Keterangan foto : Ketua PHDI Bali Prof Dr. I Gusti Ngurah Sudiana (paling kanan depan) bersama Panitia Pesamuhan Madya PHDI Bali, Kamis (16/8/2018) di Kantor PHDI Bali, di Jalan Ratna, Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Umat Hindu di Bali akan menyongsong karya agung (upakara besar) di Pura Besakih yakni Panca Wali Krama pada pertengahan tahun 2019 mendatang. Karya yang berlangsung setiap 10 tahun sekali merupakan karya terbesar kedua setelah Eka Dasa Rudra yang berlangsung setiap 100 tahun sekali.

Menyikapi persiapan upakara Panca Wali Krama ini, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menggelar pesamuhan madya, Kamis (16/8/2018) di Kantor PHDI Bali, di Jalan Ratna, Denpasar. Salah satu point keputusan adalah adanya pelarangan melakukan upacara ngaben dalam kurun waktu tertentu menjelang upakara maha suci tersebut.

Ketua Panitia Pesamuhan Madya PHDI Bali I Wayan Pasek Sukayasa mengatakan pesamuhan madya ini fokus pada keputusan terkait yasakertih Panca Wali Krama. Misalnya menyangkut kapan mulai dan berakhinya cuntaka, larangan ngaben, pemuput yadnya hingga nyejer sampai ngineb. “Yang jelas pelaksanaannya mengacu pada bhisama PHDI,” tegas Sukayasa.

Maka selama rangkaian pelaksanaan upakara Panca Wali Krama umat Hindu di Bali melakukan  yasakertih, terutama dalam bentuk kesiapan mental, kesucian hati, maupun kesucian pikiran, perkataan dan perbuatan. Caranya dengan menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak terpuji serta dapat menodai kesucian pelaksanaan upakara tersebut.

Salah satu hal yang tidak boleh dilakukan adalah ngaben. Larangan ngaben ini juga diterapkan saat pelaksanaan Panca Wali Krama di tahun 2009. Saat itu batas waktu yang tidak dibolehkan ngaben atau makingsan di gni adalah sejak 21 Februari hingga 27 April 2009. Hal itu juga tertuang dalam  Surat Edaran No. 054/MDP Ball/XI/2008.

Atas dasar itu pula, sejumlah warga yang meninggal pada kurun waktu tersebut akan dilakukan prosesi penguburan pada petang hari yang salah satunya dilengkapi sarana obor

Lantas, apa yang mendasari adanya larangan melaksanakan upacara pengabenan selama rangkaian Karya Agung Panca Bali Krama tersebut? Ketua PHDI Bali Prof Dr. I Gusti Ngurah Sudiana menyebutkan bahwa karya-karya agung seperti Panca Wali Krama merupakan proses penyucian alam. Karenanya, selama batas waktu tertentu dilakukan proses negtegan karya atau mapanyengker agar peristiwa-peristiwa suci bisa dipertahankan guna mendukung kesuksesan penyelenggaraan karya agung tersebut.

“Larangan melaksanakan upacara pengabenan saat karya agung Panca Wali Krama juga tertuang dalam sejumlah sastra agama atau lontar seperti LontarBhamaKertih,” terang Prof Sudiana yang juga Rektor IHDN Denpasar itu.

Selain membahas karya Panca Wali Krama, pesamuhan madya ini juga melahirkan sejumlah rekomendasi eksternal yang bermanfaat untuk umat Hindu di Bali. Mulai dari pelaksanaan upacara Siwaratri dan menjadikan Besakih sebagai pusat perayaan Siwaratri dunia. Kemudian mendorong calon-calon legislatif dari umat Hindu agar berkomitmen memperjuangkan aspirasi umat Hindu di legislatif.

Lalu mendorong pelaku pariwisata di Bali agar selektif menggunakan simbol-simbol agama yang rentan dilecehkan dan dieksploitasi. “Terutama rekrutmen tenaga kerja yang belakangan ini sangat diskriminatif,” tandas Prof. Sudiana.

Pewarta : Widana

Editor     : Whraspati Radha