PRO DAN KONTRA berbagai elemen masyarakat Bali kembali mencuat saat wilayah Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya di Kabupaten Karangasem, Bali, ditetapkan sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011.

Kawasan suci Pura Besakih sebelumnya sekitar tahun 2001 juga sempat diusulkan kepada Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) untuk menjadi warisan budaya dunia.

Akibat protes dan keberatan dari berbagai elemen masyarakat Pulau Dewata, agar kawasan suci Pura Besakih tidak “diotak-atik”, akhirnya usulan Pemerintah Provinsi Bali melalui Pemerintah pusat kepada badan dunia itu akhirnya dibatalkan.

Sebagai pengganti Pura Besakihnya akhirnya diusulkan subak kawasan Catur Angga Batukaru (Kabupaten Tabanan), kawasan Pura Taman Ayun (Badung), daerah airan sungai (DAS) Pakerisan (Gianyar) dan Pura Ulundanu Batur (Bangli) sebagai satu kesatuan yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia (WBD).

Penetapan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN harus disikapi masyarakat dengan bijak sambil menunggu aturan yang jelas. “Jangan terlalu cepat menghakimi pemerintah karena memberlakukan KSPN Besakih, karena belum jelas zona mana saja yang akan masuk sebagai kawasan wisata nasional,” tutur Jero Mangku Subagia, seorang tokoh masyarakat Bali.

Jika zone kesakralan Pura Besakih dilanggar, umat Hindu tentu tidak tinggal diam dan pemerintah untuk itu tentu telah memperhitungkan secara cermat agar tidak merugikan umat.

Oleh sebab itu semua pihak perlu bersabar sebelum ada kejelasan tentang penetapan KSPN terhadap kawasan Besakih, ujar Mangku Subagia, yang juga pendiri Yayasan Siwa Murti yang khusus menggeluti kegiatan spiritual.

Demikian pula Agustika, seorang warga Banjar Kidulingkreteg Desa Besakih mengharapkan jika benar kawasan Besakih ditetapkan sebagai KSPN agar tidak sampai merusak tatanan di tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Dewata.

Pemuda yang sedang menyelesaikan pendidikan strata dua sastra Bali itu mengingatkan, apa pun yang dilakukan pemerintah terhadap kawasan Pura Besakih yang positif sebenarnya tidak masalah.

Masyarakat setempat selalu berusaha melestarikan segala potensi yang ada di Pura Besakih untuk kepentingan spiritual sekaligus mendukung sektor pariwisata.

Pelestarian Besakih dan kawasan sekitarnya memang tanggung jawab masyarakat Besakih, namun tanpa didukung oleh segnap pengunjung yang datang juga mustahil, karena pariwisata pasti memberikan dampak nyata untuk masyarakat setempat.

“Namun jangan sampai karena pariwisata kami menjadi korban bagi kepentingan segelintir orang,” harap Agustika.

Intrupsi KSPN Sidang Paripurna DPRD Bali yang mengagendakan jawaban Gubernur Bali Made Mangku Pastika terhadap pandangan umum Fraksi tentang Ranperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013, diwarnai interupsi anggota Dewan terkait Besakih dijadikan KSPN, Kamis (26/9).

Anggota Komisi I DPRD Bali Dewa Nyoman Rai menginterupsi soal kejelasan kawasan Besakih masuk KSPN. “Interupsi pimpinan. Mohon penjelasan soal kawasan Besakih masuk KNSP,” kata Dewa Rai.

Jawaban itu sangat penting jangan sampai polemik Besakih masuk KSPN menjerumuskan Gubernur Bali. Sebab bukan Pura Besakih tapi kawasan Besakih sebagai KSPN. Ini mohon diluruskan.

Pihaknya mendukung Besakih masuk KSPN bahkan mengusulkan agar Besakih menjadi kawasan pariwisata bertaraf internasional. “Saya usulkan Besakih menjadi kawasan pariwisata internasional bukan hanya nasional,” ujar politisi PDIP asal Kabupaten Buleleng.

Hal senada juga diungkapkan anggota komisi I Made Sumiati penetapan kawasan Besakih menjadi KSPN harus melakukan kajian mendalam. Karena pihaknya tidak sepakat Besakih dieksploitasi untuk pariwisata, meskipun Besakih sudah menjadi unsur daya tarik Wisata (UDTW).

