Denpasar, (Metrobali.com)

Wadir Reskrimsus Polda Bali, AKBP Ambariyadi Wijaya, menegaskan, para perusahaan jasa pembiayaan alias finance jangan lagi memakai atau mengerahkan petugas penagih hutang alias debt collector.

Ia menyatakan itu berlatar kasus pembunuhan oleh penagih hutang yang terjadi beberapa waktu lalu karena masalah kredit macet nasabah suatu perusahaan jasa pembiayaan.

“Tentunya menyayangkan peristiwa yang terjadi di Monang Maning, Denpasar, sampai merenggut korban jiwa. Padahal semua sudah tertuang secara jelas dalam aturan bagaimana pihak kreditur menarik jaminan fidusia, apabila pihak debitur tidak bisa melaksanakan kewajibannya,” kata dia, dalam keterangan persnya bersama OJK dan perusahaan jasa pembiayaan, di Denpasar, Bali, Selasa.

Ia mengatakan ada beberapa hal menjadi catatan yang harus dipatuhi perusahaan jasa pembiayaan, sehingga pertemuan secara virtual itu menghasilkan kesepakatan. Seluruh peserta sepakat mentaati dan mematuhi aturan yang telah ada, sesuai UU Nomor 42/1999 tentang Jaminan Fidusia.

Selain itu, perusahaan jasa pembiayaan juga sepakat dengan OJK agar dalam pelaksanaan tugas di lapangan tetap berpedoman pada Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

Selanjutnya, berpedoman dengan Perkap Nomor 8/2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia dan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tentang Jaminan Fidusia agar tercipta kondisi yang kondusif.

OJK sudah pernah melayangkan surat pemberitahuan bernomor S-152/NB.22/2021 tanggal 17 Mei 2021 kepada seluruh direksi perusahaan pembiayaan terkait kerjasama dengan pihak ketiga dan/atau penggunaan tenaga alih daya untuk fungsi penagihan.

Ia mengatakan bahwa pertemuan ini bertujuan sebagai upaya preventif dan preemtif Polri agar peristiwa pembunuhan karena masalah kredit yang terjadi di Jalan Subur, Monang Maning, Denpasar, tidak terjadi lagi.

Berdasarkan Perkap Nomor 8/2011, perusahaan pembiayaan dimungkinkan untuk meminta bantuan kepada polisi untuk melakukan pengamanan guna menguasai fisik dari benda yang diikat jaminan fidusia.

Ia bilang, masih banyak ditemukan tindakan penagih hutang yang tidak sesuai dengan peraturan berlaku, bahkan mengarah ke perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan KUHP, tindakan mereka bisa mengarah ke tindak pidana, salah satunya adalah pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan. “Untuk itu, pihak finance dalam melakukan proses pemberian kredit (survei) dilakukan kepada calon debitur agar lebih teliti dan hati-hati,” kata dia.

“Segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Untuk itu, kami mengimbau kepada finance agar tidak menggunakan pihak ketiga (eksternal polisi) dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia,” katanya.

Sumber : Antara