Pj Wali Kota Pekanbaru Ditangkap KPK Terkait Dugaan Korupsi Anggaran Daerah, Begini Modusnya
Denpasar, (Metrobali.com)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi penangkapan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, dalam operasi yang dilakukan setelah serangkaian proses penyelidikan. Penangkapan ini didasarkan pada informasi masyarakat yang diterima beberapa bulan sebelumnya dan diikuti dengan penyadapan, survei, serta klarifikasi kepada para pelapor.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan bahwa dugaan korupsi ini terkait dengan penggunaan anggaran daerah, khususnya pengeluaran dana yang tidak dilengkapi bukti pertanggungjawaban yang valid.
“Salah satu modus operandi yang diungkap adalah praktik laporan keuangan fiktif. Misalnya, pembelian alat tulis kantor yang hanya disertai kuitansi tanpa barang yang benar-benar tersedia,” ungkapnya di Denpasar, Bali, Selasa (3/12).
Selain itu, ditemukan adanya praktik pengambilan dana yang kemudian dibagi-bagi tanpa kejelasan penggunaan. KPK mengamankan barang bukti berupa uang tunai dengan nilai awal lebih dari Rp 1 miliar.
Penyelidikan juga mengindikasikan adanya kutipan atau pungutan dari kepala dinas yang kemudian diserahkan kepada pihak tertentu.
Menurut Alexander, modus semacam ini bukanlah hal baru dan telah ditemukan selama lebih dari 20 tahun terakhir di berbagai daerah. Pihaknya menyayangkan fakta bahwa praktik ini masih terjadi, meskipun telah dilakukan berbagai pelatihan dan edukasi antikorupsi kepada para pejabat daerah.
“Para Penjabat (Pj) seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap anggaran yang mereka kelola dan tidak tergoda untuk menyalahgunakan dana publik. Penunjukan sebagai penjabat adalah kepercayaan yang harus dijaga, bukan digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujar Alexander.
Operasi ini, katanya masih dalam tahap awal, dengan saksi-saksi yang tengah diperiksa untuk memperkuat bukti-bukti yang ada. Risnandar Mahiwa dan sejumlah pihak yang terlibat direncanakan akan dibawa ke Jakarta untuk proses hukum lebih lanjut.
KPK juga mengindikasikan bahwa penangkapan ini mungkin terkait dengan pengelolaan proyek atau pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah daerah. Selain itu, ada indikasi bahwa dana-dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, termasuk dalam kegiatan promosi jabatan.
Alexander memberikan peringatan keras kepada pejabat daerah lainnya untuk tidak melakukan pelanggaran serupa. Kasus ini menjadi cerminan bahwa sistem pengawasan internal di beberapa daerah masih lemah, sehingga menciptakan peluang bagi korupsi.
“Kami berharap kasus ini menjadi pelajaran penting. Semua pihak harus lebih waspada terhadap potensi korupsi yang masih tinggi di lingkungan pemerintah daerah,” tutupnya.
(jurnalis : Tri Widiyanti)