Prabowo Tanggung Beban Hutang per Tahun Rp.800 T Selama 5 Tahun, Akibat Kebijakan Fiscal Jokowi yang Gegabah
Ilustrasi
Denpasar, (Metrobali.com)
Tax ratio hanya 9 persen, terendah semenjak era Orba. Menurut perkiraan jika tingkat efektivitas pemungutan pajak ditingkatkan optimal, semestinya tax ratio bisa mencapai 13 – 14 persen.
Hal tersebut dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik dan kecenderungan masa depan, Jumat 27 September 2024.
Dikatakan, riset investigasi yang dilakukan majalah Tempo dengan beberapa LSM Dunia tingkat efektivitas pemungutan pajak di industri sawit hanya 50 persen.
“Pajak korporasi diturunkan dari 25 persen ke 22 persen, sedangkan PPN dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen. Bentuk nyata dari ketidak-adilan dalam politik fiscal,” katanya.
Dikatakan, Windsfall profit di sektor pertambangan batu bara untuk periode 2021 – 2022, di masa pandemi, dengan ekspor 1,2 M ton batu bara terutama ke China, dengan keuntungan Rp.1,500 T tidak dikenakan pajak, diberikan restitusi pajak.
“Pembebasan pajak tidak diberikan oleh Menkeu, tetapi oleh Menteri Investasi. Keputusan restitusi yang janggal, dan dipertanyakan publik,” kata I Gde Sudibya.
Padahal, menurutnya, manajemen hutang pemerintah selama ini, sebatas “tutup lubang gali lubang”, pembayaran angsuran bunga plus pokok dengan hutang baru. Karena selisih pendapatan negara dikurangi pengeluaran sebelum pembayaran hutang plus bunga, tidak cukup untuk pembayaran hutang.
Dikatakan, Pemerintahan baru Prabowo akan menerima “getahnya”, perkiraan angsuran pokok plus bunganya lima tahun ke depan Rp.800 T per tahun.
Miris.
Dari sisi penerimaan, katanya, pemungutan pajak sarat masalah, dari sisi pengeluaran dalam proyek infrastruktur “sekali tiga uang”.
“Proyek infrastruktur selama 10 Tahun pemerintahan Jokowi telah menambah hutang sekitar Rp.4,000 T, perencanaan yang amburadul, dengan penunjukan tanpa tender, sehingga memudahkan terjadinya potensi moral hazard,” kata dia.
Contohnya, proyek KA Cepat Jakarta – Bandung, Pelabuhan Laut Patimbam, Bandara Kulon Progo dan Kertajati. Dalam press release PPATK yang diberitakan Kompas TV, PSN tahun 2023 senilai Rp.500 T, diduga dikorupsi 36,67 persen, oleh elite birokrasi dan para politisi, dengan aliran dana yang jelas.
Sementara, proyek IKN yang dijanjikan tidak menggunakan dana APBN, murni investasi swasta, ternyata pihak swasta tidak berminat, sehingga dana APBN telah terserap Rp.70 T.
Kebijakan fiscal yang buruk dari sisi penerimaan, dan Kebijakan pengelolaan pembangunan yang buruk dari sisi pengeluaran, melahirkan ruang fiscal yang seret dan sempit, yang menjadi tanggungan pemerintahan Prabowo.
Berdasarkan catatan dari beberapa pengamat ekonomi, bagian pemerintah dalam kerjasa sama bagi hasil (production sharing) dan kontrak karya (profit sharing) di industri perminyakan di era kepemimpinan Pak Harto sekitar 35 persen, di era SBY sekitar 28 persen dan di era Jokowi sekitar 6 persen.
Gambaran dari turun tajamnya pendapatan negara dari sektor migas.
Dewasa ini, perkiraan produksi minyak bumi pemerintah: produksi Pertamina plus kontrak karya dan bagi hasil sekitar 700 ribu barel per hari, dengan impor 2 juta barel per hari Di tengah neraca minyak yang timpang, proyek eksplorasi minyak di ladang minyak Masela, produksi di lepas pantai dibatalkan.
Diganti dengan. produksi di daratan, tetapi belum jelas kapan mulai rencana produksi. Akibatnya, ketergantungan akan impor minyak mentah tinggi, menguras cadangan devisa dan membengkaknya jumlah subsidi BBM.
Kebijakan eksplorasi perminyakan, produksi di kilang minyak (refinery) dalam negeri, impor minyak mentah, pengapalan, asuransi, “brokerage” menjadi tantangan mendesak pemerintahan baru Prabowo. (Sutiawan).