Denpasar (Metrobali.com)-
Kondisi kehidupan Pers di Bali yang hingga saat ini masih didominasi salah satu group media lokal besar, sudah kian mencemaskan masyarakat. Kecemasan itu muncul lantaran media tersebut, berikut groupnya sudah tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai penyaji informasi yang edukatif. Media ini mengumbar berita-berita yang diplintir dan terus-menerus memuat berita bohong. Hal itu terungkap pada diskusi Terbatas ‘Pers Sehat, Pers Cerdas, di Gedung PWI Jumat (23/11).
‘Berita-berita bohong yang terus menerus diberitakan, lama-lama akan dianggap berita yang benar oleh masyarakat, apalagi katanya media itu punya oplah yang besar di Bali. Ya boleh dibilang sebagai mainstream-nya media di Balilah. Saya sudah lama sangat terusik dengan berita-berita yang dimuat salah satu media lokal besar di Bali tersebut,’ ujar ketua Komisi I DPRD Bali, I Made Arjaya .
Diskusi yang digagas lima pimpinan Media massa lokal Bali dalam Forum K Lima (Foum Komunitas Lintas Media), yakni Dirut Dewata TV, Nyoman Artha, Pemimpin Redaksi Harian Warta Bali IGMB Dwikora Putra, Pemimpin Redaksi Harian Fajar Bali, E.Dewata Oja alias Edo, Pemimpin Umum Metro Bali Online I Nyoman Sutiawan dan Pemimpin Redaksi Koran Bali Tribune, I Wayan Suyadnya mencatat beberapa kegalauan pembaca terhadap perkembangan pers di Bali.
Dalam Diskusi Terbatas yang dipandu Pemimpin Redaksi Harian Fajar Bali, E. Dewata Oja alias Edo tersebut, Made Arjaya yang tampil sebagai pembicara pertama mengungkapkan pers idealnya harus menyajikan berita yang sumbernya kredibel dan tidak menyerang. Seperti itulah cara Pers memberi edukasi kepada publik.
“Saya agak terusik dengan pemberitaan sebuah media lokal beberapa waktu belakangan. Dalam beritanya, Media itu melihat apa yang dilakukan Pemprov Bali selama ini seperti kok tidak ada yang benar, salah melulu. Kita ingin Pers itu menyajikan berita, bukan menghakimi seseorang. Dalam pemberitaannya, Pers harus jujur. Kalau memang jelek ya katakan itu jelek, tetapi kalau memang bagus ya katakan bagus. Masa program Pemprov ini dikatakan jelek semuanya,” terang Arjaya.
Senada dengan Arjaya, Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar, A.A. Ngurah Gde Widiada mengungkapkan dirinya juga merasakan kegalauan yang sama seperti juga kegalauan terhadap pemberitaan media yang dimaksud, yang kerap dikeluhkan masyarakat Bali. Menurut tokoh partai Golkar Denpasar ini, Pers adalah artikulator yang mengartikulasi kepentingan publik dengan menyajikan informasi-informasi yang mencerahkan publik.
‘‘Pers itu artikulator kepentingan publik. Maka seharusnya untuk memikul tanggungjawab yang besar itu, pers harus tampil sebagai pilar keempat demokrasi dengan memberikan fungsi pencerahan publik,’ ujar Widiada sembari mensitir pernyataan rekannya Made Arjaya bahwa berita bohong yang diberitakan terus menerus akan dianggap sebagai berita yang benar oleh publik.
Dikatakan pula oleh Widiada, bahwa masyarakat umum berhak mendapatkan informasi yang benar dan informasi yang berimbang. “Negara yang sehat atau sakit ditentukan oleh media, namun media dulu yang harus sehat,” jelas Widiada.
Sementara tokoh Pers, Raka Santeri yang mendapat kesempatan berbicara dalam diskusi tersebut juga mengungkapkan bahwa Pers di Bali saat ini sedang galau. Itu terjadi lantaran ada kondisi di mana beberapa media saat ini di Bali tidak berdaya melawan media yang besar.
Ditegaskan bahwa di Bali ada media besar yang sedang ‘mabuk’ yaitu media yang memberitakan berita-berita yang cenderung tendensius. “Tetapi dengan ini bukti ketidakmampuan dan pengakuan tidak mampu melawan pers yang mabuk itu,” jelas Raka Santeri.
Bahkan sembari memberi apresiasi dan dukungan atas terdeklarasikannya Forum K-Lima, ia berharap Forum K-Lima mampu mengambil momentum kegalauan masyarakat saat ini untuk melawan pers yang mabuk tersebut untuk menjadikan diri sebagai pers yang kuat, sehat dan cerdas. “Jadi jangan iseng-iseng saja, tapi bersungguh-sungguh memperkuat diri,” katanya. EDO-MB