Foto: Pengadilan Negeri (PN) Denpasar melakukan Sita Jaminan tanah di di kawasan Badak Agung Denpasar pada Senin 22 April 2024.

Denpasar (Metrobali.com)-

Langkah penegakan hukum terbaru dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar memberikan sinar harapan bagi para pemilik tanah yang terjerat dalam sengketa lahan di Bali. Dalam sebuah langkah yang diterima dalam suasana kondusif,  pada Senin 22 April 2024, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar akhirnya melakukan Sita Jaminan bernomor: 1104/Pdt.G/2023/PN Dps atas lahan tanah Pelaba Pura Puri Satria yang menjadi pusat sengketa di kawasan Badak Agung Denpasar.

Permohonan sita jaminan SHM Nomor: 1565 diajukan oleh I Wayan Jayadi Putra SH, dkk selaku kuasa hukum dr. Anak Agung Ngurah Agung Wira Bima Wikrama dkk. Dalam detik-detik penegakan keadilan, Tim Sita Jaminan dari PN Denpasar yang dipimpin oleh Ketua Panitera PN Denpasar, Matilda S.H., terjun ke lapangan mengecek langsung batas-batas lahan objek sita jaminan yang dimaksud serta meminta keterangan pihak terkait.

Dalam detik-detik penegakan keadilan, Tim Sita Jaminan dari PN Denpasar yang dipimpin oleh Ketua Panitera PN Denpasar, Matilda SH, melakukan pemeriksaan langsung di lapangan untuk memastikan batas-batas lahan yang menjadi objek sengketa. Mereka tidak hanya memastikan ketertiban hukum, tetapi juga memberikan harapan baru bagi datangnya keadilan dan kemenangan kebenaran.

Matilda menegaskan, pihaknya melakukan sita jaminan berdasar penetapan Majelis Hakim pada objek SHM 1565 Desa Sumerta Kelod atas nama Laba Pura Merajan Satria. Dengan demikian begitu objek sengketa ini dalam status sita jaminan maka siapa pun tak boleh mengutak-atik.

Matilda menjelaskan dengan tegas bahwa dengan diberlakukannya sita jaminan, tanah yang menjadi pusat sengketa tidak boleh ditransaksikan, disewakan, dijual, atau digadaikan. Hal ini memberikan perlindungan sementara bagi pemilik hak yang sah atas tanah tersebut, memastikan bahwa tidak ada yang bisa melakukan manipulasi atau penyalahgunaan atas tanah tersebut.

”Dengan status sita jaminan ini, maka untuk sementara objek ini tidak boleh dipindahtangankan oleh siapa pun atau pihak mana pun. Artinya, tidak boleh ditransaksikan, baik disewakan, dijual dan digadai itu tidak boleh,” tegas Matilda kepada wartawan.

Setelah sita jaminan ini lanjutnya, jika ada transaksi maka bisa dipidanakan. Dalam proses ini menurutnya tak boleh ada pelanggaran hingga status objek sengketa menjadi klir. Pihaknya juga sudah memastikan batas-batas lahan yang disengketakan.

Kuasa hukum Puri Agung Denpasar, Ketut Kesuma S.H., mengungkapkan bahwa dengan sita jaminan ini, hak pengelolaan dan penguasaan  atas objek tanah ada di tangan kliennya dalam hal ini Turah Bima, Turah Mayun dkk. Ini adalah langkah besar dalam memerangi praktik-praktik tidak sah yang selama ini merugikan masyarakat.

”Beberapa hari lalu penyitaan terhadap SHM 1565 ini di cabut di PN Surakarta dan kami saat ini mengajukan sita lagi terhadap SHM 1565 (objek yang sama) yang lokasinya di Badak Agung utara melalui PN Denpasar. Jadi dengan adanya sita jaminan ini status objek adalah laba pura merajan satria yang tak lain adalah klien kami sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap atau incraht,” tegas Ketut Kesuma yang menduga dalam kasus ini ia mencium keterlibatan mafia tanah.

Awalnya, Sertifikat Hak Milik Nomor: 1565 yang diterbitkan Kantor Badan Pertanahan (BPN) Denpasar, tertanggal 5 Januari 2024 atas nama Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang di kawasan Badak Agung Denpasar, dinyatakan cacat prosedur. Segala dokumen yang dipakai dasar untuk menertibkan sertifikat tersebut sudah dibatalkan.

Dalam prosedur penerbitan sertifikat menggunakan akta 04, yaitu akte perdamaian yang dilakukan oleh Nyoman Liang, Budhi Moeljono (Solo) dan Cok Ratmadi. Didalam akta 04 ini disebutkan menggunakan akta 100 dan akta 101 untuk proses agar sertifikat bisa terbit.

Cacat prosedurnya sebagaimana disebut Ketut Kesuma karena dokumen yang dipakai yaitu akta Nomor 100 dan 101 sudah dibatalkan oleh Cok Samirana (almarhum) dan Nyoman Liang pada tanggal 29 Juni 2015 sehingga hal itulah menjadi dasar pengajuan sita jaminan tanah yang sempet heboh menjadi perhatian publik tersebut.

Namun, perjalanan menuju keadilan sejati masih belum selesai. Meskipun langkah-langkah penting telah diambil, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk memberantas mafia tanah sepenuhnya dan memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang adil dan setara terhadap hak atas tanah mereka.

Sebagaimana matahari terbit setelah badai, demikian pula harapan datang bersama dengan penegakan keadilan. Dengan setiap langkah yang diambil untuk menyelesaikan konflik tanah ini, diharapkan semakin mendekati cahaya terang yang mengusir kegelapan dan membawa keadilan bagi semua. (wid)