Foto: Rombongan Press Tour Humas DPRD Bali bersama awak media saat studi tiru mengunjungi Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dan Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta menggali lebih dalam “Sistem Transportasi Publik Terintegrasi dan Terkoneksi Dalam Satu Tata Kelola” yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta.

Jakarta (Metrobali.com)-

Bali sejauh ini belum mempunyai sistem transportasi umum massal yang memadai sementara tingkat mobilitas masyarakat semakin tinggi, jumlah penduduk bertambah dan Bali berpotensi terjebak dalam persoalan kemacetan.

Bali sangat urgen memiliki sistem transportasi umum massal terintegrasi yang tidak hanya murah, mudah diakses namun juga nyaman dan cepat sampai di tujuan sehingga penggunaan kendaraan pribadi bisa jauh berkurang.

Berangkat dari persoalan ini, Sekretariat DPRD Bali bersama para wartawan yang bertugas meliput di DPRD Bali mengadakan Press Tour untuk studi tiru menggali lebih dalam “Sistem Transportasi Publik Terintegrasi dan Terkoneksi Dalam Satu Tata Kelola” yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta. Studi tiru dilakukan dengan mengunjungi Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta pada 9 November 2022 dan mengunjungi Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta pada 10 November 2022.

Rombongan Press Tour Humas DPRD Bali dipimpin Kabab Persidangan dan Fasilitasi Fungsi DPRD Sekretariat DPRD Bali I Gusti Agung Nyoman Alit Wikrama didampingi Kasubag Tata Kepegawaian, Humas, Protokol Sekretariat DPRD Bali Kadek Putra Suantara dan Ketua Forum Wartawan DPRD Bali (Forwad) Made Arnyana. Rombongan diterima Anton selaku Kepala Bidang Pusat Informasi Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta dan Yayat selaku Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta.

Kabab Persidangan dan Fasilitasi Fungsi DPRD Sekretariat DPRD Bali I Gusti Agung Nyoman Alit Wikrama mengungkapkan hasil htudi tiru ini diharapkan bisa diterapkan di Bali. Melalui studi tiru ini, pihaknya juga ingin tahu lebih jauh bagaimana keterlibatan masyarakat dan stakeholder mendukung program sistem transportasi umum massal terintegrasi yang dibangun Pemprov DKI Jakarta.

“Jakarta menjadi kota dengan sistem transportasi terintegrasi paling maju di Indonesia dan apa yang baik di Jakarta semoga bisa kita tiru dan terapkan di Bali untuk membangun sistem transportasi umum massal di Bali yang sejauh ini memang belum memadai,” kata Agung Wikrama.

Sejauh ini Bali baru mempunyai layanan Bus Trans Sarbagita dan Bus Trans Metro Dewata yang juga sempat diberikan layakan gratis kepada masyarakat. Sayangnya layanan bus ini masih sepi peminat dan lebih banyak kosong setiap harinya.

Bus Trans Sarbagita dan Bus Trans Metro Dewata juga memiliki kelemahan karena tidak punya jalur khsusus seperti Bus Transjakarta sehingga malah kerap bus ini terjebak kemacetan sehingga ketika masyarakat menggunakan bus ini mereka menjadi jauh lebih lama sampai di tujuan dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi.

“Yang saya amati yang menggunakan bus itu yang benar-benar tidak punya sepeda motor dan tidak masalah dengan waktu sampai di tujuan. Misalnya ada dagang acung yang tinggal di Batubulan jualan di Nusa Dua. Kalau Bus Trans Sarbagita dan Bus Trans Metro Dewata bisa seperti Transjakarta bagus sekali,” ujar Agung Wikrama.

Anton selaku Kepala Bidang Pusat Informasi Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta mengungkapkan Jakarta sedang berproses mengintegrasikan angkutan umum baik fisik maupun sistem pembayarannya dan melakukan perubahan paradigma kebijakan.

Kebijakan masa lalu konsep yang dianut yakni Car Oriented Development melalui kebijakan membuat jalan, menyiapkan lahan parkir sehingga orang berlomba-lomba membeli kendaraan pribadi. Pertumbuhan kendaraan pribadi menjadi sangat tinggi, ada 350 kendaraan pribadi setiap hari di Jakarta. Dampaknya kemacetan, ketidaksetaan, hingga degradasi lingkungan.

Untuk mengatasi persoalan itu, saat ini Jakarta melakukan perubahan paradigma pembangunan menjadi Transit Oriented Development, yang memberikan prioritas kepada pejalan kaki dan pesepeda, angkutan umum, kendaraan ramah lingkungan.

Kendaraan pribadi diberikan disenstif misalnya dengan penerapan kebijakan three in one, ganjil genap, ERP, penerapan tarif parkir kendaraan pribadi yang mahal. “Kami tidak melarang orang membeli kendaraan pribadi tapi membatasi orang menggunakannya,” tegas Anton.

Jakarta menekankan pembangunan berorientasi wilayah/area, mengoptimalkan kepadatan kota dengan pembangunan vertical, hingga memprioritaskan pejalan kaki. Jakarta menggunakan bus listrik ramah lingkungan dimana saat ini ada 30 bus listrik Trans Jakarta. “Tahun ini targetnya 100 bus listrik. Tapi masih mahal, 3 miliaran,” ungkap Anton yang ikut membidangi lahirnya busway atau bus Transjakarta.

Jakarta secara massif juga memperbanyak fasilitas pejalan kaki dan peseda untuk memudahkan berpindah. Diyakini ketika jalur kendaraan bertransformasi menjadi jalur pejalan kaki yang nyaman dan aman maka terjadi perubahan paradigma dan gaya hidup warga Jakarta dalam bermobilitas.

