Buleleng, (Metrobali.com)-

Pemberhentian secara sepihak sebagai Kelian Desa Adat Les – Penuktukan, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, oleh beberapa oknum krama desa adat setempat, menjadikan Jro Pasek Wiryasa dengan terpaksa mengajukan gugatan dan menyelesaikan permasalahan ini ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Artinya Jro Pasek Wiryasa melalui tim kuasa hukum Nyoman Sunarta,SH, Gede Suryadilaga,SH dan Putu Indra Perdana,SH secara resmi melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Singaraja.

Kuasa hukum Nyoman Sunarta,SH didampingi Gede Suryadilaga,SH dan Putu Indra Perdana,SH kepada metrobali.com menegaskan bahwa dalam gugatan perbuatan melawan hukum ini, Jro Pasek Wiryasa menggugat sebanyak 6 orang baik dari anggota Kerta Desa, Jro Penyarikan yakni Nyoman Suastana, Ketut Sudira, Nyoman Sungerdana, Made Ardita, Nyoman Adnyana dan juga I Wayan Wiyasa yang mengklaim sebagai Kelian Desa Adat Les-Penuktukan tanpa melalui pemilihan sesuai aturan atau awig-awig desa adat setempat. Bukan hanya itu, dalam hal ini ada juga turut tergugat yakni Gede Yudarta selaku Plt Kelian Desa Adat Les-Penuktukan, Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Tejakula, MDA Kabupaten Buleleng, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali.

“Dengan terpaksa klien kami yakni Jro Pasek Wiryasa selaku Kelian Desa Adat Les – Penuktukan, mengajukan gugatan membawa permasalahannya ke PN Singaraja. Karena ada upaya-upaya atau gerakan-gerakan yang dibuat oleh sekelompok orang untuk melegalkan pemberhentian yang dilakukan terhadap klien kami yakni Jro Pasek Wiryasa sebagai Kelian Desa Adat Les – Penuktukan.” ucap Nyoman Sunarta, pada Kamis, (30/12/2021) usai menghadiri persidangan di PN Singaraja.

“Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa kami sampai saat ini menilai pemberhentian Jro Pasek Wiryasa sebagai Kelian Desa Adat Les-Penuktukan itu tidak sah, karena tidak sesuai dengan awig-awig maupun aturan-aturan lain yang berkaitan dengan adat dan dresta di Desa Adat Les-Penuktukan.” ujarnya menegaskan.

Jadi menurutnya segala upaya-upaya yang terakhir sempat diajukan gugatan oleh salah satu masyarakat anggota kerta desa yang bernama Nyoman Suastana, secara diam-diam menggugat Desa Adat Les-Penuktukan.

“Dalam isi gugatan itu, mereka membuat kesepakatan. Kesepakatan inilah yang sangat merugikan klien kami Jro Pasek wiryasa. Sehingga kami harus nenindak lanjuti ini dengan gugatan yang baru ke PN Singaraja. Jadi kami sudah daftarkan gugatan ke PN Singaraja, dan diagendakan sidang pertama, pada Kamis, 30 Desember 2021.” jelasnya.

“Setelah kami mengikuti dan menghadiri sidang di PN Singaraja dengan Ketua Majelis Hakim Nyoman Dipa Budiana, tidak satupun dari pihak tergugat ini yang hadir, dan juga dari pihak turut tergugat sebanyak 10 pihak yang kami gugat, satupun tidak ada hadir dipersidangan. Sehingga persidangan tetap dilanjutkan untuk memanggil kembali. Ditunda persidangannya, dilaksanakan sidangnya hanya agendanya tidak bisa dilanjutkan karena ketidak hadiran dari tergugat, dan dalam persidangan berikutnya, mereka akan dipanggil lagi.” urai Nyoman Sunarta yang berkantor di Jalan Ahmad Yani Nomor 54 Singaraja-Bali.

Ditegaskan lagi bahwa terdapat tiga kelompok yang digugat, diantaranya yang pertama itu kelompok yang ada 4 orang tokoh, 3 orang tokoh dari kerta desa yang memfasilitasi dan mengundang pelaksanaan paruman, hal ini juga yang dipersoalkan. Kemudian ada Jro Penyarikan, kemudian ada Wayan Wiyasa, kemudian ada Jro Yudarta yang dipilih sebagai pelaksana tugas (plt) wktu paruman itu. Kemudian Wayqn Wiyasa ini mengklaim dirinya mengatasnamakan kelian desa adat, padahal belum ada pemilihan kelian desa adat yang baru. Kemudian ada juga dari pihak lembaga, dalam hal ini lembaga majelis desa adat Kecamatan Tejakula, ditarik juga sebagai turut tergugat, kemudian dari MDA kabupaten dan MDA Provinsi Bali.

“Kenapa kami ikutkan lembaga adat ini sebagai turut tergugat?, Karena merekalah yang merekomendasikan hasil paruman yang tidak sah ini, dari tingkat kecamatan ke kabupaten, dari kabupaten2 ke provinsi. Dan provinsi mengeluarkan sebuah pengakuan terhadap prejuru, prejuru Desa Adat Les-Penuktukan. Dimana prejuru yang diakui itu, jumlahnya hanya 27, seharusnya sesuai dengan awig-awig yang disebut Peduluan Desa, prejuru didesa adat les-penuktukan itu adalah 28. Hal ini tentu, perbuatan-perbuatan ini semuanya tidak sesuai dengan awig-awig dan dresta yang berlaku di desa adat les dan penuktukan.” tandas Nyoman Sunarta.

Perlu diketahui disini, bahwa Nyoman Suastana selaku Kerta Desa Adat Les-Penuktukan yang ditetapkan tersangka dugaan pencemaran nama baik terhadap Jro Pasek Nengah Wiryasa yang merupakan Kelian Desa Adat Les-Penuktukan yang dituntut diberhentikan, sempat mengajukan gugatan terhadap Desa Adat ke PN Singaraja, beberapa waktu lalu.

Dalam tuntutannya itu, Suastana meminta agar segala biaya dirinya selama menjalani proses hukum ditanggung desa adat. Namun hal itu ditolak keras oleh sejumlah krama Desa Adat Les-Penuktukan yang berujung pada pencabutan gugatan dengan adanya pembuatan kesepakatan.

Salah seorang krama Desa Adat Les-Penuktukan mengaku sangat keberatan jika persoalan hukum yang menjerat Suastana segala biayanya ditanggung oleh Desa Adat. Sebab, persoalan itu adalah personal bukan atas nama Kerta Desa.

“Persoalannya itu kan personal sifatnya, janganlah membawa-bawa nama Kerta Desa. Kalau sampai menggunakan dana desa adat, kami akan melapor ke polisi,” tegasnya. GS