Gigih Wahyu Hari Irianto

Jakarta (Metrobali.com)-

PT Pertamina (Persero) telah mengantisipasi kemungkinan migrasi sementara para pengguna elpiji nonsubsidi tabung 12 kg ke tiga kg yang bersubsidi pascakenaikan harga elpiji nonsubsidi.

Wakil Presiden Elpiji dan Produk Gas Pertamina, Gigih Wahyu Hari Irianto di Jakarta, Jumat (22/8), mengatakan, pihaknya sudah menjalankan sistem monitoring elpiji tiga kg (simol3k) yang bisa mendeteksi secara dini penyalahgunaan penggunaan elpiji termasuk migrasi dan pengoplosan akibat disparitas harga 12 kg dan tiga kg.

Menurut dia, dengan simol3k, Pertamina mampu memantau pergerakan tabung elpiji tiga kg di 3.400 agen dan 143.000 pangkalan di seluruh Indonesia.

“Sistem ini bisa memantau penyaluran elpiji tiga kg hingga kelurahan. Jika konsumsi tiba-tiba meningkat secara signifikan maka kami bisa langsung mengantisipasinya secara dini,” katanya.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas, elpiji tiga kg hanya untuk rumah tangga dengan belanja bulanan maksimal Rp1,5 juta dan usaha mikro dengan omset maksimal Rp50 juta per bulan.

Gigih juga mengatakan berdasarkan pengalaman kenaikan harga elpiji 12 kg pada Januari 2014, migrasi hanya terjadi sebulan pascakenaikan.

“Kali ini, kami yakin lebih cepat karena sosialisasi kenaikan harga elpiji 12 kg yang nonsubsidi ini sudah berjalan dengan baik,” katanya.

Menurut dia, pihaknya sudah menyosialisasikan kenaikan harga elpiji 12 kg sejak Januari 2014 atau setelah kenaikan harga terakhir.

“Kami sudah mendapat masukan untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna elpiji 12 kg,” katanya.

Khusus pengoplosan, menurut dia, perbuatan tersebut merupakan tindak pidana kriminal sehingga akan diserahkan kepada kepolisian untuk diproses secara hukum.

Ia juga berharap aparat pemerintah daerah mendukung penyaluran elpiji secara tepat sasaran.

Gigih menambahkan pihaknya terus meningkatkan pelayanan elpiji baik saat ini maupun pascakenaikan nanti terutama penanganan selama pengangkutan, keamanan tabung, petunjuk penanganan, hingga pengecatan ulang.

“Kami akan berikan ‘value’ yang lebih baik, sehingga pengguna akan merasa aman dan nyaman dengan memakai elpiji,” ujarnya.

Saat ini, konsumsi elpiji nonsubsidi 12 kg sekitar satu juta ton per tahun. Sementara, penggunaan elpiji bersubsidi tiga kg, sesuai kuota APBN Perubahan 2014 ditetapkan 5,013 juta ton.

Pemerintah sudah menyetujui kenaikan harga elpiji nonsubsidi tabung 12 kg dan segera melakukan rapat koordinasi untuk menentukan besaran harga dan waktu kenaikannya.

Melalui surat tertanggal 6 Agustus 2014, Pertamina mengajukan kenaikan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.500 kg per 15 Agustus 2014 kepada pemerintah.

Namun, pemerintah meminta Pertamina menunda rencana tersebut sampai dilakukan rapat koordinasi.

Sesuai peta jalan yang disampaikan Pertamina melalui surat tertanggal 15 Januari 2014 ke Menteri ESDM dan Menteri BUMN, kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg akan dilakukan secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian.

Kenaikan harga diperlukan untuk menekan kerugian dari bisnis elpiji nonsubsidi tersebut.

Per 1 Juli 2014, Pertamina berencana menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.000 per kg menjadi Rp6.944 per kg dengan harga di konsumen Rp106.800 per tabung.

Kemudian, per 1 Januari 2015 naik Rp1.500 per kg, 1 Juli 2015 naik Rp1.500 per kg, 1 Januari 2016 naik Rp1.500 per kg, dan 1 Juli 2016 naik Rp1.500 per kg.

Per 1 Juli 2016, harga elpiji diperkirakan mencapai keekonomian sebesar Rp11.944 per kg atau sampai konsumen Rp180.000 per tabung.

Pertamina menghitung tanpa kenaikan elpiji maka bisnis elpiji 12 kg bakal mengalami kerugian mendekati Rp6 triliun pada 2014.  AN-MB