Denpasar, (Metrobali.com)

Gubernur Bali Wayan Koster kembali tegaskan bahwa Gunung-gunung yang ada di Bali tidak lagi menjadi destinasi wisata. Hal ini berimbas pada aktivitas mendaki berwisata di Gunung yang akhirnya juga tidak diperbolehkan lagi.

Pernyataan tersebut ia sampaikan pada Rapat Koordinasi Pariwisata Bali Menuju Bali Era Baru di Wiswa Sabha pada, Rabu 31 Mei 2023.

“Karena Gunung merupakan kawasan disucikan maka kita melarang pendakian Gunung. Dan akan dikeluarkan peraturan daerah untuk mengatur semua,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Kamis 1 Mei 2023 pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya kebijakan ini terkesan “kepupungan”. Di mana pemerintah daerah baru ngeh, padahal konsep dan filosofi Gunung dan laut adalah kawasan suci yang tak boleh disentuh dengan kegiatan yang merusak kesucian tempat itu.

“Segara adalah tempat penyucian betara betari.Touris tidak boleh berbikini, tetapi harus pakaian adat madya. Tidak boleh ada beach club,” ujar Netizen.

Jro Gde Sudibya mengatakan lhat saja gesture pejabat di sekitarnya, tampak tidak terlalu paham terhadap apa yang disampaikan oleh yang bersangkuta. Barangkali kombinasi dari rasa enggan (ewuh pakewuh), kasian dan juga ketidak mengertian.

Dikatakan, akibat dari dugaan cara pikir (yang salah fatal), seakan-akan pemimpin yang datang dari negara “antah berantah” mengabaikan kinerja pemimpin-pemimpin sebelumnya (bahkan dianggap tidak pernah ada).

“Berambisi “selangit” peradaban baru fisik Bali, seakan-akan dialah peletak dasar Bali baru untuk 100 tahun ke depan. Faktanya, banyak proyek yang bermasalah ,dari sisi etika dan transparansi proyek, “mencemari” spiritualitas dalam kasus proyek Besakih senilai Rp.950 M, merusak lingkungan,” katanya.

Menurutnya, dalam kasus proyek Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Klungkung plus membebani fiscal daerah, untuk pengururugan tanah dan pembebasan tanah saja perlu dana hampir 2.5 T dari pinjaman, yang mulai tahun depan mesti dilinasi per tahun sekitar Rp.390 M selama 6 tahun.

Selain itu, lanjut Jro Gde Sudibya dalam proyek jalan tol Gilimanuk – Mengwi, yang sekarang telah “mangkrak” selama 3 bulan, menerjang perswahan nan subur sekitar 480 ha, punya potensi mematikan sekitar 80 subak, hal ini patut disayangkan.

“Akibat fatalnya, lanjutnya pemimpin sekarang tidak bisa belajar dari curve belajar selama 50 tahun perjalan pariwisata Bali,” katanya.

Dikatakan, menyebut beberapa saja, di era kepemimpinan Gubernur Sukarmen dan juga Pak Mantra, PHDI Bali, MPLA, Listibiya dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan wisatawan.

Tidak hanya berhenti pada pembentukan lembaga juga diatur menyangkut etika tata cara turis masuk pura, penentuan kriteria tari: Wali, Bali, Bali-balian.ada Lembaga keaagama (PHDI), adat dan budaya tersebut disertakan aktif melakukan pembinaan ke para pelaku usaha, dengan tim lengkap: dinas terkait, DPRD Bali.

Dikatakan, tokoh tokoh seperti: I Gusti Ngurah Sudipta Pandji (budayawan), Tjok. Agung Raka Dherana SH (akhli hukum adat) secara periodik dimintai saran. Sekarang, Gubernur Bali punya tim ahli tetapi tidak kritis dan selalu mengekor pada kebijakan Gubernur Bali.

Pada kepemimpinan sebelumnya, kata Jro Gde Sudibya dinas-dinas terkait, terutama Dinas Pariwisata melakukan monitoring dari hari ke hari perkembangan pariwisata Bali dan kasus-kasus yang muncul di lapangan dari sejumlah. Dan pada saat itu, media yang memberitakan secara kritis, berimbang dan mewakili kepentingan publik dan didengar oleh pemimpin. Tapi, sekarang Gubernur Wayan Koster tidak mendengar aspirasi media yang kritis.

Dikatakan, Gubernur Bali Wayan Koster dalam menyelesai kasus ekstrim prilaku wisatawan di Bali jangan menyalahkan bupati dan wali kota. Itu tanggung jawab Gubernur Bali. Janganlah persoalan wisatawan ekstrim di bawa-bawa ke persoalan “tidak boleh maju jadi calon bupati dan wali kota”.

“Kearifan kepemimpinan mengajarkan, belajarlah dari kepemimpinan sebelumnya, lalu ambil hikmahnya, tiru filosophi Jawa “mikul duur mendem jero”, yang baik dilanjutkan, yang kurang baik jangan dilanjutkan (tanpa publikasi), dengan sikap rendah hati,” kata Jro Gde Sudibya. (Adi Putra)