“Kami di Kabupaten Karangasem sudah ada tatanan kawasan pariwisata. Kalau Besakih itu belum masuk kawasan pariwisata, baru sebatas UDTW. Jadi secara spiritual dan mengacu aturan yang ada, bukan Besakih untuk pariwisata, tapi pariwisata untuk Besakih. Ada ketentuan mana yang boleh-mana yang tidak,” ujar I Made Sumiati, asal pemilihan Kabupaten Karangasem.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjawab intrupsi anggota dewan itu menjelaskan, dari 88 KSPN di seluruh Indonesia ada 11 KSPN di Bali, salah satunya Besakih sebagaimana diatur dalam PP Nomor 50 tahun 2011.

Penetapan sebagai KSPN bukan kawasan Pura Besakih tetapi Besakih dan bentangan Gunung Agung. “Tidak ada kata-kata Pura Besakih, tapi kawasan Besakih dan bentangan Gunung Agung sehingga bisa diikembangkan kawasan pariwisata nasional.

Dalam pasal dan ayat yang ada di PP Nomor 50 Tahun 2011 disebutkan pengembangan KSPN harus memperhatikan kearifan lokal, lingkungan hidup dan daya dukung wilayah. Tidak ada yang mengancam sedikit pun kesucian pura dan kawasan suci tersebut.

Gubernur Pastika membantah usulan Besakih masuk KSPN merupakan usulan dari Pemerintah Provinsi Bali. Sesungguhnya tidak pernah gubernur mengusulkan Besakih masuk KSPN.

“Saya sudah cek tidak ada surat usulan itu. Saya juga bingung dari mana dapatkan informasi itu. Saya harapkan jangan gubernur dijadikan bulan-bulanan,” harap Pastika yang baru saja dilantik untuk masa jabatan keduanya.

Sementara Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Gede Pitana dalam kesempatan terpisah mengatakan, penetapan KSPN wilayah Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011.

Adanya keberatan beberapa pihak itu tidak harus ditanggapi dengan membatalkan penetapan kawasan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN. karena perubahan atau amandemen peraturan perundangan memerlukan prosedur yang sudah baku.

KSPN bisa berbasis pada tema pengembangan pariwisata alam, budaya termasuk wisata religi dan spiritual sebagaimana KSPN Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya.

Besakih, selalu menebar kedamaian bagi masyarakat Pulau Dewata. Umat Hindu Bali meyakini di pura agung itulah para dewa-dewi bertahta dan turun ke mayapada membebaskan manusia dari musibah dan bencana.

Karena itu, kesucian dan kesakralan pura terbesar dan termegah di Pulau Dewata, senantiasa terjaga hingga sekarang.

Pura yang terletak di kaki Gunung Agung itu, wilayah Kabupaten Karangasem Bali timur, 80 km timur Denpasar itu selalu menjadi pusat kegiatan ritual umat Hindu, termasuk upacara “Betara Turun Kabeh” (dewata turun semua) yang digelar setiap tahun pada “purnama kedasa” (bulan purnama ke sepuluh).

Kharisma Besakih, tidak hanya dikagumi umat Hindu di Bali, namun juga wisatawan nusantara dan mancanegara. Mereka selalu menyempatkan diri untuk bertandang ke Besakih, jika berlibur Pulau Dewata.

Para peserta kontes kecantikan “Miss World” wanita terpilih dari 130 negara yang tengah berlangsung di Bali juga mendapat kesempatan mengunjungi Pura Besakih .

Pura yang terdiri atas beberapa kompleks bangunan suci yang menjadi satu-kesatuan itu tak terpisah itu, pondasinya konon dibangun oleh Rsi Markandeya dari India pada zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (1007 Masehi).

Besakih tercatat dalam prasasti Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa. Besakih mempunyai fungsi paling penting diantara pura-pura lainnya di Pulau Dewata.

Peran dan fungsi yang sangat istimewa, antara lain sebagai Pura “Rwa Bhineda”, “Sad Kahyangan”, “Padma Bhuana” dan pusat dari segala kegiatan ritual keagamaan.

Pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (tahun 1007), hingga pemerintahan Raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan (tahun 1444 dan 1454 Masehi) sangat menghormati Besakih.

* Ketut Sutika