HM PRASETYO

Jakarta (Metrobali.com)-

Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan kasus pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi non-aktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto masih terus dilanjutkan oleh Polri.

“Kasus-kasus yang ditangani Polri yaitu saudara AS (Abraham Samad) dan BW (Bambang Widjojanto) yang nantinya akan diserahkan ke Kejaksaan juga untuk menjalani tahapan-tahapannya,” katanya dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Senin (2/3).

Konferensi pers itu dilakukan bersama dengan Jaksa Agung HM Prasetyo, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edi Purdijatno, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, Wakapolri yang juga calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Badrodin Haiti, serta lima orang pimpinan KPK yaitu Taufiquerachaman Ruki, Johan Budi SP, Indriyanto Seno Adji, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.

Sedangkan kasus-kasus yang masih di tahap penyelidikan menurut Prasetyo akan dikaji ulang.

“Kasus-kasus yang dilakukan penyelidkan oleh Mabes Polri melibatkan beberapa anggota KPK, satu per satu akan diteliti ulang oleh Polri tentang bagimana kalanjutannya, yang pasti semuanya diharapkan melakukan penyelesaian,” ungkap Prasetyo.

Menurut Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti, setidaknya ada sembilan penyelidikan yang sedang dilakukan Polri terkait dengan personel KPK.

“Kasus yang yang masih penyelikan kalau tidak salah ada sembilan, menyangkut personil di KPK. Kemudian kasus yang masuk ke penyidikan itu ada satu di luar AS dan BW,” kata Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti.

Satu kasus yang dimaksud adalah penetapan seorang penyidik KPK yaitu Novel Baswedan yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan penganiayaan hingga menyebabkan korban jiwa pada 2004 saat Novel menjadi Kepala Satuan Tugas Reserse Kriminal Polda Bengkulu. Pada saat itu Novel yang mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dan ia pun sudah mendapat teguran keras.

Sedangkan penyelidikan yang ditangani Polri antara lain penyelidikan pimpinan KPK Adnan Pandu Praja terkait dugaan pemalsuan surat akta perusahaan pada 2005 saat menjadi kuasa hukum PT Deasy Timber, selanjutnya Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengenai dugaan menerima gratifikasi saat mengani tindak pidana korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) pada 2008.

Pelaksana tugas pimpinan KPK Johan Budi juga dilaporkan karena diduga telah bertemu dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pada 2008-2010 untuk membicarakan tentang kasus yang sedang KPK tangani dan penyelidikan kasus lain.

“Untuk yang masuk ke penyidikan ada instrumen hukum SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) tapi instrumen itu harus ada persyaratannya yaitu sepanjang ada unsur tidak memenuhi,” katanya.

Tapi bila ada (unsur) harus dilanjutkan ke penuntut umum. Sedangkan kalau kasus di penyelidikan bisa saja tidak akan kita lanjutkan tapi menyangkut pihak ketiga sehingga saya harus membicarakan dulu atau berkoordinasi dengan pihak pelapornya agar di kemudian hari tidak terjadi tuntutan oleh pihak Kapolri,” tambah Badrodin.

Meski penyidikan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto tetap berlanjut, KPK sepakat untuk melimpahkan kasus dugaan penerimaan suap dari transaksi mencurigakan dengan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan untuk dilimpahkan ke Kejaksaan dan selanjutnya diserahkan ke Polri.

“Kasus yang ditangani penyidik Polri tentunya tidak sama penyelesaiannya dengan perkara BG (Budi GUnawan) karena perkara BG mengacu pada putusan hakim praperadilan sementara untuk perkara AS dan BW tidak ada putusan praperadilan sehingga sehinga perkaranya terus berjalan,” katanya.

Sekarang perkara (BW dan AS) ditangani Mabes Polri dan Kejaksaan sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), berikutnya jaksa penuntut umum masih menunggu hasil penyidikan dari Mabes Polri dalam bentuk berkas perkara, nanti berkas perkara dari Mabes Polri akan melalui proses prapenuntutan akan kami pelajari kelengkapan formal itu apakah sudah dipenuhi, kata Jaksa Agung Prasetyo.

Terkait kemungkinan deponeering yaitu kewenangan Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, Prasetyo menyatakan hal itu tidak bisa dilakukan sembarangan terhadap kasus AS dan BW.

“Saya belum bisa memberikan jawaban yang pasti apakah akan dilakukan pendekatan dengan melakukan deponeering. Deponeering adalah hak prerogatif jaksa agung tapi tidak bisa diterapkan sembarangan. Alasan satu-satunya adalah demi kepentingan umum. Kita akan melihat perkara AS dan BW ini apakah bisa diterapkan demi kepentingan umum atau tidak, kita belum bisa untuk menentukan sekarang ini,” ungkap Prasetyo.

Mengenai opsi deponeering itu juga belum disampaikan Jaksa Agung ke Presiden Joko Widodo.

“Mengenai deponering AS dan BW juga belum pernah disampaikan ke presiden karena presiden tidak akan pernah mencampuri penegakkan hukum. Ini merupakan tanggung jawab penuh penegak hukum, hanya saja deponering itu tidak bisa diterapkan sembarangan karena satu-satunya alasan untuk deponering hanya untuk kepentingan umum,” tegas Prasetyo. AN-MB