Ilustrasi/net

Oleh I Ketut Puspa Adnyana

“Orang tua di Bali, menasehati, kalau menikah nanti jangan dengan keluarga dekat (sapinda, croscousin). Katanya kalau menikah dengan keluarga dekat anak anak nanti bodoh. Ini perbuatan yang merupakan implementasi ajaran Weda, yang dilakukan leluhur kita di Bali”.

Dalam pustaka Manawa Dharmasastra III.5 disebutkan:”Asapinda ya ca matura, sagotra ca ya pituh, sa pracasta dwijatinam, dara karmani maithune”. Artinya: “Seorang gadis yang bukan sapinda dari garis garis ibu, juga tidak dari keluarga yang sama dari garis garis bapak, dianjurkan untuk dapat dikawini oleh seorang dwijati”. Menurut Manawa Dharmasastra ada 10 syarat perempuan yang baik dijadikan istri (MDS.III.6-9).

Brahma menciptakan Manu atau Swayambhumanu, manusia pertama, sebagai sosok laki laki. Kemudian Dewa Brahma menciptakan pasangannya Dewi Satarupa. Berkembanglah kemudian bangsa manusia di bumi ini. Rsi Manu sebagai leluhur manusia, juga tidak menikah dengan saudaranya. Puteri puteri Daksa menikah dengan rsi agung (dari Sapta Rsi). Dari perkawinan itu lahirlah manusia manusia hebat.
Perkawinan adalah lembaga sakral dan suci menurut ajaran Hindu. Tujuan pernikahan sangat mulia, yaitu mendapatkan putera puteri utama yang disebut suputra (Manawa Dharmasastra).
Dalam itihasa Mahabharata, dikisahkan Arjuna menikahi Sumbandra. Arjuna dan Sumbandra saudara sepupu dari perempuan (Dewi Kunti adik dari Wasudewa, di Bali perkawinan ini dianjurkan). Menurut tradisi di Bali, yang dihitung dari pihak laki laki. Pernikahan Arjuna melahirkan Abimanyu, ksatrya hebat gagah perkasa. Bima menikah dengan wangsa Asura Dewi Hidimbi, melahirkan Gatotkaca Ksatrya yang gagah perkasa. Gatotkaca menikah dengan seorang apsara melahirkan Barbarika, kastrya tanpa tanding.
Dalam itihasa Ramayana, dikisahkan Rsi Sukrasrawa menikahi seorang putri brahmin melahirkan Kubera (yang dipuja umat Hindu sebagai Dewa Kekayaan). Perkawinan Rsi Sukrasrawa dengan Dewi Kaikesi (versi Bali Dewi Sukesi) melahirkan Rahwana, Kumbakarna dan Surpakanaka.

Perkawinan Silang, mendapatkan hasil terbaik

Perkawinan silang dalam Mahabharata: Bima dengan Dewi Hidimbi lahir Gatotkaca (Manusia dan Asura). Perkawinan silang dalam Ramayana: Rsi Sukrasrawa dengan Dewi Kaikesi lahir Rahwana. Gatotkaca dan Rahwana adalah tokoh yang hebat dalam dua itihasa tersebut, yang membuat musuh kewalahan.
Perkawinan silang melahirkan anak anak yang hebat. Tampaknya petuah leluhur di Bali diilhami kedalaman ajaran Weda. Hal perkawinan ini dijelaskan dengan terang dalam pustaka Manawa Dharmasastra.
Kawinkanlah anak anak bukan dengan saudara sapinda, meskipun boleh, disamping untuk menghindari gen gen negatif (letal deases) juga untuk memperbaiki keturunan, dan memenuhi ajaran Weda. Semuanya bersumber dari Weda. (***l