Kwee Cahyadi Kumala 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Jaksa Komisi Pemberantasan korupsi mendakwa mantan Presiden Direktur PT Sentul City Tbk dan mant

an Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (BJA) Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng sengaja mempengaruhi saksi.

Sehingga dinilai merintangi penyidikan atas nama tersangka Yohan Yap yang merupakan anak buahnya.

“Setelah terdakwa mengetahui penangkapan terhadap Yohan Yap tersebut, selanjutnya terdakwa memerintahkan Teteung Rosita, Roselly Tjung Dian Purwheny dan Tina Sugiro untuk memindahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan dan dokumen lain terkait PT BJA yang ada di kantor terdakwa di gedung Menara Sudirman kavling 60 ke tempat lain agar dokumen itu tidak dapat disita oleh penyidik KPK,” kata ketua JPU KPK Surya Nelli di gedung pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Yohan Yap ditangkap petugas KPK pada 7 Mei 2014 karena menyuap sejumlah Rp4,5 miliar dari komitmen sejumlah Rp5 miliar untuk mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin terkait pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754,85 hektar atas nama PT BJA.

Swie Teng juga menyuruh Rossely Tjung selaku pengelola keuangan pribadinya untuk membeli beberapa telepon selular agar dibagikan kepada karyawan sehingga melalui ponsel tersebut percakapan tidak dapat disadap KPK.

Swie Teng juga menyuruh pengacara Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh istri Yohan, Jo Shien Ni alias Niniselaku Direktur PT Multihouse Indonesia agar menyepakati Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan PT Brilliant Perdana Sakti (BPS) senilai Rp4 miliar sehingga seolah-olah uang tersebut merupakan transaksi jual beli dan tidak ada hubungan dengan penyuapan Rachmat Yasin. Padahal uang tersebut dikeluarkan untuk menyuap Rachmat.

Ia juga menyuruh sejumlah karyawannya yaitu Rossely, Dian Purwheny, Suwito, Tina S Sugiro dan Lusiana Herdin agar saat diperiksa penyidik KPK tidak melibatkan nama Swie Teng tapi melibatkan nama Haryadi KUmala alias Asie, termasuk pengeluaran uang Rp4 miliar tersebut.

Swie Teng bersama dengan Komisaris Utama PT Indosiar Visual Mandiri Suryani Zaini bahkan membuat simulasi pemeriksaan dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyidik KPK. Hasilnya para saksi pun mengaku bahwa tanggung jawab dilimpahkan kepada Haryadi Kumala yang merupakan adik terdakwa.

Namun kemudian Suwito dan Rossely mengubah keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) setelah dikonfrontir dengan Haryadi sehingga keduanya mengaku bahwa diperintahkan Swie Teng untuk memberikan keterangan yang tidak benar.

Setelah perkara Yohan diputus, petugas KPK pun menangkap Swie Teng pada 30 September 2014 di Taman Budaya Sentul City kabupaten BOgor. Petugas juga menemukan salinan putusan pengadilan Tipikor pada Pnegadilan Negeri Bandung atas nama Yohan Yap tanggal 24 September 2014 tanpa tanda tangan majelis hakim dan tanpa stempel pengadilan.

“Perbuatan terdkawa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 21 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberatnasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 201 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ungkap jaksa Surya Nelli.

Pasal tersebut mengatur tentang setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara Langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi sehingga terancam pidana 3-12 tahun penjara dan denda Rp150-600 juta.

Selain didakwa mempengaruhi saksi, jaksa KPK juga mendakwa Swie Teng menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin saat itu sebesar Rp5 miliar kepada Bupati Bogor ketika itu Rachmat Yasin untuk menerbitkan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan atas nama PT BJA.

Atas dakwaan tersebut, Swie Teng mengajukan nota keberatan. “Saya akan mengajukan eksepsi,” kata Swie Teng.

Pengacaranya, Rudy Alfonso mengungkapkan bahwa Swie Teng saat ini tidak lagi menjabat sebagai Presdir Sentul City maupun Komisaris Utama PT BJA.

“Kami ingin mengoreksi, saat ini jabatan terdakwa sudah mantan,” kata Rudy.

Swie Teng juga meminta pemindahan rumah tahanan dengan alasan sakit.

“Saya punya penyakit jantung, depresi dan insomnia. Kami mohon yang mulia mengajukan pindah rumah tahanan. Sebelumnya di rutan KPK supaya dipindah ke rutan Salemba. Dengan pertimbangan soal penyakit ini, di rutan KPK tidak punya cukup memberikan ruang udara karena rutan KPK ini full. Memang ada kesempatan olahraga 3 kali seminggu selama 1,5 jam tapi kalau cuaca tidak baik, tidak bisa,” kata Swie Teng.

“Mengenai permohonan ini, walaupun merupakan kewenangan majelis tapi jaksa sebagai orang yang mengeksekusi agar menghadirkan dalam sidang dengan waktu cepat. Tapi kami juga mempertimbangkan kalau sakit begtu, kami akan berkoordinasi. Kalau jaksa menyetujui, nanti kami akan koordinasikan,” kata Ketua majelis hakim Sutio. AN-MB