AEC 2015

Bogor (Metrobali.com)-

ASEAN Economic Community (AEC) 2015 menjadi salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan para Menteri Riset dan Teknologi negara-negara ASEAN yang tergabung dalam kegiatan ASEAN Science and Technology Week (ASTW) ke-9 di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (25/8).

“Karena 2015 ini kita akan masuk dalam ASEAN Economic Community (AEC),” kata Asisten Deputi (Asdep) Jaringan Iptek Internasional Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) Nada Darmiyanti.

Nada menjelaskan, dalam pertemuan tersebut seluruh peserta bersepakat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) harus mendukung perkembangan ekonomi ASEAN.

Menurutnya, selama ini Iptek hanya digunakan untuk penelitian dan pendidikan, sementara penelitian harus dipakai di masyarakat.

“Kedepan penelitian tidak hanya untuk masuk dalam laci, tetapi harus bisa berguna di masyarakat, sehingga Kementerian Ristek ASEAN harus berfikir bagaimana memperbaharui riset dan teknologi untuk mendukung AEC,” kata Nada.

Nada menyebutkan, AEC juga menjadi latar belakang diadakan acara ASTW, karena ASEAN Community yang segera berlaku akhir 2014. Selain juga berpegang dengan tiga pilar kerja sama ASEAN yakni keamanan, politik, ekonomi, dan budaya.

“Kebetulan Iptek masuknya ke dalam pilar ekonomi dan budaya ASEAN,” ujar dia.

Saat ditanya penelitian yang mendesak dilakukan menghadapi AEC, Nada menjelaskan, dalam pembicaraan ASTW mengarah pada teknologi hijau, yang mencakup lingkungan, energi alternatif, dan kesehatan.

Seperti misalnya dalam mengolah batu bara tidak bisa langsung dijual tetapi harus diedit nilainya melalui teknologi tertentu, sehingga negara-negara ASEAN jangan sampai menjadi market negara maju dengan membeli barang yang harganya mahal sementara bahan baku berasal dari negara sendiri.

“Antara negara maju dan ASEAN harus ada kerja sama jangka panjang agar kita tidak menjadi market negara maju,” katanya.

Nada menjelaskan, dalam pertemuan ini Indonesia juga memiliki peran dalam hal riset dan teknologi terutama untuk sistem peringatan dini dan “open source software”.

“Indonesia dinilai unggul karena kita pernah menghadapi bencana alam terbesar gempa dan tsunami di Aceh. Sehingga kita menjadi pembicara utama dalam dua teknologi ini,” kata Nada.

ASTW ke-9, menurut dia, diisi 15 macam aktivitas, mulai dari 4th ASEAN Science Congress and Conference (18-19 Agustus), tiga ASEAN Flagships Workshops (OSS, EWS-DRR, Biofuel) pada 20 Agustus, South East Asia-Europe Union (EU)-NET Bibliometrics WS (20 Agustus), dan Sustain EU-ASEAN Environment Research (20 Agustus).

Selain itu ada pertemuan ABAPAST, ABASF, dan INASAT pada 21 Agustus yang dilanjutkan dengan The 68th ASEAN COST Meeting pada 22 Agustus. Pertemuan lain yakni ASEAN COST+ Dialogue Partners (23–24 Agustus), ASEAN STI Exhibition (22-25 Agustus), 8 Informal ASEAN Ministerial Meeting on S&T (8IAMMST) pada 25 Agustus, dan ASEAN ST Awards pada acara Ministerial Gala Dinner.

“Di ASTW juga ada eksibisi, peneliti-peneliti dari ASEAN juga membawa hasil-hasil penelitian dan teknologi mereka untuk dipamerkan di Botani Square,” ujar Nada.

ASTW ke-9 digelar di Bogor, Jawa Barat, dari 18 hingga 27 Agustus 2014. Kegiatan ini, masih menjadi bagian dari rangkaian perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional yang diperingati setiap 10 Agustus. AN-MB