Foto: Praktisi sport tourism I Dewa Putu Susila yang juga pengurus KONI Bali Bidang Hubungan Luar Negeri dan Sport Tourism saat bersama Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti di sela pembukaan Porprov Bali XIV Tahun 2019 di Tabanan, Senin (9/9/2019).

Tabanan (Metrobali.com)-

Fokus segenap insan olahraga di Bali tertuju pada multi event Porprov (Pekan Olahraga Provinsi) Bali XIV Tahun 2019 yang berlangsung tanggal 9-19 September 2019 di Kabupaten Tabanan.

Porprov kali ini juga mendapat sambutan antusias dan dukungan penuh masyarakat Tabanan yang cukup berbangga daerahnya bisa jadi tuan rumah ajang olahraga bergengsi ini.

Harapan besar pun sempat tersemat agar Porprov bertema “Sport, Tourism and Culture” ini sebagai mometum menggali dan membangkitkan potensi sport tourism (pariwisata olahraga) di Bali yang diibaratkan seperti “The Sleeping Giant” atau “Raksasa Tidur” pariwisata Bali.

Khususnya juga sebagai mometum menggali dan memetakan potensi sport tourism di daerah Tabanan yang dikenal dengan julukan “lumbung padi Bali” ini.

Namun menurut praktisi pariwisata olahraga (sport tourism) I Dewa Putu Susila, Poprov Bali di Tabanan ini belum mampu membangkitkan sport tourism Bali khususnya juga Tabanan selaku tuan rumah.

Walau diakui spirit dari tema Porprov ini juga sudah sangat tepat dan bagus sebagai langkah awal menggugah kesadaran pentingnya ada gerakan bersama menggali dan membangkitkan potensi sport tourism Bali.

“Spiritnya untuk mengkolaborasikan sport, tourism dan culture sebagai pondasi sport tourism sudah bagus. Tapi refleksi dan implementasi di lapangan yang belum terlihat terintegrasi nyata,” kata Dewa Susila ditemui di Tabanan, Sabtu (14/9/2019).

Pria yang juga pengurus KONI Bali Bidang Hubungan Luar Negeri dan Sport Tourism ini mencontohkan bahwa kemasan Porprov Tabanan ini belum menjadi daya tarik wisata baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Saat pembukaan Poprov ini misalnya tidak  tampak wisatawan yang mengunjungi dan menyaksikan rangkaian acara. Walau mungkin ada segelintir wisatawan yang kebetulan lewat dan datang ke lokasi acara.

“Memang belum banyak terlihat wisatawan dan belum ada dampak yang signifikan Poprov ini bagi sport tourism,” kata Dewa Susila.

“Walau belum ada dampak nyata ini cikal bakal membangun kesadaran pengembangan sport tourism. Minimal sudah ada niat baik,” imbuh Sekretaris Umum (Sekum) Pergatsi (Persatuan Gateball Seluruh Indonesia) Provinsi Bali itu.

Menurut Dewa Susila belum ada keterpaduan atau integrasi implementasi konsep sport, tourism dan culture pada Porprov di Tabanan ini. “Masih parsial, berjalan sendiri-sendiri,” ujarnya.

Stakeholder terkait pelaku olahraga, pelaku pariwisata juga belum terintegrasi dengan baik untuk mengemas rangkaian acara maupun pertandingan cabang olahraga (cabor) di Porprov ini jadi daya tarik sport tourism. Juga belum ada komunikasi marketing misalnya promosi yang terintegrasi.

“Sistem yang terintegrasi belum terbangun untuk mengemas Porprov jadi daya tarik sport tourism. Jadi dampaknya kepada pariwisata belum terlalu nyata,” katanya.

Pentingnya Sistem Terintegrasi Bangun Sport Tourism

Karenanya diharapkan ke depan harus dibangun sistem terintegrasi tepat sasaran yang mengarah pada stakeholder berkepentingan untuk mewujudkan ajang Porprov jadi daya tarik sport tourism.

“Sistemnya harus terintegrasi. Tidak boleh parsial. Kalau parsial, apalagi setengah hati, ya output dan outcomenya juga setengah-setengah,” tegas Dewa Susila.

Kaitannya dengan perlunya sistem yang terintegrasi, Dewa Susila juga memberikan catatan lain dan masukan untuk pengembangan ajang-ajang Porprov ke depan agar jadi daya tarik sport tourism.

Pertama, perlunya pemetaan kesiapan destinasi wisatanya. Harus dipetakan destinasi atau DTW (Daerah Tujuan Wisata) mana saja yang digali untuk dikembangkan sport tourism.

“Namun perlu disesuaikan dengan karakteristik destinasi itu sendiri dan rencana event olahraga yang akan digelar,” kata Dewa Susila.

Kedua menyangkut seperti apa kemasan event sport tourismnya yang terkait dengan pelaksanaan event Porprov ini. Jangan sampai Porprov ini terkesan hanya jadi tontonan warga lokal tapi tidak mempunyai impact mendatangkan wisatawan domestik hingga mancanegara.

“Jangan berpikir Porprov ini hanya ajang olahraga prestasi tapi harus benar-benar dipikirkan konsepnya untuk bisa dikemas jadi sport tourism,” tegasnya.

Ketiga, tentunya harus didukung kesiapan fasilitas atau sarana prasarana pendukung event sport tourism ini. Misalnya venue-venue olahraganya hingga berbagai fasilitas yang mampu memanjakan para atlet, official maupun penonton.

Keempat, yang tidak kalah penting adalah aspek branding dan promosinya. Event sport tourism haruslah menjadi tools atau sarana yang strategis dalam membangun destination branding dan menjadi gerbang masuk mempromosikan berbagai potensi terkait pendukung pariwisata.

“Dampak nilai promosi dan value branding yang ditimbulkan sport tourism sangat powerful  dan impactful baik pra event, saat event dan pasca event,” tandas Dewa Susila yang sukses mendorong adanya kerja sama luar negeri antara KONI Bali dan Dewan Olahraga Provinsi Jeju, Korea Selatan dalam meningkatkan prestasi altet Bali.

Pria yang juga Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Cabang Bali ini memang dikenal getol menyuarakan dan memperjuangan pengembangan keolahragaan di Bali khususnya dari aspek sport tourism dan industri olahraga. Dewa Susila juga terlibat aktif memberikan masukan dalam perancangan dan pembahasan Perda Keolahragaan.

Sejumlah masukannya yang diakomodir secara penuh adalah pasal mengenai sport tourism dan industri olahraga. Ia juga yang pertama kali menyuarakan Bali perlu merancang blue print (cetak biru) atau road map (peta jalan) pengembangan sport tourism. (wid)