Jakarta, (Metrobali.com)-

Surat perintah harian Ketua Umum PDI Perjuangan: No.7294, tertanggal 20 Februari 2025 adalah bentuk “perlawanan” partai ini terhadap kesewenang-wenangan kekuasaan.

Hal itu dikatakan Jro Gde Sudibya, anggota Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2024 Fraksi PDI Perjuangan, ekonom, pengamat ekonomi politik dan kecenderungan masa depan, Minggu 23 Februari 2025.

Menurutnya, retreat kepala daerah di Akmil Magelang yakni kekuatan hukum dijadikan instrument rekayasa sosial untuk mempertahankan kekuasaan dengan melanggar etika.

“Apa yang dilakukan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri adalah bentuk dari “cheks and balances”, pengawasan dan perimbangan pada kekuasaan. Tanpa “check and balaces”, demokrasi sebatas wacana di atas kertas sebatas “omon-omon”,” kata I Gde Sudibya.

Realitasnya, katanya, kekuasaan punya kecenderungan kuat otoriter melalui aturan formal yang direkayasa untuk kepentingan politik, otocratic legalism. Kondisi ini berhadapan dengan ambang batas kesabaran sosial yang nyaris terlewati.

“Terbukti dari demo besar-besaran di banyak kota oleh mahasiswa, dengan tema besar INDONESIA GELAP. Fakta sosialnya, Indonesia memang gelap, indeks demokrasi menurun, indeks korupsi naik, jutaan genzi tanpa sekolah, kerja dan tanpa harapan masa depan,” kata I Gde Sudibya.

Dikatakan, situasi politik akhir akhir ini membuat daya beli jutaan warga yang terus melorot, terbukti dari deflasi 5 bulan berturut-turut.

“Terjadi pemutusan hubungan kerja menaik, belasan ribu tenaga kerja di sektor manufaktur, terutama industri tekstil. Akibat pemangkasan anggaran melalui Inpres 1/2025 tanggal 22 Januari 2025, sekitar 1,000 karyawan kontrak RRI dan TVRI terancam mengalami pemutusan hubungan kerja,” katanya.

Dikatakan, tagar yang lagi viral, “kabur dulu aja akh”, gambaran pesimisme dari genzi terhadap kemampuan pemerintahan sekarang dalam memberikan harapan. Padahal salah satu fungsi penting dari kekuasaan negara, memberikan harapan masa depan, great hope, buat warganya.

Menurutnya, PDI Perjuangan telah mengingatkan memberi signal pada penguasa untuk meminjam istilah dari kultur budaya Jawa untuk tidak “adigung adi kuasa”, jangan sewenang-wenang dengan kekuasaan.

“Ojo dumeh”, jangan mentang mentang dengan kekuasaan.”Ojo, aji mumpung”, jangan menggunakan kesempatan dalam kesempitan, mentang mentang berkuasa”.

Jurnalis : Nyoman Sutiawan