Prabowo Subianto (kiri) dan Joko Widodo berpelukan dalam deklarasi Kampanye Damai di Jakarta, 23 September 2018 (foto: dok).

Pilpres telah usai. Namun kedua kubu belum bertatap muka secara langsung. Akankah pertemuan itu akan terjadi setelah putusan sidang sengketa Pilpres di MK pada 28 Juni nanti?

Sidang sengketa Pilpres 2019 masih berlangsung sengit di Mahkamah Konstitusi (MK). Memasuki sidang ke-3 pada Kamis (20/6), belum ada tanda-tanda Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan bertemu langsung.

Ditemui di Prabowo-Sandi Media Center, Kamis (20/6) juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan kedua calon presiden belum ada rencana bertemu dalam waktu dekat ini. Ia mengibaratkan keduanya masih bertarung untuk memperebutkan kursi kepemimpinan, jadi sedianya pertemuan baru terjadi setelah pertarungan usai 28 Juni nanti. Tapi Dahnil pun tak bisa memastikannya.

“Ya kita lihat hasil ya, kan masih panjang. Khan keputusan kita gak tahu sampai tanggal berapa. Kompetisi belum tuntas. Kita lihat setelah kompetisi tuntas. Khan ini masih dalam ring, masa dalam ring masih bertarung kita sudah peluk-pelukan, belum-belum. Ini belum tuntas. Ya kita lihat nanti, yang jelas pertarungan di ring sudah selesai, tentu kita akan kembali normal seperti biasa,” ujarnya.

Ditambahkannya, narasi rekonsiliasi yang sering digaungkan tidak tepat untuk memfasiilitasi pertemuan antara Jokowi dan Prabowo, karena rekonsiliasi dilakukan apabila ada konflik dalam kompetisi pemilu. Danil menilai tidak ada konflik dalam pemilu, yang ada hanya sebuah kompetisi untuk memenangkan pilpres ini. Dahnil mengatakan ia lebih suka menyebut pertemuan keduanya nanti sebagai silaturahmi.

Moeldoko: Sejak Awal Jokowi Ingin Bertemu Prabowo

Ditemui di kantor staf presiden, Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf Moeldoko, mengatakan dari awal pihaknya selalu mengupayakan terjadinya pertemuan tersebut, namun belum membuahkan hasil.

“Belum tahu persis ya. Substansinya kita belum tahu, intinya bahwa upaya Pak Jokowi untuk bisa bertemu dengan beliau (Prabowo) sangat kuat ya, itu yang perlu kita catat, bahwa dari awal Pak Jokowi sudah menginginkan,” ungkap Moeldoko.

Dahnil Nilai Saksi KPU Kuatkan Fakta Adanya Kecurangan

Sementara itu, menanggapi hasil sidang ketiga di MK, Dahnil menganggap saksi ahli yang ditampilkan oleh pihak KPU telah menguatkan fakta adanya kecurangan. Pada sidang di MK hari ini, KPU menghadirkan Prof Marsudi Wahyu Kisworo yang menyatakan bahwa memang situng KPU dijamin aman dan tidak bisa disusupi. namun website situng rentan untuk disusupi dan diretas.

Jubir BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, memberikan keterangan kepada sejumlah media di Prabowo-Sandi Media Center, Kamis (20/6). (VOA/Ghita).
Jubir BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, memberikan keterangan kepada sejumlah media di Prabowo-Sandi Media Center, Kamis (20/6). (VOA/Ghita).

“Menurut kita justru ahli yang diajukan termohon memperkuat kesaksian sebelumnya, yang disampaikan oleh saksi ahli kita, juga saksi fakta yang kita sampaikan. Apa itu? Salah satunya adalah situng dan website situng itu memang rentan terhadap pemobobolan, rentan terhadap input C1 yang bisa diedit, jadi itu yang tidak dibantah. Itu yang tidak dianulir oleh saksi dari termohon, jadi kesaksian saksi dari termohon justru memperkuat bahwasanya ada fakta kecurangan yang sistematik, terutama dibagian variable situng,” jelas Dahnil.

Di sisi lain, Moeldoko membantah kesaksian dari saksi BPN Prabowo-Sandi Hairul Anas Suadi yang mengatakan bahwa dalam pelatihan saksi TKN Jokowi-Ma’ruf, Moeldoko mengatakan “kecurangan bagian dari demokrasi.” Menurutnya ada salah penafsiran. Ia hanya menegaskan kepada para saksi agar lebih hati-hati dan waspada terhadap kemungkinan adanya kecurangan dalam pemilu.

“Begini ceritanya, saya katakan dalam sebuah demokrasi yang mengedepankan kebebasan, itu apa saja bisa terjadi, termasuk juga kecurangan, bisa terjadi. Untuk itu kalian para saksi harus bekerja sungguh sungguh. Berikutnya kalian harus militan, jangan banyak meninggalkan tempat, bahkan yang pakai kacamata saya tegaskan,” kata Moeldoko.

“Kalian yang menggunakan kaca mata maju ke depan agar sungguh-sungguh memahami apa yang dikerjakan oleh para penghitung suara itu. Konteksnya seperti itu. Jadi tidak ada saya mengajarkan mereka untuk berlaku curang, dalam sebuah demokrasi kecurangan adalah hal yang wajar, itu sebuah pelintiran yang ngawur,” tandasnya. (gi/em)
Sumber : VOA Indonesia