengawalinya dengan workshop pengembangan kerjasama antar Prodi dan mitra. Workshop tersebut pesertanya berasal dari luar sehingga hak tersebut bisa memberikan citra positif bagi Universitas Dwijendra sehingga dikenal oleh masyarakat luar Bali.

Selain itu, dengan adanya program merdeka belajar kampus merdeka, secara institusi bisa dijadikan kesempatan untuk membangun citra positif, khususnya bagi FKIP. Melalui program ini, juga bisa menambah kerja sama, tidak hanya pada MoU-nya saja, tetapi juga harus menerjemahkannya ke dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS).

Sementara itu dalam siaran pers Kemendikbud RI, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, mengatakan, program Kampus Merdeka dirancang untuk mendorong perguruan tinggi serta mahasiswa agar dapat mendisrupsi diri dan bertansformasi secara agile.

Hal ini dilakukan seiring perubahan megatrend golobal yang mencakup berbagai aspek kekuatan, seperti demografi dunia, perubahan iklim, kemajuan teknologi, perubahan geopolitik, dan perubahan geoekonomi.

Tujuan pembelajaran saat ini, kata Nizam, tidak lagi membangun kompetensi yang sudah baku, tapi menyiapkan lulusan sarjana yang flexible, adaptive, self-directed, creative, complex problem solver, dan tidak terlepas dari karakter yang kuat.

Kebutuhan tersebut dikemas dalam program Kampus Merdeka yang memberikan hak belajar tiga semester di luar program studi. Pihaknya di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sangat mendorong agar perguruan tinggi dapat berkembang menjadi besar sehingga mahasiswa dapat meningkatkan interaksi belajar antar program studi bahkan antar universitas. (dan)