Denpasar, (Metrobali.com)

Bertepatan dengan Hari Suci Saraswati dan Hari Kebangkitan Nasional, Rumah Kebangsaan dan Kebhinnekaan Pasraman Satyam Eva Jayate menggelar upacara melaspas pada Sabtu (20/5). Pelaksanaan melaspas ini sekaligus diresmikan dan dibukanya Rumah KaKek untuk segala aktivitas bagi generasi muda.

Menariknya, pada melaspas yang dipuput oleh Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Gandha Kesuma dari Griya Giri Gandha Madana Penatih ini menggunakan tirta yang berasal dari 45 pura di seluruh nusantara. Jumlah ini juga sama dengan air yang dituangkan di kolam lingga yoni.

Ketua panitia Melaspas, I Ketut Sae Tanju SE MM mengungkapkan melibatkan sebanyak 45 orang pengayah. Masing-masing mendapat bagian untuk membawa dan ngetisin tirta dari berbagai daerah ini.

“Kami libatkan anggota KMHDI se-Bali termasuk para alumni sebagai pengayah untuk ngetisin tirta. Memang sengaja tidak dicampur, biar tetap sesuai asal dan jumlah aslinya,” terang Tanju usai acara melaspas.

Sebagai tempat dan wadah berkreativitas, Tandju menambahkan berbagai acara dan kegiatan terus dilaksanakan. Tak perlu menunggu lama, kegiatan sudah terjadwal hingga 1 Juni mendatang. Diantarnya kelas yoga dan meditasi, pembuatan biopori dan eco enzim, orasi kebangsaan, donor darah, hingga pentas seni.

“Acara sampai nanti pada saat tanggal 1 Juni. Kenapa hingga tgl 1, karena kita ingin menjadikan kelahiran Pancasila sebagai puncak acara,” tukas ketua FA KMHDI Bali.

Sementara, Ketua Yayasan Rumah Kebangsaan Kebhinekaan Ketut Udi Prayudi SE MH menjelaskan momen melaspas ini dinilai sangat spesial. Bertepatan dengan hari suci Saraswati dan Hari Kebangkitan Nasional menandakan spirit pasraman Satyam Eva Jayate yang teguh terhadap dharma negara dan dharma agama.

“Harapannya momentum hari turunnya ilmu pengetahuan ini bisa membangkitkan semangat generasi muda untuk berbuat bagi negara,” ujarnya Udi.

Mantan staf KPU RI ini juga menjelaskan Rumah Kakek memiliki konsep kebangsaan dan nasionalisme. Pondasi bangunan dibangun dari batu seluruh Nusantara dari Sabang sampai Papua, dari Miangas sampai Pulau Rote Ndao.

Di pasraman ini, lanjut Uji, tidak terlepas dari angka atau simbol 17-8-45 atau tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.

“Boleh percaya boleh tidak dan bisa diukur sendiri bangunan ini ada tiang dan tangga. Ukurannya 17 cm untuk anak tangga, 8 buah tiang atau pilar utama dan lebar anak tangga 45 cm. Disini juga ada biopori sebanyak 178 buah, simbol 17 bulan 8,” kata dia sembari menjelaskan dalam room tour.

Untuk ruangan yang ada di beri nama-nama pahlawan dari seluruh Nusantara dari berbagai suku dan agama, seperti Ruang Bung Karno (Jawa), Ruang Bung Hatta (Sumatra), Ruang Gusdur (Jawa), Ruang Tjilik Riwut (Kalimantan), Ruang Tut Nyak Dien (Aceh), Ruang John Lie (Sulawesi), Ruang Frans Kasiepo (Papua), Ruang Mr Ida Anak Agung Gede Agung (Bali), Ruang Christina Martha Tiahahu (Maluku) & Ruang Ida I Dewa Istri Kanya (Bali).

“Kami juga punya holly wall yang berisikan 17 kata-kata bahasa daerah tentang persaudaraan dari seluruh Nusantara. Holly wall ini mengapit Padma Candi Nusantara,” jelasnya lagi.

Mengusung jargon kebangsaan dan kebhinekaan Rumah KaKek ini dibangun untuk mewadahi beragam kegiatan pengembangan dan pembangunan generasi muda. Termasuk kegiatan kreatif, seni budaya dan kegiatan lainnya.

“Yang terpeting pasraman satyam eva jayate ini terbuka untuk siapapun tanpa membedakan suku dan agama. Dari kelompok manapun, agama apapun silakan kalau berkegiatan di sini. Asalkan positif dan membangun Indonesia,” tegas aktivis dan pegiat eco enzim ini.

Udi menambahkan jika pasraman ini menjadi yang pertama di Indonesia yang menerapkam spirit, narasi hingga Bangunan Berkebangsaan.

Acara melaspas ini juga dihariri oleh gubernur Bali yang diwakili asisten III, anggota DPR dan DPD RI, anggota DPRD Bali, Walikota Denpasar, Kapolresta Denpasar serta sejumlah anggota FA KMHDI dari berbagai daerah di tanah air. (RED-MB)