Fasilitas bike rack yang disediakan berdekatan dengan halte TransJakarta sebanyak 41 titik lokasi. Ada 18 way finding sepeda sewa saat ini dan sebagian besar berada pada stasiun dan halte. Pemprov DKI Jakarta mendorong jalur sepeda yang terus berkembang saat ini dan telah terbangun lebih dari 20 km.

Lebih lanjut Anton memaparkan perkembangan layanan angkutan umum di Jakarta, mulai dari Mikrotrans (dengan 75 trayek, 2166 armada, 234 ribu penumpang per hari), BRT dan Non BRT (116 trayek, 2.202 unit, 1 juta penumpang per hari), MRT (panjang lintasan 16 km dengan 13 stasiun, 16 armada trainset dengan 123.491 penumpang per hari), LRT (panjang lintasan 5,8 km dengan 6 stasiun, 8 armada trainset dengan 4.462 penumpang per hari), serta angkutan perairan (11 titik pelabuhah, 30 kapal dan 870 orang penumpang per hari).

“Target akhir tahun 2022 seluruh wilayah DKI Jakarta yang terlayani angkutan umum mencapai 95 persen. Semakin banyak orang berpindah dari kendaraan pribadi ke angkutan umum maka manajemen transportasi umum massal makin bagus,” tegas Anton.

Kemudian transportasi Jakarta diintegrasikan melalui sistem “Jak Lingko” yaitu sistem transportasi terintegrasi dan terpadu Jakarta, melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 68 Tahun 2021. Tujuannya mendukung kebijakan peningkatan penggunaan angkutan umum massal, pembatasan kendaraan bermotor perorangan.

Integrasi yang dilakukan yakni integrasi operasional meliputi integrasi fisik, jadwal layanan, rute/lintasan, data dan informasi, sistem pembayaran, hingga paket tarif. Dari integrasi itu diharapkan terwujud ridership.

Lebih lanjut dikatakan sejauh ini implementasi sistem Jak Lingko yakni penataan terminal, penataan stasiun, integrasi data dan informasi, sistem ticketing Jak Lingko. Misalnya naik MRT tidak perlu punya tiket, cukup gunakan aplikasi Jak Lingko.

“Naik tiga moda transportasi cuma bayar 10 ribu, itu lebih murah dan mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum,” kata Anton.

Dalam pengelolaan Jakarta, pemerintah mendorong Jakarta menjadi Kota Kolaborasi. Saat ini Jakarta menjadi City 4.0 dimana Pemprov sebagai kolaborator dan masyarakat sebagai mitra atau rekan. “Banyak pelaku usaha memberikan dukungan untuk bersama-sama membangun Jakarta,” ujar Anton.

Sejauh ini kolaborasi dan inovasi pembenahan sektor transportasi terus menghasilkan dampak positif. Misalnya dengan sejumlah penghargaan yang draih DKI Jakarta seperti Sustainable Transport Award (STA) 2021, dimana Jakarta menjadi Kota Pertama di Asia Tenggara yang memenangkan penghargaan STA itu.

Lalu penghargaan dari Dewan Transportasi Kota Jakarta Award 2022 sebagai Kota Berkeadilan terhadap Disabilitas. Jakarta juga mendapatkan penghargaan dari Ikatan Sport Sepeda Indonesia berkat program menjadikan Jakarta kota ramah bersepeda dan penghargaan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi dimana Jakarta sebagai pelopor keselamatan dalam mengimplementasikan program keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia.

“Dengan berbagai penghargaan itu bukan berarti Jakarta tidak macet, tapi Jakarta terus membenahi sistem transportasi umum massalnya. Tahun 2030 ditargetkan 60 persen warga Jakarta menggunakan transportasi publik,” tegas Anton.

Saat ditanya soal masukan untuk Bali yang berencana membagun LRT, Anton mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama perlu dilakukan survei demand yang potensial menggunakan angkutan umum ini. Dari sebaran titik demand bisa dibuat titik lokasi stasiun.

“LRT kalau untuk Bali sangat bagus bisa menjadi tulang punggung transportasi, tapi berproses ke arah sana memang butuh waktu dan proses dan panjang. Membangun angkutan umum massal tidak pernah rugi, lama-lama kalau layanannya konsisten maka masyarakat akan berpindah kesana. Banyak orang membeli kendaraan pribadi ya karena gagalnya angkutan umum. Jadi kita bangun dulu angkutan umumnya, maka perlahan kendaraan pribadi pasti berkurang,” papar Anton seraya menabambahkan Bali juga bisa mencontoh penerapan pelayanan transportasi umum massal di Jakarta.

Yayat selaku Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta menambahkan sejauh ini ada 20 persen masyarakat Jakarta yang menggunakan tranportasi umum massal. Tapi dari itu hanya 14 persen yang menggunakan layanan tranportasi umum massal murni, sisanya 6 persen menggunakan ojol yang belum terintegrasi dengan layanan tranportasi publik dari pemerintah.

Yayat lantas mengungkapkan ada tiga kunci kesuksesan program transportasi umum massal di Jakarta yakni perencanaan yang matang, keberanian dan leadership yang kuat serta keberlanjutan dari sistem transportasi umum massal itu sendiri. Konsep kolaborasi juga betul-betul dijalankan dengan baik. Yang masuk program strategis daerah mendapatkan dukungan semua SKPD dan stakeholder.

“Operator juga berebutan masuk program Jak Lingko. Dan suka tidak suka angkutan umum memang harus kita subsidi agar angkutan umum terjangkau oleh masyarakat. Itulah yang dilakukan Pemprov untuk menekan harga tarif,” ujarnya. (dan)