Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)

Menarik menyimak berita Atnews tentang pagelaran pertunjukan wayang yang diselenggarakan Kalpori yang mengangkat tema Hasta Bratha, pemimpin yang seharusnya mengayomi rakyat. Tema yang sangat tepat di era yang disebut dalam Jangka Jayabaya sebagai Zaman Edan, zaman di mana mereka yang tidak edan tidak kebagian, walaupun demikian, menurut jangka ini, sebaik-baiknya orang edan, lebih baik orang yang sadar dan waspada (eling lan waspodo, bhs Jawa).

Bagi masyarakat penyastra dan sekehe pesatian di Bali, Asta Bratha sangat populer, diwiramakan dengan nada Swandewi,pada upakara piodalan di Pura-Pura di seantaro Bali terlebih-lebih di perdesaan, sebagai kelengkapan upakara Panca Pagenda, sebagai bhakti Tarpana “menyenangkan” para Dewa, karena telah “hadir” di marca pada, memberikan berkah kesejahteraan dan kedamaian.

Salah satu baitnya:
“Hyang Indra, Surya, Chandra, Nila, Kuwera, Bayu, Baruna, Agni, nahan Welu, Sira te mekaangga Sang Bupati, nahan nian, Inisti Asta Bratha.

Bait Asta Bratha yang merupakan bagian dari Itihasa Ramayana, yang memuat nasehat Rama kepada Wibisana, pasca kakaknya Rahwana gugur di medan laga.
Pesan moral kepemimpinan, untuk meniru sifat/watak delapan Dewa, pemimpin yang terus berjuang untuk: kesejahteraan, keadilan, keteduhan/kedamaian melalui sikap tegas tanpa pandang bulu dalam penegakan hukum( dalam tafsir ke kinian).

Karakter kepemimpinan yang sangat diperlukan di Bali kini dan di tahun-tahun ke depan, untuk tidak menjebak masyarakat Bali “tenggelam” pada wacana tidak produktif, menguras tenaga, berprasangka satu sama lain, melahirkan polarisasi/pengepingan sosial. Pada sisinya yang lain, disrupsi perubahan datang begitu deras, banyak pihak luar melihat Bali sebagai “ladang” investasi yang lukratif, tempat kerja yang nyaman dan tempat istirahat di hari tua yang menjanjikan. Fenomena ini merupakan tantangan, tetapi lebih banyak merupakan ANCAMAN dari perspektif peradaban dan kebudayaan masyarakat Bali itu sendiri.
Bali memerlukan pemimpin dengan karakter Asta Bratha, yang merupakan “Ibu” kebudayaan masyarakatnya.

Dalam konteks ke kinian dengan perspektif ke depan yang sarat dengan ketidakpastian, pemimpin cerdas visioner, dengan kualitas moral prima, menjadi suri teladan bagi generasi muda (milenial, generasi Z) . Punya kemampuan prima (cerdas secara: intelektual, emosional, sosial dan spiritual) menyiapkan warganya untuk mampu bersaing dengan pendatang dari luar sebagai konsekuensi dari globalisme kehidupan.

Di masa lalu di era pertanian, masyarakat Bali dikenal tangguh, di masa depan di era revolusi algorithma, manusia Bali harus membuktikan ketangguhannya, untuk ini Bali memerlukan pemimpin yang tidak mediocore (pas-pasan) apalagi pemicu persoalan. Pemimpin mediocore, “nyapa kadi aku”, mengklaim diri punya kebenaran mutlak, harus dihindari, sehingga kemunduran peradaban Bali harus bisa dihentikan.

Dalam raina Purnama Kaulu hari ini, Minggu, 5 Februari 2023, yang sangat diyakini oleh umat Hindu yang memuja Tuhan Wisnu Cri Narayana, doa dan permohonan tulus dari umat yang memegang teguh dharmanya, melakukan perbuatan baik – mepekardi ayu-, berbuat baik dan terus nunas kerahayuan, astungkara, akan terkabulkan.

Jro Gde Sudibya, Ketua FPD ( Forum Penyadaran Dharma ), penulis buku Agama Hindu dan Kebudayaan Bali.